Kerukunan Antar Umat Beragama

Apa yang saya maksud dengan narasi dan praksis keseharian adalah wacana dan relasi kemanusiaan yang kita selami sehari-hari yang terkadang dianggap remeh, namun sebenarnya punya peran besar dalam membangun kelenturan sosial atau yang dalam bahasa narasi besar disebut toleransi dan pluralisme. Inilah yang saya kira dapat menjadi jalan kultural untuk menyongsong pluralisme Yogyakarta. Pluralisme yang tidak dibebani oleh narasi-narasi besar.

Penulis melihat bahwa peran guru agama Kristen dalam menjaga kerukunan di sekolah sangat penting. Kehadiran guru di sekolah tidak hanya mengajar saja, tetapi guru harus bertanggung jawab untuk mengajarkan kepada peserta didik bagaimana hidup dalam perbedaan. Jika tidak ada kerukunan diantara siswa akan membuat kehidupan sosial tidak seimbang di lingkungan sekolah.

Penelitian Kesalehan Sosial 2020 dilakukan secara kuantitatif, dengan teknik clustered random sampling pada 40 kota/kabupaten yang memiliki kantong pemeluk Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu, sampai dengan 850 responden. Hasilnya 82,53 nilai kesalehan tergolong sangat tinggi, meskipun beberapa catatan muncul dalam hal kinerja kementerian agama terhadap kesalehan tidak terlalu baik, 50. Dengan begitu, masih banyak pekerjaan dalam hal memerbaiki sistim dan kebijakan kementerian terhadap intensitas kesalehan sosial masyarakat Indonesia.
Indeks Kesalehan Umat Beragama Tahun 2020 adalah data empiris yang disajikan juga dalam bentuk policy brief untuk memudahkan pihak yang berkepentingan langsung dengan hasil survei untuk menerapkan dan menggunakan informasi sebaik-baiknya. Sehubungan dengan hasil yang ada, kami mengharapkan disikapi secara rasional dan bijaksana dalam hal memanfaatkan untuk kebijakan.

Indonesia adalah negara hukum yang mewajibkan warga negaranya memilih satu dari 5 agama resmi di Indonesia. Namun kerukunan antar umat beragama di Indonesia dinilai masih banyak menyisakan masalah. Kasus-kasus yang muncul terkait masalah kerukunan beragama pun belum bisa terhapus secara tuntas. Kasus Ambon, Kupang, Poso, forum-forum islam ekstrimis dan lainnya menyisakan masalah ibarat api dalam sekam yang sewaktu-waktu siap membara dan memanaskan suasana di sekelilingnya. Hal ini mengindikasikan bahwa pemahaman masyarakat tentang kerukunan atar umat beragama perlu ditinjau ulang. Dikarenakan banyaknya ditemukan ketidak adanya kerukunan antar agama, yang menjadikan adanya saling permusuhan, saling merasa ketidak adilan.

Kerukunan beragama di tengah keanekaragaman budaya merupakan aset dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Dalam perjalanan sejarah bangsa, Pancasila telah teruji sebagai alternatif yang paling tepat untuk mempersatukan masyarakat Indonesia yang sangat majemuk di bawah suatu tatanan yang inklusif dan demokratis. Sayangnya wacana mengenai Pancasila seolah lenyap seiring dengan berlangsungnya reformasi.

Kerukunan beragama di tengah keanekaragaman budaya merupakan aset dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Dalam perjalanan sejarah bangsa, Pancasila telah teruji sebagai alternatif yang paling tepat untuk mempersatukan masyarakat Indonesia yang sangat majemuk di bawah suatu tatanan yang inklusif dan demokratis. Sayangnya wacana mengenai Pancasila seolah lenyap seiring dengan berlangsungnya reformasi.

Konsep Kerukunan
Kerukunan; baik & damai
Hdp bersama dlm masy dg “kesatuan hati” & “berspakat” utk tdk menciptakan perselsihan & pertengkaran
Kerukunan antar umat beragama
“Hub sesama umat beragama yg dilandasi dg-
-toleransi, saling pengertian, menghormati, menghargai dlm kesetaraan pengamalan ajaran agamanya & krj sama dlm khdpan berbangsa & bernegara”.
Dasarnya:
Pancasila Sila 1
UUD 1945 Pasal 29 ayat (1) & (2)

Konsep moderasi beragama merupakan paduan antara bidang Antropologi dan Sosiologi. Kedua bidang keilmuan ini memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaannya pada objek materi kajian yaitu manusia. Sementara perbedaannya pada objek formal. Antropologi mengkaji manusia sebagai makhluk berbudaya, sementara sosiologi mengkaji manusia  sebagai makhluk bermasyarakat.
Secara realitas, identifikasi diri sebagai makhluk sosial lebih banyak menimbulkan masalah.  Hal ini disebabkan karena identifikasi diri ini cenderung menimbulkan klaim diri memiliki posisi tertentu dalam suatu masyarakat.
Namun realitas sosial (fundamental dan libaral) hendaknya diasumsikan sebagai bagian budaya. Ia merupakan hasil pemikiran manusia untuk menjelaskan makna ajaran agama dalam bentuk pengetahuan, peribadatan, perilaku dan hasil  karya. Jika asumsi ini kita pakai dalam merespon segala gajala keagamaan, maka persentuhan antar komunitas bisa kita hindari. Kemungkinan muncul.

Melihat kenyataan bahwa AGAMA yang seharusnya menjadi acuan hidup menuju ke kesempurnaan, ternyata malah sebaliknya daripadanyalah muncul teroris, dan dijadikan ajang saling bunuh antar agama berbeda, bahkan sejarah mencatat, bahwa yang sealiran pun saling bunuh!

Abstract – Tulisan ini bertujuan untuk melihat sejauh mana peran agama dalam intrgrasi nasional, dan mencari solusi atas berbagai keragaman agama di Indonesia. Keberagaman sangat penting dalam pembangunan dan pertahanan nasional, teruatama spiritual, moral, dan etika. Keragaman agama di Indonesia diberi kebebasan untuk melaksanakan kewajibannya sesuai ajaran masing-masing agama. Namun kebebasan ini harus dilakukan tanpa menimbulkan permasalahan, mengganggu, dan merugikan orang lain apalagi sampai menimbulkan suatu konflik antar masyarakat, karena masalah atau konflik yang timbul akan menghasilkan suatu ketidakharmonisan dalam masyarakat yang beragam, serta menimbulkan perpecahan persatuan dan kesatuan suatu bangsa. Berbagai kebijakan dan program telah dibuat dan dilakukan untuk mendukung pelaksanan prioritas suatu agama agar tidak menimbulkan perdebatan yaitu melalui bimbingan kesejahteraan masyarakat untuk meningkatkan kualitas religious, etika, dan budaya. Sementara itu sampai saat ini masih banyak orang yang tidak mau bertoleransi dan berintegrasi yang bagus dengan adanya keberagaman ini, masih ada beberapa kelompok yang belum menerima adanya perbedaan keberagaman agama dalam kehidupan, sering kali dijumpai kelompok atau aliran yang melanggar dan menyimpang dari kaidah, ibadah, atau pendirian yang dianut oleh mayoritas umat. Karena itu, keberadaan mereka seringkali radikal atau mengganggu suatu kelompok bahkan mengancam dan menimbulkan kerusuhan. Maka dari itu untuk menjaga kesatuan bangsa, masyarakat harus menerapkan sistem integrasi nasional sebagai aspek bersosial budaya dan pembentukan indentitas nasional atau bangsa yang dapat menjamin harmoni dalam mencapai tujuan bersama.
Intigrasi mencangkup beberapa arti pembentukan suatu kelompok dengan suatu isu umum, baik itu ideology, ekonomi, serta sosial. Integrasi nasional  mencangkup gerakan-gerakan yang dapat  menciptakan kesadaran, bentuk sosial, dan akan menjadikan banyak dari kelompok dengan masing-mansing dari mereka dapat melihat diri indentitas mereka sebagai satu kesatuan bangsa Indonesia yang tidak dapat terpisahkan. Untuk membuat suatu formasi integritas nasional dan persatuan serta kesatuan, indentitas memiliki dua fungsi ganda yaitu, untuk menunjukkan diri kita kepada masyarakat dengan adanya keberagam beragama dan untuk memperlihatkan bahwa indentitas seseorang tidak mempengaruhi suatu kelompok dapat bersatu. Pentingnya integritasi dalam kehidupan masyarakat Indonesia masih berkembang atau dapat dikatakan Negara yang masih mencari jati diri. Selain itu integritasi nasional juga sangat penting untuk diwujudkan karena integritas nasional merupakan salah satu cara yang dapat mempersatukan, dan memberikan toleransi dari adanya berbagai macam perbedaan yang ada di Indonesia khususnya keberagaman umat beragama.
Keywords - Integrasi nasional bangsa, kerukunan beragama

Pada masa kini, terdapat banyak paham-paham radikal yang semakin berkembang dan melibatkan banyak pihak. Nilai-nilai dan etika luhur seperti toleransi dan pluralisme rasanya semakin ditinggalkan. Sebaliknya, terorisme dan Islamofobia semakin berkembang luas. Kedewasaan diri dalam menghadapi arus perkembangan yang terjadi sangatlah diperlukan agar tidak terjerumus dalam paham-paham radikal dan kesalahpahaman dalam Islamofobia. Perkembangan seorang manusia sehingga menjadi dewasa pada hakikatnya berasal dari nilai-nilai yang diturunkan oleh kedua orang tuanya, sampai ada istilah “Buah jatuh tidak akan jauh dari pohonnya”. Akan tetapi di luar itu semua, faktor lingkungan sekitar seperti pergaulan, komunitas, tetangga rumah, tempat ibadah, dan instansi pendidikan formal maupun non-formal juga turut memberikan andil yang cukup besar terhadap perkembangan seorang manusia dalam berpikir dan bertindak. Begitu halnya juga dengan pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan non-formal. Pada Laporan ini akan membahas mengenai peran atau kegiatan-kegiatan Pondok Pesantren Assalam dalam meningkatkan pola pikir toleransi dan pluralisme serta penolakan terhadap paham terorisme dan Islamofobia.
Pada bab 2 akan dibahas mengenai deskripsi situasi yang ada di lapangan, berupa latar belakang Pondok Pesantren Assalam dan perannya dalam menumbuhkan toleransi dan pluralisme terhadap santrinya yang terbingkai dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Assalam.
Pada bab 3 akan dibahas mengenai keberagaman yang ada dalam tubuh Indonesia, pemaknaan dari Islamofobia, paham terorisme sebagai titik awal lahirnya Islamofobia, serta pemaknaan dari teologi multitafsir jihad yang seringkali dijadikan landasan para teroris dalam melakukan aksinya, dan tanggapan Pondok Pesantren Assalam dalam menyikapi hal-hal diatas. Kemudian pada bab ini akan dibahas juga mengenai Islam secara universal dan Islam Nahdlatul Ulama sebagai komunitas Islam terbesar yang hidup dan berkembang di Indonesia serta pemahaman atau gagasan mengenai toleransi Islam Nahdlatul Ulama yang diwujudkan dalam Islam Nusantara.
Pada bab 4 berisi kesimpulan dan saran saya terhadap Islamofobia dan paham-paham radikal serta pentingnya menumbuhkan toleransi dan pluralisme sebagai cara alternative dalam menghadapi perbedaan yang ada

Kata Kunci: Toleransi, Pluralisme, Radikalisme, Terorisme, Islamofobia, Islam, dan Nahdlatul Ulama, Islam Nusantara.

This paper aims to determine the influence of existing socialism, especially among civil society in order to achieve inter-religious harmony. Socialism is an ideology that emerged because of injustice on the part of the government and favored the clergy towards the authorities. In the past, socialism was communist in nature, that is, it did not give citizens the right to private property, while Islam provided a great opportunity for every individual to have property rights. to the issue of inheritance in accordance with the ability of each Muslim to be able to own wealth. This is not solely intended for the owner but in a number of assets owned by a person there is a share of the rights of the poor who must be paid in zakat as much as several percent according to the provisions. In principle, religious harmony in Indonesia is well regulated. However, a good order does not guarantee the success of harmony. The emergence of various inter-religious conflicts is usually caused by the lack of awareness of religious adherents to obey the existing and applicable rules.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmatNyalah akhirnya makalah ini telah selesai tepat waktu. Makalah ini disusun agar mahasiswa atau para pembacanya dapat hidup rukun antar umat beragama, karena di Indonesia terdapat banyak agama yang berbeda.

Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak budaya dan agama yang beragam didalamnya. Keberagaman ini menjadi suatu keunikan tersendiri untuk Indonesia. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan akan terjadinya konflik. Salah satu konflik itu adalah konflik antarumat beragama. Seperti contohnya pada masyarakat di Kabupaten Jember yang tepatnya di Desa Sumberpakem yang memiliki penduduk dengan keyakinan berbeda yaitu Islam dan Kristen, dan juga Desa Sukoreno yang memiliki 4 perbedaan agama yaitu Islam, Hindu, Katolik, dan Protestan. Pada desa tersebut telah ditanamkan sejak awal nilai-nilai sosial dalam menghadapi perbedaan yang ada diantara mereka. Nilai-nilai tersebut adalah adanya rasa empati, menerima, simpati, dan toleransi antarumat beragama. Pada Desa Sumberpakem, mereka menanamkan dan melaksanakan kerukunan antarumat beragama dengan bersedia hidup bersama dan berdampingan serta rasa saling percaya dan saling mendukung. Sedangkan, pada Desa Sukoreno dengan perbedaan itu mereka selalu menanamkan kebudayaan yang telah lama ada. Kebudayaan itu adalah dengan adanya pawai ogoh-ogoh sebagai bentuk kebersamaan dan kerukunan mereka. Tujuan dibuatnya tulisan ini adalah untuk mengetahui apakah kerukunan antarumat beragama sudah diimplementasikan dengan baik atau bahkan terjadi konflik. Selain itu, tulisan ini dapat dijadikan rujukan bagi masyarakat yang ada pada daerah dengan keberagaman. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan metode kualitatif dan dilaksanakan dengan pengumpulan data sekunder. Berdasarkan penelitian yang telah didapat, masyarakat di desa-desa tersebut sudah dapat menjaga kerukunan antarumat beragama tanpa adanya konflik. Kerukunan tersebut timbul karena adanya nilai-nilai dan kebudayaan yang telah ditanamkan pada masyarakatnya. Kerukunan tersebut harus selalu dijaga dengan selalu mengajarkan pada penerus-penerusnya. Kata kunci : Keberagaman, Kerukunan, Nilai-nilai Sosial, Budaya

Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejarah Islam masuk di Nusantara. Mengetahui peran ulama dalam membangun harmonisasi umat beragama. Adapun penelitian ini mengangkat permasalahan tentang bagaimana Islam masuk di Nusantara, bagaimana peran ulama dalam mewujudkan harmonisasi umat beragama dan apa kontribusi keilmuan peran ulama bagi masa depan Islam di Nusantara. Islam masuk di Nusantara tak luput dari peranan ulama yang telah menyebarkan dakwah Islamnya kepada masyarakat. Kearifan lokal yang tidak tertinggal tetap berjalan bersama dengan Islam, sehingga masyarakat yang beragam dapat menerima dengan baik. Dari manuskrip yang ada dan ditunjang dengan penemuan arkeologi yang telah ditemukan di Nusantara masih belum jelasnya siapa dan kapan Islam masuk di Nusantara. Kepastiannya sulit untuk menemukan data yang tekait. Maka perlu mengerti sejauh mana ulama-ulama dahulu membawa Islam di Nusantara yang dapat diterima oleh seluruh lapisan masyarakat.

Malakoknya Nias Kristen ke Minangkabau Nagari Sungai buluah Kecamatan Batang Anai Kabupaten Padang Pariaman berbeda dengan makhlukNya suku-suku dalam internal Minangkabau atau suku-suku di luar Minangkabau yang beragama Islam meski mereka sama-sama mengisi adat sebagaimana lazim diungkapkan dalam aforisme adat Minangkabau adat diisi lembaga dituang malakoknya suku-suku internal Minangkabau dan non Minangkabau yang beragama Islam ke dalam persekutuan asal atau melalui pembentukan suku-suku baru di suatu Negeri melekat pada struktur adat Minangkabau itu sendiri titik mereka menjadi orang Minangkabau anak kemenakan mereka menjadi anak kemenakan orang Minangkabau Nagari Sungai buluah sementara malakoknya etnis Nias Kristen ke Minangkabau Islam hanya dalam rangka untuk memperoleh pengakuan atas eksistensi mereka di tengah masyarakat adat Minangkabau Nagari Sungai buluah titik mereka tidak dianggap orang Minangkabau anak kemenakan mereka bukan anak kemenakan orang Minangkabau titik Akan tetapi karena mereka telah menjadi bagian dari etnis yang ada dalam negeri Sungai buluah, mereka disebut isi Nagari Sungai buluah titik anak kemenakan mereka menjadi anak kemenakan orang Nagari sungai buluah

Kerukunan antar umat beragama tertuang dalam kitab suci al Qur'an sangat relevan karena, Allah melindungi agama-agama. Ajaran normatif Islam adalah penerimaan tidak hanya terjadi pada perbedaan agama melainkan keragaman ras, gender, kewarganegaraan dan etnis. Al Qur'an mengajarkan persaudaraan universal dan penerimaan terhadap kemajemukan dalam masyarakat. Mempertemukan antara agama dan budaya, bukan berarti kehilangan ruang untuk mengkomunikasinya tetapi, menjadi keharusan agar persoalan keagamaan tidak terkungkung. Tiga persoalan yang akan dibahas adalah: pertama, Bagaimana bentuk-bentuk penerapan nilai-nilai etika yang terbingkai dalam kerukunan umat beragama di desa Besowo? Kedua, Bagaimana budaya Jawa yang dilakukan oleh masyarakat desa Besowo membentuk kerukunan umat beragama di desa Besowo? Ketiga, Bagaimana dialektika masyarakat desa Besowo tentang kerukunan umat beragama yang terbingkai dalam budaya yang berbasis etika? Metode yang digunakan adalah deskriptif analisis dengan ekplorasi mendalam tentang akar-akar kerukunan yang ada di desa Besowo dalam berinteraksi sosial dan pendekatan fenomenologi budaya. Kesimpulan hasil penelitian adalah pertama, bentuk-bentuk penerapan nilai-nilai etika yang terbingkai dalam kerukunan umat beragama di desa Besowo melalui prinsip guyup rukun yang dapat dijabarkan dalam beberapa bentuk kegiatan bersama. Kedua, budaya Jawa yang dilakukan oleh masyarakat desa Besowo adalah tradisi kebersamaan atau Guyub Rukun melalui Srawung, Silaturahmi, dan Anjang Sana dalam berbagai aktifitas sosial maupun agama. Ketiga, Dialektika masyarakat desa Besowo tentang kerukunan umat beragama yang terbingkai dalam budaya yang berbasis etika adalah menghasilkan nilai-nilai pondasi kerukunan masyarakat Besowo selain memiliki konsep guyub rukun juga memiliki sifat nerimo dan sifat sumarah yang keduanya diimplementasikan dalam kerjasama dengan antar umat beragama.

This article is an Author Essay in Suara Merdeka Daily published in the Discourse column (opinion) Saturday, January 11, 2020. Reviewed on developing an inter-religious and interfaith dialogue approach to maintaining religious pluralism and tolerance in Indonesia. By using Erich Fromm's Theory of 'Being' (Fromm, 2019: 49), it is stated that beliefs that hold on in a religious system, will become a problem when those beliefs are developed in the mode of having. In this mode, personal truth becomes the main handle that is not to be contested and the only standard that is even defended in a blind way. Fromm proposes that diversity must be moved from the existence of possessing to being existent. Being there will make everyone aware of the meaning and purpose of his existence in this world in the context of life, which is beneficial for himself, especially for fellow human beings. This is an important frame in developing interfaith dialogue (interfaith dialogue) which still maintains unity in the midst of diversity. Abstrak Artikel ini adalah Essay Penulis di Harian Suara Merdeka yang dimuat di kolom Wacana (opini) Sabtu 11 Januari 2020. Mengulas tentang mengembangkan pendekatan dialog antar-agama dan antar umat beragama untuk mempertahankan kemajemkukan dan toleransi agam di Indonesia. Dengan menggunakan Teori Erich Fromm tentang 'meng-ada' (Fromm, 2019:49) dikemukakan bahwa keyakinan yang menjadi pegangan di dalam sebuah sistem religi, akan menjadi masalah, ketika keyakinan itu dikembangkan di dalam modus eksistensi memiliki (to have). Di dalam modus ini, kebenaran pribadi menjadi pegangan utama yang tidak boleh diganggu-gugat dan satu-satunya standar yang bahkan dibela dengan cara membabi buta sekalipun. Fromm mengusulkan bahwa keberagamaan harus dipindahkan dari eksistensi memiliki (to have) ke eksistensi meng-ada (to be). Meng-ada akan membuat setiap orang menyadari makna dan tujuan keberadaannya di dalam dunia ini di dalam konteks kehidupan, yang bermanfaat bagi dirinya sendiri, terlebih bagi sesama manusia. Inilah yang menjadi bingkai penting di dalam mengembangkan dialog antariman (interfaith dialoq) yang tetap mempertahankan kesatuan di tengah kemajemukan.

Interaksi antara masyarakat di sekitar Vihara berjalan dengan baik , jika di Vihara ada pentas kesenian, pernikahan , dll. , masyarakat sekitar vihara juga diundang untuk menghadiri acara itu ,meskipun berbeda kepercayaan. Warga ada yang datang dan ada yg tidak , jika ada acara di dalam tempat puja bhakti, warga yg agamanya berbeda biasanya hanya melihat dari depan saja.
    Kemudian , ada warga yg menitipkan baraang dagangannya ke sarana yg ada di Vihar , kemudian  dijual dipasar . Saat kami berinteraksi dengan salah satu warga , kami berkomunikasi dengan baik ,sopan dan santun . Kami juga disambut dengan wajah ceria oleh warga tersebut, sehingga kami merasakan kedekatan dengan warga tersebut.
Kerukunan masyarakat disekitar vihara , seperti mengunjungi Vihara , ikut melaksanakan Bhakti sosial , saling membantu vihara dengan masyarakat , adanya toleransi antar masyaralat dan Vihara . Masyarakat ikut serta membantu perbaikan Vihara atau bangunan-bangunan yang retak.

Kerukunan beragama di tengah keanekaragaman budaya merupakan aset dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Dalam perjalanan sejarah bangsa, Pancasila telah teruji sebagai alternatif yang paling tepat untuk mempersatukan masyarakat Indonesia yang sangat majemuk di bawah suatu tatanan yang inklusif dan demokratis. Sayangnya wacana mengenai Pancasila seolah lenyap seiring dengan berlangsungnya reformasi.

Kerukunan Umat beragama

KORELASI ANTAR UMAT BERAGAMA TERHADAP UPAYA PEMBANGUNAN INDONESIA
Oleh: Nanda Dwi Sabriana

Indonesia merupakan sebuah negara di mana pancasila dijadikan sebagai falsafah hidup dalam  menjalankan  kehidupan berbangsa dan bernegara,  di mana pancasila berfungsi sebagai  wadah pemersatu bangsa atas segala kemajemukan yang ada, baik etnis, ras, maupun kepercayaan teologis. Di sisi lain bangsa Indonesia merupakan bangsa yang dinilai religius, yang dalam prosedurnya seluruh rakyat Indonesia diwajibkan untuk menganut suatu sistem kepercayaan tertentu.Sebuah kepercayaan teologis mampu menciptakan dua pengaruh sekaligus, baik itu positif maupun negative. Sebuah kepercayaan mampu memberikan residu yang baik, saat kepercayaan tersebut memiliki integrasi yang baik dengan moral dan kehidupan sosial.  sebaliknya, ketika sebuah kepercayaan terpisah dari nilai-nilai moral dan kemanusiaan yang ada, maka hal tersebut dapat menciptakan stimulan radikalisme yang berujung pada perpecahan dan kehancuran bangsa iu sendiri.Berkaca pada fenomena yang demikian, penulis mencoba mengkaji fenoma umat beragama di Indonesia  dengan menggunakan pendekatan ilmu antropologi dan ilmu sosial. Dengan sintesa akhir, terciptanya toleransi dan perdamaian antar umat beragama untuk  Indonesia yang maju dan beradab.
Kata kunci : pluralisme, Pancasila, ilmu sosial, teologi, integritas.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejarah Islam masuk di Nusantara. Mengetahui peran ulama dalam membangun harmonisasi umat beragama. Adapun penelitian ini mengangkat permasalahan tentang bagaimana Islam masuk di Nusantara, bagaimana peran ulama dalam mewujudkan harmonisasi umat beragama dan apa kontribusi keilmuan peran ulama bagi masa depan Islam di Nusantara. Islam masuk di Nusantara tak luput dari peranan ulama yang telah menyebarkan dakwah Islamnya kepada masyarakat. Kearifan lokal yang tidak tertinggal tetap berjalan bersama dengan Islam, sehingga masyarakat yang beragam dapat menerima dengan baik. Dari manuskrip yang ada dan ditunjang dengan penemuan arkeologi yang telah ditemukan di Nusantara masih belum jelasnya siapa dan kapan Islam masuk di Nusantara. Kepastiannya sulit untuk menemukan data yang tekait. Maka perlu mengerti sejauh mana ulama-ulama dahulu membawa Islam di Nusantara yang dapat diterima oleh seluruh lapisan masyarakat.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejarah Islam masuk di Nusantara. Mengetahui peran ulama dalam membangun harmonisasi umat beragama. Adapun penelitian ini mengangkat permasalahan tentang bagaimana Islam masuk di Nusantara, bagaimana peran ulama dalam mewujudkan harmonisasi umat beragama dan apa kontribusi keilmuan peran ulama bagi masa depan Islam di Nusantara. Islam masuk di Nusantara tak luput dari peranan ulama yang telah menyebarkan dakwah Islamnya kepada masyarakat. Kearifan lokal yang tidak tertinggal tetap berjalan bersama dengan Islam, sehingga masyarakat yang beragam dapat menerima dengan baik. Dari manuskrip yang ada dan ditunjang dengan penemuan arkeologi yang telah ditemukan di Nusantara masih belum jelasnya siapa dan kapan Islam masuk di Nusantara. Kepastiannya sulit untuk menemukan data yang tekait. Maka perlu mengerti sejauh mana ulama-ulama dahulu membawa Islam di Nusantara yang dapat diterima oleh seluruh lapisan masyarakat.

Modernization is a change in society that moves from a traditional state or pre-modern society to a modern society. The community is vulnerable to the influence of modernization that occurs from the environment so that it can affect the religious harmony of the community in several villages in the district. The Datok Fifty. Because modernization is a real form of social change, basically every individual and other society will definitely experience a change. Because humans have unlimited interests. Whether there is a change or not, the community inevitably has to be ready for the changes that occur depending on how the village community responds to a change. The religious experience of the community is often colored by conflict and violence in various regions. This article finds that the existence of religious life (Hindu-Christian-Islam) in several villages in the district. Datok Lima Puluh does not look like in other areas, in this village they live in harmony together, marked by cooperation in all aspects of life, both economic, social, cultural, political, to religious activities, there is an understanding of religious tolerance, namely mutual respect and respect. between religious adherents. The role of government; in creating and maintaining harmony in some of these villages, it is quite good because the government has prepared the necessary facilities and often holds dialogues with religious leaders, community leaders, and youth leaders. The existence of the Religious Harmony Forum, which has programs including dialogue and outreach to the community as well as arrangements for the establishment of houses of worship. The values of harmony are expected to be the glue and unifier in maintaining and maintaining religious harmony in several villages in the district. Datok Fifty.

Indonesia merupakan sebuah negara kesatuan dengan berbagai macam budaya, etnis, dan suku. Dengan adanya agama, semua perbedaan tersebut tidak begitu terasa dalam kehidupan sehari-hari. Karena agama merupakan sebuah sistem sosial yang membentuk sebuah budaya di masyarakat. Agama merupakan kepercayaan yang sebagian besar dijadikan pedoman oleh masyarakat di Indonesia. Sebuah agama sebaiknya menjadi keyakinan dalam berpegang teguh dan membuat sebuah keharmonisan dalam menciptakan tatanan kebudayaan. Apapun agamanya seperti: Islam, Kristen, Hindu, Budha, Katolik dan lain-lain, semua pasti mengajarkan tentang kebaikan, baik dalam bermasyarakat/ sosialisasi, solidaritas, toleransi dan banyak hal. Akan tetapi tidak sedikit orang yang beragama memiliki pemahaman yang berbeda dalam mengartikan sebuah kitab yang dipakainya sebagai pedoman kehidupan. Hal ini dapat berakibat pemahaman yang berlawanan dengan yang ada di masyarakat. Perlunya pemahaman dan kesadaran beragama yang benar sebaiknya dimiliki oleh semua masyarakat yang beragama. Dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yang nantinya hasil dari artikel ini adalah bahasan yang berasal dari berbagai macam literatur, buku-buku, serta bacaan dari internet. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui apa peran agama dalam keharmonisan di Indonesia dan hal-hal yang menyebabkan konflik dalam beragama di Indonesia.

Abstrak: Mewujudkan kerukunan hidup baik antar individu, kelompok maupun umat beragama, dalam masyarakat plural bukan suatu yang mudah. Karena disamping kerukunan hidup antar umat beragama bukanlah hal yang mudah, melainkan butuh proses, karena banyak faktor yang terkait, misalnya faktor sosial, pendidikan, ekonomi, politik terutama ideologi (baca madzhab) dari masing-masing pemeluk agama yang berbeda. Oleh karena itu membutuhkan perhatian serius dan kepiawaian semua pihak: pemerintah, tokoh agama dan masyarakat baik secara individual maupun secara kelompok.