Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
1999, Hall of Thought: Jurnal Agama dan Peradaban
…
8 pages
1 file
Dalam pandangan tradisional, teks (dan dengan demikian juga bahasa) dianggap mewakili atau menunjuk pada hal atau benda dalam kenyataan secara langsung. Selama kita bisa mengorganisasikan gagasan-gagasan secara logis dan jelas, maka kita langsung mendapatkan "representasi" yang benar atau keserupaan "objektif" dari kenyataan. Tulisan ini mendiskusikan kritik-kritik terhadap pandangan "Logosentrisme" semacam ini dari para pemikir strukturalis dan post-strukturalis seperti Ferdinand de Saussure, Jacques Derrida dan Michel Foucault, namun yang kemudian berujung kepada nihilisme. Tulisan ini kemudian diakhiri dengan diskusi atas kontribusi Mohammed Arkoun yang berusaha melampaui nihilisme pemikiran post-strukturalis dan menegaskan kemungkinan penerimaan atas "petanda transendental" tanpa harus kehilangan kritisisme atas belenggu teks. Hal ini dilakukan melalui apa yang disebut Arkoun sebagai "analisis mitis di dalam pembacaan teks", termasuk teks keagamaan.
Dalam tradisi filsafat Barat modern, Nietzsche (1844-1900 menempati posisi yang khas, karena kritiknya terhadap metafisika Barat. Nietzsche dikenal berfilsafat dengan palu; ia menghantam dengan keras segala keyakinan, kepercayaan, dogma dan pengetahuan yang mendasarkan dirinya pada suatu fondasi yang tak tergoyahkan. Ia menggugat metafisika yang membicarakan palungpalung kenyataan, dan hakikat di balik seluruh realitas, dan dengan tanpa ampun ia mempreteli apa yang disebut "kebenaran". Nietzsche, sekali lagi, mengingatkan bahwa ambisi filsafat untuk menemukan hakikat kebenaran adalah racun yang membunuh dirinya sendiri.
Kristianto Naku
This essay will explain the tension of the radical prinsp in Indonesia. it is about distinction between majority and minority. Derridas concept, "Deconstruction" will try to collapse this deffences.
2014
I Dalam karyanya yang telah menjadi klasik, Orality and Literacy, Walter J. Ong mendeskripsikan dan menganalisis salah satu transformasi yang paling penting dalam sejarah peradaban, suatu peralihan dari budaya berbasis oral menuju budaya berbasis literasi. Peralihan tersebut memberikan dampak yang besar tidak hanya dalam kaitannya dengan perubahan struktur sosial masyarakat, namun juga pada munculnya cara baru manusia dalam berpikir dan merasa.
Dalam tradisi filsafat Barat modern, Nietzsche (1844-1900 menempati posisi yang khas, karena kritiknya terhadap metafisika Barat. Nietzsche dikenal berfilsafat dengan palu; ia menghantam dengan keras segala keyakinan, kepercayaan, dogma dan pengetahuan yang mendasarkan dirinya pada suatu fondasi yang tak tergoyahkan. Ia menggugat metafisika yang membicarakan palungpalung kenyataan, dan hakikat di balik seluruh realitas, dan dengan tanpa ampun ia mempreteli apa yang disebut "kebenaran". Nietzsche, sekali lagi, mengingatkan bahwa ambisi filsafat untuk menemukan hakikat kebenaran adalah racun yang membunuh dirinya sendiri.
LINGUISTIK : Jurnal Bahasa dan Sastra
Kesantunan berbahasa merupakan aspek yang sangat penting dalam membentuk kebahasaan dan karakter siswa. Oleh sebab itu, perlu diperhatikan aspek kesantunan dalam berbahasa siswa. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penyimpangan dan pematuhan prinsip kesantunan berbahasa yang terjadi dalam kegiatan presentasi kelas pada siswa kelasXI MAS Bahrul Uluum Al-Kamal dalam hal pemilihan katadan cara berdiskusi yang santun. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Menggunakan teknik rekam danteknik simak dan catat. Menggunakan model analisis interaktif. Penentuan penyimpangan dan pematuhan prinsip kesantunan berbahasa didasarkan pada indikator kesantunan berbahasa yang diturunkan dari teori Leech. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pentimbangan pada prinsip kesantunan berbahasa dalam kegiatan presentasi kelassiswa kelas XI MAS Bahrul Uluum Al-Kamal sebanyak 13 tuturan,sedangkan pematuhannya sebanyak 12 tuturan. Data penyimpangan prinsip kesantunan berbahasa berupa penyimpangan satu maksim dan dua maksim sekaligus dalam satu tuturan.Data penyimpangan prinsip kesantunan berbahasa satu maksim terdiri dari maksim kebijaksanaan, penerimaan, kemurahan dan kesimpatian. Penyimpangan dua maksim terdiri atas penyimpangan maksim penerimaan dan kesimpatian, maksim penerimaan dan kerendahan hati, serta maksim kebijaksanaan dan kemurahan.Sementaraitu, data pematuhan prinsip kesantunan berupa pematuhan satu maksim dan dua maksim sekaligus dalam satu tuturan terdiridarimaksim kebijaksanaan, kemurahan, dan kecocokan. Pematuhan dua maksim terdiri atas maksim kebijaksanaan dan kecocokan, maksim kebijaksanaan dan kemurahan, maksim kebijaksanaan dan penerimaan, serta maksim penerimaan dan kecocokan.
Dekonstruksi, 2021
This article is an introduction to deconstruction. It must be admitted that we cannot understand deconstruction fully. To be precise, we only can describe it by using the other word or text. That is why this article is just an introduction or just another way to say it. "Deconstruction" itself is a disclosure about the reality of the text. Text, says the tradition of West philosophy, is a representative of the world. Therefore, we can understand the world fully using texts. Jacques Derrida (1930-2004) the founder of deconstruction does not agree with that notion. For him, the word or text cannot describe the world fully. The text needs to be deconstructed in its ways to present the world. In this framework, Derrida shows us even "deconstruction" itself cannot be present using any words or texts. Abstrak Artikel ini adalah sebuah pengantar kepada dekonstruksi. Harus diakui bahwa kita tidak dapat memahami apa itu dekonstruksi secara utuh. Tepatnya, kita hanya dapat menggambarkannya melalui kata atau teks yang-lain. Itulah mengapa artikel ini hanyalah sebuah pengantar atau hanya sebuah cara yang-lain untuk mengatakannya. "Dekonstruksi" itu sendiri adalah sebuah penyingkapan tentang realitas dari teks. Teks, sebagaimana dikatakan oleh tradisi filsafat Barat, adalah sebuah representasi dari dunia. Sebab itu, kita dapat memahami dunia secara utuh melalui teks. Jacques Derrida (1930-2004) pencetus dekonstruksi tidak setuju dengan gagasan itu. Baginya, kata atau teks tidak dapat menjelaskan dunia secara utuh. Teks perlu untuk didekonstruksi dalam usahanya untuk menjelaskan dunia. Dalam kerangka inilah, Derrida hendak menunjukkan kepada kita bahwa "dekonstruksi" itu sendiri tidak dapat dijelaskan menggunakan kata atau teks.
Teori Sosial Kontemporer, 2018
Jacques Derrida dikenal sebagai filsuf yang kontroversial dari Prancis dengan pemikirannya mengenai bahasa dekonstruksi. Dipengaruhi oleh Edmund Husserl dan Ferdinand de Saussure, karya pertamanya adalah melakukan terjemahan pada karya Husserl “The Origin of Geometry”. Lahir di Aljazair pada tanggal 15 Juli 1930 dan pindah ke Prancis pada tahun 1949 hingga mengakhiri hidupnya di Prancis pada tahun 2004. Dengan gelar doctor honoris causa di Universitas Cambridge, pemikirnnya mengenai bahasa dekonstruksi berpengaruh besar terhadap perkembangan era sekarang ini. K
This brief paper is an introduction to understanding the concept of deconstruction by Jacques Derrida.
2020
ABSTRAK. Arsitektur merupakan bidang ilmu yang akan terus mengalami perkembangan dari masa ke masa. Perkembangan tersebut melahirkan banyak aliran atau gaya dari Arsitektur itu sendiri. Salah satu gaya yang menyita perhatian dengan banyaknya pro dan kontra terkait gayanya yang tidak biasa, adalah Arsitektur Dekonstruksi. Gaya tersebut terinspirasi oleh dua peristiwa yang sedang popular pada waktu itu yaitu paham deconstruction Derrida terkait tata bahasa dan gerakan Konstruktivisme di Rusia di bidang seni rupa. Gaya yang tidak biasa pada Arsitektur Dekonstruksi bisa diketahui melalui konsepnya. Dalam telaah konsep Arsitektur Dekonstruksi ini menggunakan metode analisis terhadap isi dari pandangan, komentar, umpan balik dan pemikiran mengikuti taktik dari studi kualitatif. Studi analisis dilakukan pada karya-karya Daniel Libeskind, Zaha Hadid dan Frank O. Gehry. Telaah tersebut mengarahkan pada satu benang merah yaitu setiap tokoh-tokoh Arsitektur dekonstruksi sama-sama tidak mau ter...
Dekonstruksi
Artikel ini akan menunjukkan cara memahami keadilan dari sudut pandang dekonstruksi. Sumber utamanya adalah makalah Derrida berjudul Force of Law: The “Mystical Foundation of Authority” (1989). Pada makalah itu, Derrida tidak menjelaskan tentang ketiadaan dari keadilan atau ketidakadilan hukum, tapi menunjukkan perbedaan antara keadilan dan hukum. Oleh karenanya, keadilan merupakan sebuah kemustahilan untuk dikalkulasi dalam cara apapun, tapi di satu sisi keadilan bisa menjadi sebuah kemungkinan di dalam hukum. Untuk itu, artikel ini ditulis bukan hanya untuk mereka yang mempelajari filsafat secara formal maupun informal, tapi juga untuk pembelajar maupun praktisi di bidang hukum.
Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.
Sintaks: Jurnal Bahasa & Sastra Indonesia
Pangkaja: Jurnal Agama Hindu
Pustabiblia: Journal of Library and Information Science
DOAJ: Directory of Open Access Journals - DOAJ, 2013
Journal de Jure, 2010
Konferensi Muktamar pemikiran Islam Kontemporer, 2010
Artikel [PPT] Teologi - Apologetik, 2021
Journal of Architectural Design and Development
JOURNAL OF CONTEMPORARY INDONESIAN ART