Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
2019, Sadar Wisat: Jurnal Pariwisata
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui filosofi, sejarah, budaya, cara membuat, dan memperbaharui kemasan Sapitan yang merupakan salah satu kuliner di Pekalongan agar dapat dikenal oleh masyarakat luas. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dengan melakukan wawancara kepada pemerintah, masyarakat, dan pembuat sapitan. Lalu membuat reduksi data dengan cara membuat abstraksi. Dari penelitian ini ditemukan kalau sapitan tercipta antara akhir abad 18 atau awal abad 19. Sapitan tercipta karena pengaruh budaya dari Yogyakarta karena rasanya yang cenderung lebih manis. Sapitan merupakan perubahan dari makanan Yogyakarta yang bernama sanggar. Yang merupakan salah satu makanan yang digemari oleh Rajaraja jaman dulu yang menjadi kegemaran Sri Sultan Hamengkubuwono VIII hingga Sri Sultan Hamengkubuwono X. Nama sapitan memiliki arti daging yang dijepit, dan menggunakan batang pepaya sebagai penguncinya yang memiliki arti sebagai tolak bala. Dengan memperbaharui kemasan sapitan menjadi lebih kekinian diharapkan dapat meningkatkan daya belinya. Agar dikenal secara luas dan banyak dikonsumsi sampai ke luar Kota Pekalongan. Karena sapitan merupakan salah satu makanan khas Pekalongan yang perlu dipertahankan budayanya untuk mempertahankan kearifan budaya lokal.
Nyadran merupakan salah satu tradisi yang mengalami perubahan ketika ada faktor tertenu yang masuk. Banyaknya penganut Agama Islam yang berada di Pekalongan turut membawa nuansa Islami dalam salah satu tradisi disana termasuk nyadran. Perubahan yang ada sampai sekarang merupakan bentuk manifestasi dari masuknya ajaran Islam. Dari manifestasi ini kita dapat menggali bagaimana persfektif Islam yang memengaruhi tradisi nyadran di daerah Pekalongan.
Lisiyabadri0212li
Penelitian ini membahas tentang kerapan sapi yang menjadi tradisi lokal masyarakat Madura. Tujuan penelitian ini sedikit banyak memaparkan tentang tradisi lokal kerapan sapi yang menjadi budaya tradisi dikalangan masyarakat Madura. Permasalahan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimana kerapan sapi menjadi tradisi dan budaya untuk mempererat solidaritas di Madura. Untuk penelitian ini termasuk dalam penelitian kepustakaan dengan metode kualitatif-deskriptif serta dilakukan secara bertahap. Dari hasil penelitian ini, ditemukan bahwa kerapan sapi merupakan pelestari tradisi dan budaya dari daerah Madura. Kerapan sapi masih terus bertahan hingga saat ini karena Budaya Kerapan Sapi dapat menciptakan solidaritas dan kasusnya kerapan sapi, bertempatan di Sumenep Madura. Atraksi budaya ini lahir dari tradisi petani dan mulai digemari masyarakat Madura kemudian menjadi atraksi wisata yang menarik di masyarakat Madura. Karapan sapi merupakan pagelaran unik yang masih terjaga sampai sekarang. Even ini menjadi ikon Madura dan atraksi wisata yang menarik perhatian turis lokal maupun mancanegara. Kerapan sapi ini tak sekedar perlombaan, tetapi juga mengandung nilai nilai luhur dalam kehidupan bermasyarakat. Seperti kerja keras, kerjasama, sportivitas, persaingan dan ketertiban.
2014
Penelitian ini mengungkapkan tentang budaya Kerapan Sapi Madura sebagai salah satu Budaya asli Madura yang penting untuk dilestarikan. Budaya Kerapan Sapi masih terus bertahan hingga saat ini karena Budaya Kerapan Sapi dapat menciptakan solidaritas. Proses terbentuknya solidaritas dalam Budaya Kerapan Sapi melalui unsur-unsur tertentu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses terbentuknya Modal Sosial masyarakat Madura. Teori yang digunakan dalam penelitian ini meliputi teori sosial-kapitalis dengan paradigma humanistik, teori nilai budaya dengan paradigma sosial sains dan teori dampak sosial dengan paradigma sosial.Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain penelitian studi kasus. Hasil penelitian ini adalah Budaya Kerapan Sapi sebagai modal sosial masyarakat Madura dapat terbentuk melalui 3 aspek penting, yaitu pertama, aspek penyelenggaraannya yang terbagi atas tiga tahapan yaitu persiapan, pelaksanaan, dan setelah pelaksanaan. Kedua, aspek pihak yang terlibat yang meliputi: pemilik sapi kerapan, joki, pengibar bendera besar, dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bangkalan. Ketiga aspek kepentingan yang terbagi atas empat kepentingan inti yaitu: kepentingan sosial, kepentingan ekonomi, kepentingan politik dan kepentingan budaya. Simpulan dari penelitian ini bahwa Budaya Kerapan Sapi dapat menciptakan solidaritas sebagai modal sosial melalui unsur-unsur yang terbentuk dari proses yaitu unsur dari tindakan, unsur dari perilaku, unsur dari simbol, dan unsur dari perkataan.
Sabda : Jurnal Kajian Kebudayaan, 2017
Munggah molo has become a tradition fulled by symbols and meanings. This anthropology-linguistics research reveals the symbols and meanings that have been grown in Pekalongan. The symbols in munggah molo tradition have an importan social function, particularly in composing social harmony of Pekalonganese. This harmony is not only valid for Javanese community of Pekalongan, but also for other communities like Chinese and Arabic ethnic. That is why it is very interesting Kata Kunci: Munggah Molo, simbol, makna dan harmonsasi sosial PENDAHULUAN Bagi masyarakat Jawa pada umumnya, simbolisasi atau perlambang dalam sistem tata kehidupan manusia seperti sudah menjadi bagian tak terpisahkan. Ia sudah menjadi kebudayaan dan sistem nilai dalam kehidupan masyarakat. Kebudayaan yang menurut Ruth Benedict bermakna pola-pola pemikiran serta tindakan tertentu yang terungkap dalam aktifitas, sehingga pada hakekatnya kebudayaan itu adalah way of life, cara hidup tertentu yang memancarkan identitas tertentu pula pada suatu bangsa. Sedangkan menurut Koentjaraningrat, kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 1986: 180) Salah satu wujud peninggalan kebudayaan adalah upacara tradisional, di masyarakat manapun termasuk jawa selalu terdapat upacara-upacara adat atau tradisi tertentu yang dilakukan. Upacara yang dimaksud adalah suatu kegiatan yang dimaksudkan untuk memperingati suatu peristiwa atau momen tertentu. Dan di dalam upacara tersebut selalu terlihat penggunaan simbol-simbol untuk mengungkapkan rasa budayanya. Simbol memiliki peranan yang penting dalam sebuah upacara, ia bisa berfungsi sebagai alat penghubung antar sesama manusia juga bisa befungsi sebagai penghubung antar manusia dengan benda dan antar dunia nyata dengan dunia gaib (Purwadi, 2005: 126). Karena itu simbol-simbol sebagai perlengkapan upacara, yang diwujudkan dalam bentuk sesaji merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sebuah tradisi upacara. Karena itu kesalahan atau kekurangan perlengkapan ini akan mengakibatkan kurang sahnya atau kurang afdlalnya upacara, karena akan mengakibatkankan maksud dan tujuan penyelenggaraan upacara tidak tercapai. Sebagai makhluk spiritual, manusia selalu berusaha mencari jalan untuk berhubungan dengan alam "yang lain". Karenanya sesaji yang diberikan itu adalah media yang mengandung arti bahwa manusia sebenarnya ingin berkomunikasi dengan Tuhan, Dewa atau makhluk halus penghuni alam gaib lainnya (Purwadi, 2005: 103). Hampir seluruh aktifitas masyarakat jawa, dipenuhi dengan tradisi-tradisi simbolik yang sarat dengan makna kearifan lokal (local wisdom). Dari awal kehidupan seorang
AL-MURABBI: Jurnal Studi Kependidikan dan Keislaman
Criticism of modernists who think negatively of the Selametan tradition, it is necessary that positive spiritual values be reappeared in the Selametan series and tradition. The "Sapparan" tradition carried out by the majority of rural Muslim communities in Probolinggo district is a religious tradition that has been passed down from generation to generation as a form of cultural acculturation from the ancestors. The "Sapparan" tradition is expected to be a solution in creating a harmonious and peaceful Muslim community in Probolinggo Regency. The "Sapparan" tradition is also a means of maintaining and developing Islamic traditions that still exist today. The purpose of this research is to reveal; The first is the "Sapparan" tradition as a form of acculturation of culture and Islam. Second, the function of the "Sapparan" tradition in the life of the people of Probolinggo Regency. The research method used in this research is a qualitative research method through a phenomenological approach. The results (findings) of this study are first, the "Sapparan" tradition is a religious tradition for the Muslim community as a form of acculturation of culture and Islam. Second, as a means of friendship between villagers who teach togetherness and harmony and create peace. Third, as a community Islamic motivation, the implementation is only once a year, in which there are readings of istighosah, tahlil, sholawat julus, sholawat qiyam and prayer for the month of shofar with the aim of being given safety and launching fortune by Allah SWT.
Dwihidayati Retno M., 2021
2021
Thetradition of angonan sapeh cooperation is common among the people of the Larangan Luar Pamekasan Village. This traditionis still well maintained until now, because in it there are noble values, namely the attitude of helping and brotherhood. The purpose of this study is to find out the tradition of angonan sapeh cooperation carried out by the people of Larangan Luar Pamekasan Village in a fiqh perspective. This study uses a qualitative approach with the research subject being the people of Larangan Luar Village who collaborate with angonan sapeh. Data collection techniques using interviews and documentation. The data collected was then analyzed using a descriptive method. The results of the study show that the people of Larangan Luar Village not only view the angonan sapeh tradition as only business cooperation, but the reareal so values of mutual help and brotherhood. This tradition is in accordance with fiqh, withusing a contract.Tradisi kerjasama angonan sapeh sudah lumrah dil...
Buletin HABA No. 94 Tahun 2020, 2020
Perang seringkali menjadi sebuah momok menakutkan bagi kita yang kini tengah menikmati manisnya masa-masa kemerdekaan. Ketika mendengar kata perang, mungkin akan terbayang dalam benak seseorang bangunan yang hancur lebur, mayat bergelimpangan, hingga situasi kekacauan yang tidak dapat dibayangkan. Perang secara sederhana dimaknai sebagai aksi saling menghancurkan di antara dua pihak, baik individu maupun kelompok untuk melindungi atau memenangkan suatu objek yang dipertentangkan. Objek yang dipertentangkan tidak hanya berupa harta benda tetapi juga pemikiran, ide, status, kepemilikan tanah, dan lain-lain.
Jurnal Sosiologi Dialektika Sosial, 2022
The ritual that is still practiced by many farmers in Java, in particular, is the wiwit ritual. The Wiwit ritual is carried out to start the planting period and start the harvest period. The problems studied in this paper explain how the Wiwit tradition is organized, what values and rationality are attached to the Wiwit tradition, and what changes have occurred to the Wiwit tradition. The data collection method uses a literature study, where the authors collect data by examining previous studies that are still related. The results showed that the majority of subsistence agriculture was applied by traditional farmers with the main commodity of rice plants still applying the Wiwit tradition. The values that underlie the Wiwit tradition are; religious values to reject evil, prevent bad things, thanksgiving to God and the earth; Ecological Values, with concern for agriculture and the environment; Social values with the existence of alms, friendship, sharing, and mutual respect. However, when there is a change in the Wiwit tradition, some community members are starting to be inconsistent with the Wiwit ceremony, changing the type of food and reducing the number of ceremonies or rituals performed.
The caffeine contained in coffee powder processed traditionally taken in Kerinci can be isolated, crystallized and made into a caffeine salicylate. Isolation of caffeine conducted through the coffee powder with water extraction, fractionation with methylene chloride, and crystallized using acetone and petroleum ether. The crystallization process is obtained of caffeine powder which is then reacted with salicylic acid, caffeine salicylate formed by using the solvent toluene and petroleum ether. Identification of caffeine powder and caffeine salicylate include: organoleptic, melting range, color reaction, the ultraviolet spectrum, infrared spectrum and thin layer chromatography. The identification caffeine results meet the requirements listed in the Indonesian Pharmacopoeia V edition of 2014. The results of determining the wavelength of maximum absorption of caffeine powder isolation results was 276 nm, caffeine salicylate 243 & 307 nm. Rf values obtained from thin layer chromatography test for caffeine is 0.30 and caffeine salicylate 0.36. ABSTRAK Kafein yang terkandung dalam bubuk kopi olahan tradisional yang diambil di Kerinci dapat diisolasi, dikristalisasi dan dibuat menjadi kafein salisilat. Isolasi kafein dilakukan melalui proses ekstraksi bubuk kopi dengan air, fraksinasi dengan metilenklorida, dan dikristalisasi menggunakan aseton dan petroleum eter. Dari proses kristalisasi diperoleh serbuk kafein, yang selajutnya direaksikan dengan asam salisilat membentuk kafein salisilat dengan menggunakan pelarut toluen dan petroleum eter. Identifikasi serbuk kafein dan kafein salisilat meliputi: organoleptik, jarak lebur, reaksi warna, spektrum ultraviolet, spektrum inframerah dan kromatografi lapis tipis. Hasil identifikasi kafein memenuhi persyaratan yang tertera dalam Farmakope Indonesia edisi V tahun 2014. Hasil penentuan panjang gelombang serapan maksimum serbuk kafein hasil isolasi adalah 276 nm, kafein salisilat 243 & 307 nm. Nilai Rf yang didapat dari pengujian kromatografi lapis tipis untuk kafein adalah 0,30 dan kafein salisilat 0,36.
2019
Konteks kultural dalam tradisi nyawer panganten di wilayah Priangan Timur merupakan budaya rangkaian adat pernikahan Sunda yang menjadi suatu kemeriahan prosesi pernikahan di masayarakat khususnya Priangan Timur. Selain itu, nyawer panganten juga mampu menciptakan suasana hangat dan akrab di antara keluarga kedua mempelai. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis praktik wacana dan praktik sosial terkait konteks kultural dalam tradisi nyawer panganten di wilayah Priangan Timur. Jenis penelitian ini adalah kualitatif desriptif. Data penelitian bersumber dari kawih yang dibawakan oleh juru kawih dalam prosesi nyawer panganten. Sedangkan datanya adalah penggalan-penggalan kata, frasa, kalimat, dan makna wacana. Data penelitian ini dikumpulkan dengan metode simak dan teknik catat data. Selanjutnya data yang telah terkumpul dianalisis dengan menggunakan teori analisis wacana kritis Teun A. van Dijk meliputi analisis teks, kognisi sosial, dan analisis sosial. Dimensi teks peneliti simpul...
Putra, Dharma Kelana; Badri, Amrul. 2022. Warisan Budaya Takbenda di Kabupaten Aceh Singkil - Seri Makanan Tradisional. Banda Aceh: Balai Pelestarian Nilai Budaya Provinsi Aceh, 2022
Journal Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
This article aims to discuss the reasons for the community to carry out the Ketupat and Serabi Salvation during the Covid-19 pandemic, the process of implementing the Ketupat and Serabi Salvation, and public opinion about the implementation of the Ketupat and Serabi Salvation. The research method used is qualitative with a descriptive approach. The reason people carry out the Ketupat and Serabi Salvation during the Covid-19 pandemic because there are many victims who died because of this outbreak. The process of implementing the Ketupat and Serabi Salvation is make seven pieces of Ketupat and Serabi then pray individually or together in the prayer room or mosque. Ketupat and serabi that have been prayed for are consumed by all family members so that they are given safety and health by God. The implementation of the Ketupat and Serabi Salvation in Sidorenggo Village, Ampelgading District, Malang Regency during the Covid-19 pandemic is a form of public trust in a tradition of Ketupat ...
Fajar Historia: Jurnal Ilmu Sejarah dan Pendidikan, 2021
Lokal history content is always neglected from the national stage as seen in the history learning textbooks presented to student. The narrative that is told is a Javanese historical narrative, causing jealousy among student. One of the lokal traditions that can be used as a source for learning local history is the Saprahan tradition in West Kalimantan. This study aims to find out the history of the Saprahan tradition, the values of local wisdom in the Saprahan tradition that can be integrated into history learning, and to make the Saprahan tradition an alternative source of learning local history. The method used in this research is a qualitative method. The results showed that the Saprahan tradition is one local the local traditions that can be used as a local of local history. The existence of the Saprahan tradition is important because it is a form of local of lokal culture with Islamic culture in West Kalimantan. The local of local wisdom contained in the Saprahan tradition incl...
Desain kemasan yang dikembangkan oleh industri barang rumah tangga harus memiliki banyak keunggulan untuk dapat menarik perhatian konsumen baik domestik maupun mancanegara. Keunggulan itu ditunjang oleh riset yang memadai untuk dapat menghasilkan desain yang menarik. Sebagai contohnya, baru-baru ini Unilever sebagai industri barang rumah tangga terbesar ketiga di dunia meluncurkan desain yang sangat unik untuk kemasan pasta gigi Pepsodent edisi spesial HUT NKRI ke-72, yakni dengan mengusung motif kain tradisional untuk merayakan kekayaan ragam budaya Indonesia yang disatukan melalui senyuman yang merupakan kekuatan dan jati diri khas Bangsa Indonesia. Dalam konteks kebudayaan, batik, tenun ikat, dan songket merupakan warisan budaya nusantara yang mempunyai nilai dan perpaduan seni yang tinggi, sarat dengan makna filosofis dan simbol penuh makna yang memperlihatkan cara berpikir masyarakat pembuatnya. Batik adalah kerajinan budaya Indonesia khas pulau Jawa, sedangkan tenun ikat khas pulau Kalimantan dan songket adalah kerajinan khas pulau Sumatera. Kemasan merupakan wadah pelindung untuk suatu produk. Makna kata kemasan berdasarkan kamus bahasa Indonesia adalah bungkus atau pelindung, dari kata kemas yang kurang lebih artinya rapi atau bersih, jadi kemasan dapat diartikan sebagai benda yang digunakan untuk membungkus atau untuk melindungi suatu barang agar terlihat rapi. Tidak semua kemasan dapat menarik perhatian konsumen secara penuh karena persamaan dan perbedaan pada kemasan produk yang satu dengan produk lainnya. Seringkali konsumen memutuskan sebuah pembelian dengan melihat pada kemasannya terlebih dahulu, baik dari imagery, brand value, product funcionality, maupun inovasi pada kemasan tersebut. Maka dari itu, desain kemasan adalah salah satu dari sekin banyak hal yang harus menjadi pertimbangan strategis di ketiga elemen Positioning – Diferensiasi-Brand pada suatu produk. Beberapa produk mampu berkembang dengan baik di benak konsumen karena keberhasilannya dalam membuat ruang di pikiran konsumen melalui komunikasi visual. Konsumen dapat dirangsang perhatiannya dengan memanfaatkan 80% daya tarik visual atau sesuatu yang terlihat. Artinya memanfaatkan warna, bentuk, ilustrasi, dan merek adalah cara efektif untuk memikat konsumen. Untuk itu, penonjolan visual pada kemasan produk perlu dilakukan, misalnya dengan menggunakan unsur visual yang berbeda dan menarik. Budaya merupakan salah satu unsur menarik yang memiliki daya tarik tersendiri. Salah satu budaya di Indonesia adalah kain tradisional khas Indonesia, diantaranya adalah batik, tenun ikat, dan songket. Batik, tenun ikat, dan songket memiliki berbagai macam motif yang berbeda pada tiap daerah. Penggunaan visual batik, tenun ikat, dan songketumumnya ditemui pada baju, rok, bisa juga pada bendera atau hiasan dinding (yang umumnya ada
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2019, 2019
This study aimed to investigate the effect of feed based on palm oil by-products to the chemical and physical qualities of male Bali cattle meat. Fifteen male Bali Cattle were kept in individual pen for four month and divided into three groups of feed treatment. The first was feed based on palm oil byproducts (A), feed used palm oil byproduct with fattening approached (B) and fattening feed (C); at the end of the study, all the animals were slaughtered and the quality of meat was observed. The parameters on this study were chemical and physical qualities of meat, namely moisture content (MC), crude fat (CF), water holding capacity (WHC) and cooking loss (CL). The observed data were analyzed using a Completely Randomized Complete Design and followed by the Duncan's Multiple Range Test (DMRT). The feed treatments did not influence MC, WHC and CL but influenced (P<0.05) on FC. The highest FC was on treatment C (4.012%), it was different (P<0.05) with treatment A (2.340%) and B (3.12%). It was concluded that using maximum palm oil byproduct on male Bali cattle feed did not influence chemical and physical qualities of the meat except the fat content.
Paternus Eka Nugraha, 2020
Sekaten merupakan tradisi yang dilakukan oleh kalangan keluarga Kraton Yogyakarta dan masyarakat Yogyakarta. Tradisi ini dilaksanakan oleh masyarakat Jawa untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad. Di kalangan umum, peringatan kelahiran Nabi Muhammad tersebut dikenal dengan nama Maulid Nabi. Tradisi Sekaten ini ditutup dengan tradisi Grebeg Maulud.
Abdihaz: Jurnal Ilmiah Pengabdian pada Masyarakat, 2021
Intercropping between Corn and Cayenne Pepper as Processed Farmers in Kabawetan The partner's land is in Kabawetan Village, Kepahiang Regency and has not been used optimally. It is suitable for intercropping between corn and cayenne pepper. How to cultivate partner land to be more productive was the goal of the activity. The method was a community assistance model through training and workshops. The result was an intercropping system was carried out through: 1) land processing, 2) seedling, 3) planting, 4) fertilization, 5) taking care the plants, and 6) harvesting. The production costs consisted of 1) seeds for an area of 12 m x 20 m wass 550.000 IDR, labor for 3 working day was 240,000 IDR, 15 sacks of fertilizer were 300,000 IDR, and mulch was 600,000 IDR. The corn was harvested every 3 months, while the cayenne pepper was harvested every 15 days. The cultivation system setup for 7 years with the used capital was 1,690,000 IDR. The corn planting started from the left side of ...
Sabda : Jurnal Kajian Kebudayaan, 2017
Initially the tradition of popokan is the original tradition of Sendang village. It is developed into a unique tradition in Semarang Regency. The tradition is not only limited to the tradition of mud war among villagers of Sendang Village, but also modified with various processions in the form of cleaning wells or water sources, tumpengan (food offering), carnival and popokan war. Popokan tradition is an expression of gratitude to God the Almighty as the Ruler of the Universe, in order to keep away from various disasters and calamities. This tradition is also an expression of artistic ability and creativity of citizens, especially after the Tourism Office of Semarang Regency manages it in order to preserve local wisdom from the tradition of the local ancestors.
Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.