Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
Penyakit Jantung adalah setiap kondisi yang menyebabkan gangguan terhadap jantung. Diantaranya adalah penyakit jantung koroner, aritmia dan penyakit jantung bawaan (Mayo Clinic, 2014). Sedangkan istilah penyakit jantung dan pembuluh darah (penyakit kardiovaskular) adalah setiap kondisi yang disebabkan karena adanya penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah yang dapat menyebabkan serangan jantung, nyeri dada atau stroke. Kondisi lainnya dapat berupa gangguan otot jantung, katub jantung, irama jantung atau gangguan di pembuluh darah perifer (Mayo Clinic, 2014). Penyakit jantung koroner merupakan penyakit kardiovaskular terbanyak yang menyebabkan kematian di dunia, yaitu 7.2 juta orang per tahun atau 41% dari kasus penyakit kardiovaskular (World Heart Federation, 2010). Penyakit jantung koroner inilah yang dapat berkembang menjadi Acute Coronary Syndrome. Tulisan ini membahas mengenai manajemen ACS dari perspektif perawat sebagai salah satu tim untuk penanganan kasus ACS
Perjalanan alami dari Infark Miokard Akut (IMA) sukar ditentukan dengan beberapa alasan : kejadian infark tanpa keluhan yang umum terjadi, angka kematian karena penyakit koroner akut diluar rumah sakit, dan bervariasinya metode yang digunakan dalam mendiagnosis penyakit ini. Penelitian pada beberapa kelompok masyarakat menunjukkan secara konsisten bahwa fatalitas dari serangan jantung akut pada bulan pertama sebesar kira-kira 50% dan setengah dari kematian yang ada terjadi kira-kira pada 2 jam pertama. Mortalitas yang tinggi ini tampaknya sedikit berubah selama 30 tahun terakhir. Kebalikan dengan angka mortalitas di masyarakat, terdapat penurunan yang nyata pada angka kematian penderita yang dirawat di rumah sakit. Seiring pengenalan adanya unit rawat jantung di tahun 1960, mortalitas di rumah sakit berkisar antara 25-30%. Penelitian lanjutan tentang mortalitas pada era pre-trombolitik pertengahan tahun 1980 menunjukkan kematian rata-rata 18%. Angka mortalitas pada bulan pertama telah dapat diturunkan, akan tetapi tetap tinggi meskipun obat trombolitik dan aspirin digunakan secara luas. Maka, pada penelitian MONICA ( monitoring trends and determinants in cardiovascular disease ) akhir-akhir ini di 5 kota, kematian pada hari ke-28 adalah 13-27%. Penelitian lain melaporkan angka kematian dalam 1 bulan sebesar 10-20% .
Journal of Health Sciences
The role of nurses in the early identification and treatment on Acute Coronary Syndrome. Introduction : Acute Coronary Syndrome ( ACS ) is an emergency in the coronary arteries . Nurses are very necessary to provide treatment of acute coronary syndrome accurately and precisely both prehospital and intrahospital . Methods: The literature search from April 2006 through April 2016 in MEDLINE, NCBI, CINAHL using key words : Acute Coronary Syndrome, treatment and does not restrict the research sampling. Results: Based on the literature review 10 obtained the enforcement of early diagnosis of ACS should be done immediately, which can be done by looking of three criteria: chest pain, ECG changes and sign biochemical (biomarker serum). Discussion: The nursing care must have role in the management of ACS. Therefore the quality of care given depends on the knowledge and skills of nurses both prehospital and intrahospital
Jurnal Keperawatan Abdurrab
ABSTRAK Acute coronary syndrome (ACS) merupakan penyakit yang mengancam kehidupan apabila tidak ditangani dengan cepat. Tindakan yang diberikan oleh keluarga kepada pasien ACS dengan tujuan mengurangi keluhan pada pasien yang menyebabkan penundaan untuk datang ke pelayanan kesehatan akan memperburuk keadaan pasien. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui analisis tindakan keluarga dalam menangani pasien ACS pre hospital di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau. Rancangan penelitian adalah kuantitatif deskriptif dengan jumlah populasi 119 dan sampel 34 orang dengan teknik consecutive sampling. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner dan dianalisis secara univariat. Hasil penelitian ini berdasarkan jumlah tindakan didapatkan 14 orang (41,2%) yang melakukan satu tindakan, dengan tindakan terbanyak adalah istirahat dan segera dibawa ke rumah sakit. Dengan penelitian ini diharapkan keluarga mampu melakukan tindakan yang tepat dengan mengistirahatkan pasien dan segera membawa pa...
Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences, 2018
Pemakaian obat yang cukup banyak atau disebut polifarmasi pada pasien acute coronary syndrome dapat menyebabkan terjadinya Drug Related Problems (DRPs). Analisis DRPs perlu dilakukan untuk mengoptimalkan terapi yang diberikan. Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui karakteristik dan jumlah kejadian DRPs pada pasien acute coronary syndrome. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian observasional. Data diambil secara prospektif dengan mencatat rekam medik pasien dan dianalisis secara deskriptif. Kriteria inklusi adalah pasien acute coronary syndrome, dewasa, dan rawat inap di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda dalam rentang periode Agustus-Oktober 2018. Hasil penelitian menunjukkan analisis DRP’s yang ditemukan yaitu indikasi tanpa obat (13,33%), overdose (3,33%), adverse drug reaction (20%) dan drug interactions (80%).
ABSTRAK Depresi dan cemas merupakan dua kondisi yang banyak terjadi pada pasien dengan sindrom koroner akut, dimana keduanya dapat memberikan dampak kardiovaskuler yang buruk. Meskipun prevalensinya cukup tinggi, sebagian besar kasus masih belum tertangani dengan baik. Mekanisme yang mendasari hubungan depresi dan cemas terhadap timbulnya dampak kardiovaskuler yang buruk kemungkinan berkaitan dengan pengaruhnya terhadap proses inflamasi, pelepasan katekolamin, variabilitas denyut jantung, fungsi endotel, serta terhadap perilaku menjaga kesehatan pasien. Untungnya, terapi standar yang tersedia saat ini tergolong aman, efektif serta dapat ditolerir dengan baik oleh sebagian besar pasien. Kata Kunci: sindrom koroner akut, depresi, cemas ABSTRACT Depression and anxiety are two conditions that common happened in patient with acute coronary syndrome which can cause negative cardiovascular outcomes. Although the prevalencies of these two conditions are slightly high, most of them had not b...
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Keperawatan, 2016
Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian nomor satu secara global. Salah satu penyakit kardiovaskuler adalah acute coronary syndrome (acs)). salah satu faktor risiko acs adalah perubahan dari kadar lipid yaitu kolesterol total, LDL, HDL dan Trigliserida yang dikaitkan dengan pembentukan plak aterosklerosis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan klasifikasi sindrome koroner akut dengan nilai lipid profile di RSUDZA Banda Aceh. Jenis penelitian deskriptif dengan desain retrospectif study dengan teknik pengumpulan data purpose sampling. Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 11 sampai dengan 12 Agustus 2016 terhadap 90 pasien yang memiliki nilai lipid profile di ruang perawatan bedah jantung dan cath lab dan ruang Geulima 2 RSUDZA. Alat ukur yang digunakan adalah lembar isian dengan teknik observasi dan menggunakan analisis ANOVA untuk mengetahui perbedaan. Hasil penelitian klasifikasi acute cornary syndrome dengan kolesterol total menunjukkan p value 0,007 berarti ada perbedaan yang signifikan, hasil penelitian klasifikasi acute coronary syndrome dengan nilai LDL menunjukkan p value 0,328 berarti tidak ada perbedaan, hasil penelitian klasifikasi acute coronary syndrome dengan nilai HDL menunjukkan p value 0,312 berarti tidak ada perbedaan, hasil penelitian klasifikasi acute coronary syndrome dengan nilai trigliserida menunjukkan p value 0,743 berarti tidak ada perbedaan. Disarankan kepada perawat bahwa nilai lipid profile tidak berdampak pada kejadian dari acute coronary syndrome dikarena onset serangan berbeda dan riwayat penggunaan obat-obatan sehingga perlu penanganan yang cepat dan tepat.
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah : Bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma bronchiale.
NStemi merupakan penyakit kekritisan yang membutuhkan penanganan segera. Oleh karena itu diperlukan sebuah panduan (guidance) yang mempunyai bukti klinik dalam penanganan penyakit ini. Berikut merupakan pembahasan tentang beberapa guideline yang diterapkan di Indonesia dan yang terbaru di dunia pengobatan internasional. Kami menganaisa dua guideline Nstemi dari ESC dan AHA serta membandingkan dengan guideline yang terdapat dan diterapkan di Indonesia
Resmi Dinanti, 2020
Abstrack Gagal jantung merupakan suatu kondisi dimana jantung mengalami ketidakmampuan dalam memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan sirkulasi di dalam tubuh. Gagal jantung ini memiliki dua klasifikasi yaitu gagal jantung akut dan kronik. Gagal jantung ini biasanya disebakan oleh adanya peningkatan beban kerja jantung ataupun adanya hambatan pada pengisian jantung yang menyebabkan terjadi gagal jantung. Patofisiologi pada gagal jantung akut ini sendiri dibagi menjadi tiga tahapan. Manifestasi klinis yang biasanya muncul yaitu dispnea, takikardia, adanya bunyi jantung ¾, edema tungkai, batuk, dan juga tekanan darah rendah. Adapun pemeriksaan lanjut dari gagal jantung ini meliputi elektrokardiografi, rontgen dada, ekokardiografi, dan pemeriksaan laboraturium. Diagnosa yang biasanya muncul pada pasien dengan gagal jantung akut ini meliputi penurunan curah jantung, nyeri, pola napas tidak efektif, kelebihan volume cairan, dan intoleransi aktivitas.
Journal of Health, Education and Literacy
Abstrak Penyakit jantung koroner secara klinis ditandai dengan nyeri dada akibat sumbatan di arteri coroner. Akupresur merupakan bagian terapi komplementer yang mampu meningkatkan kadar endorfin untuk merangsang penurunan nyeri. Pelaksanaan evidence based nursing akupresur ini diberikan pada 8 pasien dengan teknik pemilihan purposive sampling. Instrument penerapan menggunakan skala penilaian nyeri visual analog scale. Penerapan akupresur diberikan selama 20 menit pada titik akupresur L14 dengan skala nyeri 0 sampai 5. Hasil dari 8 sampel yang diberikan akupresur semua pasien mengalami penurunan skala nyeri. Penekanan atau sentuhan pada titik akupresur dapat meningkatkan kadar endorfin dalam darah maupun sistemik. Endorfin merupakan opiat tubuh secara alami dihasilkan oleh kelenjar pituitary yang berguna untuk mengurangi nyeri, mempengaruhi memori dan mood yang kemudian akan memberikan perasaan relaks. Terapi akupresur terbukti mampu menurunkan nyeri sehingga bermanfaat untuk diterap...
Andra mengatakan Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah kejadian kegawatan pada pembuluh darah koroner.Wasid (2007) menambahkan bahwa SKA adalah suatu fase akut dari Angina Pectoris Tidak Stabil/ APTS yang disertai Infark Miocard akut/ IMA gelombang Q (IMA-Q) dengan non ST elevasi (NSTEMI) atau tanpa gelombang Q (IMA-TQ) dengan ST elevasi (STEMI) yang terjadi karena adanya trombosis akibat dari ruptur plak aterosklerosis yang tak stabil.
Pendahuluan Penyakit Jantung koroner (PJK) merupakan penyakit jantung yang sering ditemukan dan menjadi penyebab kematian utama di negara-negara Indonesia. World Health Organization (WHO) memperkirakan sekitar 16,7 juta penduduk seluruh dunia per tahun meninggal saat ini karena penyakit kardiovaskular, penyakit ini merupakan penyebab 30% dari seluruh kematian di dunia tiap tahunnya. Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan suatu sindrom klinis yang disebabkan sumbatan akut arteri koroner jantung akibat rupturnya plak aterosklerosis. Di Indonesia angka kematian karena penyakit kardiovaskular makin meningkat, berdasarkan SKRT tahun 1980 menduduki urutan ketiga (9,9%), tahun 1986 urutan kedua (9,7%), dan tahun 1992 telah menduduki urutan pertama sebagai penyebab kematian bagi penduduk usia lebih dari 45 tahun yaitu sebanyak 16,4%. 3 Pada SKRT tahun 1995 penyakit sistem kardiovaskular sebanyak 24,5% lebih tinggi dari penyakit infeksi sebesar 22,5%; dibanding SKRT tahun 1992, proporsi penyakit sistem sirkulasi ini meningkat cukup pesat, bahkan diperkirakan pada tahun 2009 penyakit pembuluh darah ini tetap menduduki urutan pertama sebagai penyebab kematian di Indonesia. World Health Organization meramalkan akan menjadi penyebab kematian utama di kawasan Asia pada tahun 2010 nanti. Strategi Penatalaksanaan Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah menegakkan diagnosis secara cepat dan tepat dan melakukan penanganan umum yang optimal. Pedoman tatalaksana SKA ini bertujuan memberikan arahan dan petunjuk bagi dokter sejawat petugas medis lainnya untuk menegakkan diagnosis dan tatalaksana pasien SKA elevasi ST dalam praktik klinis. Definisi Sindrom koroner akut (SKA) adalah sindrom klinis yang biasanya disebabkan oklusi total atau sebagian dari yang mendadak pada arteri koroner akibat ruptur plak aterosklerosis. Patofisiologi SKA merupakan suatu nekrosis miokard yang disebabkan oleh karena robekan sampai sumbatan mendadak aliran darah koroner. Hal ini sebagian besar disebabkan ruptur plak aterom yang kemudian dilanjutkan dengan proses vasokonstriksi, reaksi inflamasi, trombosis dan embolisasi. Luasnya nekrosis miokard tergantung pada; lokasi dan lamanya waktu sumbatan berlangsung, luasnya area miokard yang diperdarahi pembuluh darah tersebut dan ada tidaknya pembuluh kolateral. Pada SKA tanpa elevasi segmen ST terjadi perubahan segmen ST dan atau gelombang T berupa depresi segmen ST atau gelombang T yang inverted sedangkan elevasi segmen ST biasanya terdapat oklusi total pada arteri koroner. Diagnosis dan Stratifikasi Risiko Diagnosis SKA ditegakkan berdasarkan gejala klinis, gambaran EKG (elektrokardiografi) dan pemeriksaan enzim jantung. Gejala klinisnya adalah nyeri dada yang khas atau tipikal yaitu nyeri dada atau rasa tidak enak yang bersifat substernal, menetap yaitu lamanya berlangsung > 20 menit, nyeri tidak berkurang dengan istirahat atau pemberian nitrat, nyeri dapat menjalar ke rahang, lengan atau punggung, dan disertai gejala penyerta seperti keringat dingin, mual dan muntah. Nyeri dada yang tipikal bersifat substernal, berlokasi di tengah atau kiri dada seperti diremas, ditusuk, terbakar. Kadang-kadang nyeri dapat dirasakan didaerah epigastrium dan terjadi salah diagnosis sebagai dispepsia. Gejala penyerta yang juga dapat timbul adalah pusing seperti melayang, sinkop, dan sesak napas. Pada pasien dengan DM dan usia lanjut gejala nyeri dada dapat bersifat tidak khas. Dianjurkan melakukan pemeriksaan EKG 12 sadapan. Gambaran EKG yang bermakna adalah adanya gambaran depresi segmen ST dan gelombang T yang inversi atau elevasi segmen ST > 1 mm pada 2 atau lebih sadapan prekordial atau ekstremitas yangberhubungan. Ditemukannya gambaran Left Bundle Branch Block (LBBB) yang baru atau dianggap baru bila tidak ada data EKG sebelumnya. Berdasarkan perubahan segmen ST dan gelombang T maka SKA dibagi atas : SKA tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI ACS) dan SKA dengan elevasi segmen ST (STEMI ACS)
2021
Introduction: ACS patients are at risk of experiencing psychological complications, particularly depression. Knowledge of the factors that contribute to the incidence of depression is needed so that the incidence of depression can be prevented as early as possible. This study aims to determine the factors associated with the incidence of depression in ACS patients. Methods: This literature study was made by analyzing scientific articles published from 2009 to 2019 and in English. Data obtained from the PubMed, DOAJ, and Proquest databases. Results: Analisis terhadap 18 artikel ditemukan bahwa depresi pada pasien SKA dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu faktor demografi (usia, jenis kelamin, pendidikan, dan status perkawinan), status sosial ekonomi (jaminan kesehatan dan pendapatan), komorbiditas, masa rawat inap. , Episode ACS, keparahan penyakit, dukungan sosial, nyeri, indeks massa tubuh, perilaku kesehatan, riwayat depresi keluarga, dan riwayat gangguan depresi mayor sebelumny...
Jurnal Penyakit Dalam Indonesia
Pendahuluan. Stratifikasi risiko merupakan komponen penting dalam tata laksana menyeluruh pasien sindrom koroner akut (SKA) untuk menghindari tindakan yang berlebihan pada pasien dengan risiko rendah, dan sebaliknya. Simple Risk Index (SRI) dan Evaluation of Methods and Management of Acute Coronary Events (EMMACE) telah divalidasi sebelumnya, namun uji validasi yang mengevaluasi performa skor SRI dan EMMACE di Indonesia dengan karakteristik pasien yang dapat berbeda dari negara lain belum dilakukan. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi performa skor SRI dan EMMACE memprediksi mortalitas 30 hari pasien SKA. Metode. Studi kohort retrospektif dilakukan dengan menggunakan data rekam medis pasien SKA yang dirawat di Intensive Coronary Care Unit Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (ICCU RSCM) tahun 2003-2010. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode konsekutif. Analisis data dilakukan dengan menggunakan program SPSS for Windows versi 17. Performa diskriminasi dinyatakan dengan nilai area under the receiver-operator curve (AUC) dan performa kalibrasi dinyatakan dengan plot kalibrasi dan uji Hosmer Lemeshow. Hasil. Didapatkan total subjek sebanyak 922 pasien yang terdiri dari 453 pasien STEMI, 234 pasien NSTEMI, dan 235 pasien UAP yang dirawat di ICCU RSCM pada tahun 2003-2010. Skor SRI untuk STEMI memberikan performa diskriminasi dan performa kalibrasi yang baik dengan nilai AUC sebesar 0,92 dan plot kalibrasi (R 2)= 0,98 dengan hasil uji Hosmer Lemeshow mendapatkan nilai p=0,01. Skor SRI pada pasien SKA secara keseluruhan juga memberikan performa diskriminasi dan kalibrasi yang baik. Performa diskriminasi skor SRI pada pasien SKA mencapai nilai AUC sebsar 0,87 dan performa kalibrasi menunjukkan nilai R 2 = 0,99 dengan nilai p pada uji Hosmer lemeshow sebesar 0,52. Sementara itu, skor EMMACE pada pasien SKA memberikan perfoma diskriminasi yang baik (AUC= 0,87), namun performa kalibrasi tidak sebaik skor SRI (R 2 = 0,54; nilai p= 0,52). Simpulan. Skor SRI memiliki performa diskriminasi dan kalibrasi yang baik pada STEMI maupun SKA secara keseluruhan dalam memprediksi mortalitas pasien yang dirawat di ICCU RSCM. Skor EMMACE memiliki performa diskriminasi yang baik, namun performa kalibrasinya kurang baik.
E Jurnal Medika Udayana, 2013
Depresi dan cemas merupakan dua kondisi yang banyak terjadi pada pasien dengan sindrom koroner akut, dimana keduanya dapat memberikan dampak kardiovaskuler yang buruk. Meskipun prevalensinya cukup tinggi, sebagian besar kasus masih belum tertangani dengan baik. Mekanisme yang mendasari hubungan depresi dan cemas terhadap timbulnya dampak kardiovaskuler yang buruk kemungkinan berkaitan dengan pengaruhnya terhadap proses inflamasi, pelepasan katekolamin, variabilitas denyut jantung, fungsi endotel, serta terhadap perilaku menjaga kesehatan pasien. Untungnya, terapi standar yang tersedia saat ini tergolong aman, efektif serta dapat ditolerir dengan baik oleh sebagian besar pasien.
SENTRI: Jurnal Riset Ilmiah
Acute Decompensated Heart Failuree (ADHF) atau gagal jantung dekompensasi akut adalah gagal jantung akut yang didefinisikan sebagai serangan yang cepat (rapid onset) dari gejala-gejala atau tanda - tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Tujuan dari penelitian studi kasus ini adalah untuk menyajikan intervensi keperawatan dengan fokus pasien Acute Decompensated Heart Failuree (ADHF). Penelitian ini menggunakan desain studi kasus dengan menggunakan pendekatan asuhan keperawatan. Asuhan keperawatan terdiri dari beberapa proses, diantaranya yang pertama pengkajian, kedua diagnosa keperawatan, ketiga implementasi keperawatan, dan yang terakhir evaluasi keperawatan. Subyek studi kasus yang digunakan adalah pasien Acute Decompensated Heart Failuree (ADHF) di RSUD Kota Sumedang. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan wawancara. Beberapa diagnosa keperawatan dan intervensi pada pasien Acute Decompensated Heart Failuree (ADHF) yaitu: (1) penurunan curah jantung dengan intervensi ...
Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.