Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
SKRIPSI DIAJUKAN KEPADA FAKULTAS SYARI'AH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN SYARAT-SYARAT MEMPEROLEH GELAR SARJANA STRATA SATU DALAM ILMU HUKUM ISLAM OLEH: IHAB HABUDIN O3350110 PEMBIMBING: AGUS MOH. NAJIB, M.Ag DRA. HJ. ERMI SUHASTI S., MSI. JURUSAN AL-AHWAL ASY-SYAKHSIYYAH FAKULTAS SYARI'AH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2009
2010
SKRIPSI DIAJUKAN KEPADA FAKULTAS SYARI'AH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN SYARAT-SYARAT MEMPEROLEH GELAR SARJANA STRATA SATU DALAM ILMU HUKUM ISLAM OLEH: IHAB HABUDIN O3350110 PEMBIMBING: AGUS MOH. NAJIB, M.Ag DRA. HJ. ERMI SUHASTI S., MSI. JURUSAN AL-AHWAL ASY-SYAKHSIYYAH FAKULTAS SYARI'AH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2009
Mengenai persoalan tentang feminism, seorang ilmuan dari akademisi hendaklah melihat dari sejarah dahulu sejak zaman jahiliyyah sampai dengan ajaran islam itu datang bagaimana peran dari kedudukan perempuan pada masa lalu dan masa sekarang. Persoalan perempuan dalam membicarakan bagaimana peran dan kedudukannya dalam Islam, erat kaitannya dengan studi jender yaitu perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Begitu dalam dan terperinci Al-Qur'an membahas tentang perempuan, yang mencakup hak dan kewajibannya. Islam tidak membatasi gerak perempuan, Islam melalui Al-Qur'an bahkan menempatkan perempuan pada posisi yang terhormat, sesuai dengan kodrat kewanitaannya. Al-Qur'an mengapresiasi terhadap kinerja perempuan terutama dalam aktivitas amal sholeh.Persoalan kepemimpinan bukan merupakan persoalan kecil yang bisa dipermainkan. Namun ia merupakan persoalan serius yang akan dimintai pertanggung jawabannya di hari akhir kelak. Maka dari itu, Islam mengingatkan kepada umatnya untuk bersikap hati-hati dalam memilih dan menentukan pemimpin, karena jika salah dalam memilih pemimpin dan salah dalam meletakannya berarti sama saja dengan menciptakan kesengsaraan masyarakat. Tanggung jawab seorang pemimpin sanggatlah besar, baik di hadapan Allah maupun di hadapan manusia. Dalam memimpin hendaklah dibarengi dengan rasa keimanan kepada Allah, sehingga tidak akan semena-mena dalam membangunnya. Kata kunci : feminisme dalam Islam Abstrack Regarding the issue of feminism, a scientist from academia should look at history from the time of the jahiliyyah to the teachings of Islam, how the role of women's position in the past and present. The issue of women in discussing their role and position in Islam is closely related to gender studies, namely the differences between men and women. So in depth and detail the Qur'an discusses women, which includes their rights and obligations. Islam does not limit the movement of women, Islam through the Qur'an even places women in an honorable position, in accordance with their feminine nature. The Qur'an appreciates the performance of women, especially in pious charity activities. The problem of leadership is not a small problem that can be played with. However, it is a serious issue that will be held accountable at the end of the day. Therefore, Islam reminds its people to be careful in choosing and determining leaders, because if they choose the wrong leader and put it wrong, it is tantamount to creating community misery. The responsibility of a leader is enormous, both before God and before men. In leading, it should be accompanied by a sense of faith in Allah, so that it will not be arbitrary in building it.
Abou Fadl realizes that women are often in oppressed position. He then attempts to reconstruct Muslim " s understanding position of women inferiority and tries to promote women as creatures to and equal on the men. This indicates that his ideas are in the same position to that of Islamic feminism. This article attempts to discuss the construction of the Abou Fadl " s idea on feminism, this will concentrate on two important things: first, the epistemology of thought, deals with how Abou Fadl understands the text, in which he uses hermeneutics to understanding Islamic law. The second, the ideas of feminism, deals with main ideas of Abou Fadl " s feminism. This will focus on his criticism to the various fatwa about gender, the use of misogynist hadis, and his concept about the nature and nurture of women. In addition, this article also discusses the typology of the idea of Abou Fadl " s feminism and the position of women in Islamic family. [Abou Fadl menyadari bahwa perempuan sering kali berada pada posisi yang tertindas. Ia kemudian berupaya merekonstruksi pemahaman umat Islam yang merendahkan perempuan dan memposisikan perempuan sebagai makhuk bebas dan setara dengan laki-laki. Artikel ini mencoba membahas konstruksi gagasan feminisme Abou Fadl, yaitu: pertama, epistemologi pemikiran, berkaitan dengan bagaimana Abou Fadl memahami teks, di mana ia menggunakan hermeneutika negosiatif sebagai cara memahami hukum Islam. Kedua, hasil pemikiran, berkaitan dengan ide-ide pokok feminisme Abou Fadl, yakni tentang kritiknya terhadap berbagai fatwa bias gender, penggunaan hadis-hadis misoginis, dan konsepnya tentang sifat dan dasar-dasar perempuan. Selain itu, artikel ini juga membahas tipologi
In the history of women's life, the woman has never cracked from the wild cry of helplessness. Woman always become victim of men's egoism, marginalized, hurt, unfettered, fooled and never appreciated the presence and role. This situation troubles many intellectual Muslims who have perspective that Islam teaches equality, equality for all human beings in the world. The difference in skin color, race, tribe and nation, as well as gender does not cause them to get the status of the different rights and obligations. The potential and the right to life of every human being and the obligation to serve the Lord Almighty is the same. Indeed, all human beings, as caliph in the world, have the same obligation, namely to prosperity of life in the world. No one is allowed to act arbitrarily, destroying, or hurt among others. They are required to live side by side, united, and harmonious, help each other and respect each other. However, that "demand" never becomes a reality. The differences among human identities become a barrier and the cause of divisions. For them, those who are outside environment, different identities are "others" who rightly do not need them "know". The difference of identity has become a reason to allow "hurt" each other. Several intellectual Muslims who recognize the wrong (discrimination against women), and then they attempt to formulate a movement for women's liberation. All the efforts have been done on the basis of awareness that arbitrary action by any person can never be justified. They also realize, that the backwardness of women are "stumbling block" that will lead to the resignation of a civilization. However, this struggle found a lot of challenges; including the consideration of "insubordination" to conquer the power of men, despite it had done by using many strategies. Starting from the writing of scientific book and countless fiction themed women has been published in order to give awareness of equality between men and women. This paper seeks to reexamine the process of the empowerment struggle to give a brand new concept, so that the struggle of women empowerment is not as insubordination and curiosity process in an attempt to conquer the male. Through approach of literature review and observations on the relationship between men and women, the writer finally concluded that the movement of Islamic feminism is not a movement to seize the power of men, but an attempt to liberate women from oppression so that they get the rights of their social role, giving freedom for women to pursue a career as wide as possible like a man, without forgetting a main duty as a mother: to conceive, give birth and breastfeed their children.
Bab 2 ini akan menumpukan perbincangan berkaitan kedudukan wanita di Eropah, dan negara barat seperti Amerika Syarikat. Bab ini juga akan mengupas sejarah kemunculan gerakan kebangkitan wanita dan feminisme Kristian serta mengupas implikasi yang diterima daripada kemunculan gerakan emansipasi wanita ini. 2.2 KEDUDUKAN WANITA SEBELUM KEBANGKITAN FEMINISME Wanita di ketika dahulu menjadi subjek perhambaan sebagaimana yang kerap dinyatakan dalam penulisan berkaitan wanita pada sebelum kebangkitan adalah, 'Woman was the first human being that tasted bondage. Woman was a slave before the slave existed.' Hal ini adalah dirujuk pada sikap wanita yang lemah, tahap akal yang rendah dan sentiasa memerlukan pertolongan lelaki akibat daripada ketidakmampuan wanita ketika kehamilan dan kelahiran anak, yang menuntut bantuan, sokongan dan perlindungan dari lelaki, menjadikan wanita dianggap sebagai golongan bawahan bagi lelaki dan ciptaan yang tidak mempunyai kemampuan. Hal ini juga menyebabkan wanita pada era tersebut terlibat dengan perkara seperti penyalahgunaan anak perempuan, pencabulan maruah kanak-kanak perempuan dan seumpamanya. (Bebel 1885) Wanita juga suatu ketika dahulu menjadi harta dagangan yang dijual kepada pedagang dan peniaga dalam keadaan wanita itu
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana dalam Bidang Falsafah dan Agama Disusun Oleh: Fitriyani 210000005 PROGRAM STUDI FALSAFAH DAN AGAMA FAKULTAS FALSAFAH DAN PERADABAN UNIVERSITAS PARAMADINA JAKARTA 2014 ii iii iv KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil'alamin. Segala puja dan puji penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat tak terhingga kepada penulis. Sholawat dan salam penulis sampaikan kepada sang pemimpin ideal sepanjang masa, Nabi Muhammad SAW. Puji syukur, akhirnya penulis dapat merampungkan skripsi yang berjudul "Kepemimpinan Perempuan dalam Islam (Studi Pemikiran M. Quraish Shihab)" sebagai syarat memperoleh gelar akademik di Universitas Paramadina. Tentunya, banyak pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ibunda penulis, Komriyah, madrasah pertama dalam kehidupan penulis. Yang telah mengajarkan segalanya yang diperlukan dalam hidup kepada penulis, serta selalu mendoakan kelancaran studi dan kesuksesan penulis. Ayahanda Mustadi, yang telah berjasa membesarkan penulis dan memberikan pendidikan yang sangat "keras" agar penulis mampu bertahan dan tegar dalam mengarungi tantangan kehidupan yang sulit. 2. Saudara-saudara penulis. Jamaludin, kakak tertua yang selalu menjadi tauladan yang baik bagi adik-adiknya dan Rini Andriani, kakak ipar yang cantik dan baik hati beserta Akhdan Fatih Azizan, keponakan penulis yang selalu membuat hari menjadi lebih ceria dan bersemangat. Amrullah, kakak yang selalu jahil dan usil namun setia mengantar jemput penulis sejak penulis masih sekolah hingga penulis kuliah. Rizkiyana Dewi, adik yang beranjak dewasa, yang telah menggantikan peran penulis menjaga ibu dan adik-adik selama penulis menimba ilmu di Jakarta. Muhammad Abdul Muksit, adik lelaki yang sudah beranjak remaja yang nakal tapi penurut dan ringan tangan membantu orang tua dan saudara-saudaranya. Siti Fajriyati, yang selalu mengingatkan penulis tentang masa kecil yang begitu ceria dan menyenangkan. Zahrotusyita, si bungsu yang manja dan selalu memberi pelukan hangat penuh cinta jika penulis ada di rumah. Terima kasih untuk kehangatan cinta yang kalian berikan. 3. Universitas Paramadina dan PT Trikomsel Oke yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk mengenyam pendidikan tinggi di kampus peradaban ini melalui program Paramadina Fellowship 2010. 4. Pak Pipip Ahmad Rifa'i Hasan, Ph.D yang telah menjadi pembimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. v 5. Mohammad Rahmatul Azis. Sahabat, guru, dan pembimbing pribadi penulis yang tak pernah henti memberikan support, membantu mencarikan referensi dan teman berdialog dalam wacana keilmuan kritis. 6. Program studi Falsafah dan Agama, tempat penulis menimba ilmu filsafat dan agama. Penulis mengucapkan terima kasih kepada para dosen yang telah berbagi ilmu kepada penulis sehingga penulis bisa merasakan manisnya lautan ilmu lewat tangan-tangan mereka, yakni; Dwi selaku staf Prodi FA. 7. Keluarga di Asrama Al Mustaqim yang menjadi tempat penulis berbagi suka duka, canda tawa, tempat diskusi segala macam pemikiran yang tak kenal batas waktu, serta tempat mencurahkan segala keluh kesah penulis selama empat tahun terakhir.
Fikri : Jurnal Kajian Agama Sosial dan Budaya, 2018
Article Info This paper discusses the hermeneutical perspective of the prohibition for women to become leaders hadith narrated by Abu Bakrah. The factor that became the background of this study is that there are still many people who understand that women are the second creature, namely "konco wingking". So, they are not deserve to be a leader for people. One of the normative bases is the hadith narrated by Abu Bakrah. The textual-literal understanding of the hadith has implications for the role of women in the public sphere so that there needs to be someone who can answer and place women to their proper degree. This study uses a qualitative method with Schleiermacher hermeneutics approach.The results of this research are the Hadith about the ban on women becoming leaders who narrated by Abu Bakrah through grammatical hermeneutics and psychological perspective cannot be applied in General. Thus, there are no restrictions for women today to be a leader for the people because they currently have a different social background when the Hadith it comes. Abstrak Makalah ini membahas hadis larangan perempuan menjadi pemimpin yang diriwayatkan oleh Abu Bakrah melalui perspektif hermeneutis. Faktor yang menjadi latar belakang penelitian ini adalah masih banyak orang yang memahami bahwa perempuan adalah makhluk kedua, yaitu "konco wingking". Jadi, mereka tidak pantas menjadi pemimpin bagi manusia. Salah satu landasan normatif adalah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Bakrah. Pemahaman tekstual-literal dari hadis memiliki implikasi untuk peran perempuan di ruang publik sehingga perlu ada seseorang yang dapat menjawab dan menempatkan perempuan pada tingkat yang tepat. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan Hermeneutika Schleiermacher. Adapun hasil dari penelitian ini adalah hadits tentang larangan perempuan menjadi pemimpin yang diriwayatkan oleh Abu Bakrah melalui perspektif hermeneutika gramatikal dan psikologis Schleiermacher tidak dapat diterapkan secara umum. Dengan demikian, tidak ada larangan bagi perempuan saat ini untuk menjadi pemimpin bagi orang-orang karena saat ini mereka memiliki latar sosial yang berbeda ketika hadis itu datang. Article History A. Pendahuluan Islam adalah agama yang dibangun atas dua dasar, yaitu Alquran dan as-Sunnah. Dalam memahami keduanya diperlukan kajian holistik. Salah satunya adalah dengan menggunakan pendekatan hermeneutis. Pengamalan terhadap keduanya merupakan hal yang mutlak dilakukan oleh umat muslim. Bahkan di dalam ajarannya tidak ada perbedaan antara mahluk satu dengan yang lainnya, antara laki-laki dan perempuan, kecuali yang membedakannya adalah keimanan dan ketakwaanya[1]. Dalam Alquran surat Al-Hujarat ayat 13 Allah SWT menjelaskan :
Oleh: Salamah Noorhidayati, M.Ag.
Hasby As'Shiddiqi & Habibullah, 2019
Abstrak Islam adalah agama yang keberadaannya sebagai rahmatan lil alami, artinya dalam Islam mengedepankan sebuah kesejahteraan, keadilan dan persaman dalam setiap aspeknya yakni dengan mengandung prinsip-prinsip sebuah kesetaraan, begitu juga Islam memandang emansipasi perempuan dengan kesetaarannya dengan laki-laki atau lebih dikenal dengan kesetaraan gender, baik dalam bidang pendidikan, sosial dan yang lainnya. Makanya perempuan dan laki-laki mempunyai kesamaan dalam berpotensi meraih prestsi yang optimal. Implementasi kesetaraan gender dalam perspektif al-Qur'an melahirkan adanya transformasi hukum Islam yang bertalian dengan isu kesetaraan. Relasi dan keberadaannya di bidang profesi baik dalam bidang apapun, seperti adanya hakim perempuan serta memicu lahirnya produk hukum yang berpespektif kesetaraan dan keadilan gender. Islam menjadi jembatan untuk menjadi tali dari pemeluknya, konsep yang sudah tertera dalam literatur di dalamnya sudah mengupas tuntas tentang emansipasi kaum perempuan dalam setiap aspeknya, konsep kesetaraan gender dalam islam sangatlah jelas dan juga keistimewaan dan penghormata terhadap perempuan juga sangat di perhatikan dan mengedepankan keadilan gender. Kata kunci: Emansipasi Perempuan, Kesetaraan, Gender, Hukum Islam Pendahuluan Pada dasarnya Allah menciptakan manusia, baik laki-laki maupun perempuan, semata-mata bertujuan untuk mendarmabaktikan dirinya kepada-Nya. Islam datang membawa ajaran yang egaliter, persamaan, dan tanpa ada diskriminasi antara jenis kelamin yang berbeda sehingga laki-laki tidak lebih tinggi dari perempuan. Dengan demikian, Islam tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan, baik dalam hal kedudukan, harkat, martabat, kemampuan, dan-kesempatan untuk berkarya. 1 Kebiasaannya, istilah gender dihuraikan sebagai perbezaan antara lelaki dan perempuan hasil dari pada konstruksi sosio-budaya. Dengan kata lain, ia merujuk kepada sifat maskulin (masculinity) dan feminin (femininity) yang dipengaruhi dengan kebudayaan, simbolik, stereotaip dan pengenalan diri. Walaupun pada dasarnya gender membincangkan tentang lelaki dan perempuan tetapi perbincangan banyak difokuskan kepada perempuan. Menurut Ursula King, senario ini disebabkan golongan perempuan telah lama dipinggirkan dalam sejarah dan budaya masyarakat. 2
This study aims to understand the theology of liberation as an alternative solution that freed because of the discrimination against women. Discrimination against women is a result of the hegemony of patriarchal society jahiliya that is still growing in the view of Islam, so that religion can not function as a mercy to entire human race. Religion as the foundation of justice also become invisible. That condition requires a liberating theology, so it can be used as an alternative to achieve maslaha of the people, including women Abstrak: Kajian ini dimaksudkan untuk memahami teologi pembebasan sebagai alternatif pemahaman yang membebaskan karena adanya diskriminasi terhadap perempuan. Diskriminasi terhadap perempuan adalah akibat dari hegemoni patriarki masyarakat jahiliyah yang masih berkembang dalam pandangan Islam saat ini, sehingga agama tidak dapat mengfusikan dirinya sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia. Agama sebagai landasan adanya keadilan juga menjadi tidak nampak. Kondisi tersebut membutuhkan sebuah teologi yang membebaskan, sehingga dapat dijadikan sebagai alternatif untuk mewujudkan kemaslahatan umat termasuk kaum perempuan.
Makalah ini membahas aspek-aspek konstruksi pemikiran dan penafsiran Muslim tentang gender. Ditulis sebagai salah satu bab dalam buku MENUJU HUKUM KELUARGA PROGRESIFI RESPONSIF GENDER DAN AKOMODATIF HAK ANAK
The development of the feminist movement has significantly demonstrated in the history of the Nahdlatul Ulama' (NU) organization. In the midst of the discriminatory issues against women and gender mainstreaming bias, NU consciously and courageously opens up to make space for an expanded discussion of the role of women even in the area of Islamic law (fiqh), which is considered sacredly. Not only in theoretical-normative, but also NU showed consistency in the implementation for the ideas of women roles in the public sphere significantly, although a number of issues is still on the agenda of feminist struggle in the Muslimah community, such as violence against women in the household (domestic violence) and gender mainstreaming issues in a variety of positions in the executive, legislative, and judicial branches of government as well as other strategic institutions. The certain thing is that the feminist movement in Indonesia showed a significant effect on the changes in the political, social, legal, and economical areas. [] Perkembangan gerakan feminisme secara signifikan telah ditunjukkan dalam sejarah perkembangan organisasi Nahdlatul Ulama' (NU). Di tengah isu-isu diskriminatif ter-hadap perempuan dan anti gender mainstream, NU justru secara sadar dan berani membuka diri untuk memberi ruang diskusi bagi perluasan peran perempuan bahkan pada wilayah hukum Islam (fiqh) yang selama ini disakralkan oleh mereka. Tidak hanya dalam tataran teoritis-normatif, NU menunjukkan konsistensinya dengan mengimple-mentasikan pemikiran-pemikirannya tentang peran perempuan dalam wilayah publik secara nyata. Meskipun sejumlah persoalan masih menjadi agenda perjuangan feminis dalam komunitas Muslimah, seperti kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga (domestic violence) dan isu gender mainstreaming dalam berbagai posisi strategis di lembaga-lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif serta lembaga strategis lainnya, satu hal yang pasti bahwa gerakan feminisme di Indonesia menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap berbagai perubahan di bidang politik, sosial, hukum, dan ekonomi.
Habibullah & Hasby As Shiddiqi, 2019
Islam adalah agama yang keberadaannya sebagai rahmatan lil alami, artinya dalam Islam mengedepankan sebuah kesejahteraan, keadilan dan persaman dalam setiap aspeknya yakni dengan mengandung prinsip-prinsip sebuah kesetaraan, begitu juga Islam memandang emansipasi perempuan dengan kesetaarannya dengan laki-laki atau lebih dikenal dengan kesetaraan gender, baik dalam bidang pendidikan, sosial dan yang lainnya. Makanya perempuan dan laki-laki mempunyai kesamaan dalam berpotensi meraih prestsi yang optimal. Implementasi kesetaraan gender dalam perspektif al-Qur'an melahirkan adanya transformasi hukum Islam yang bertalian dengan isu kesetaraan. Relasi dan keberadaannya di bidang profesi baik dalam bidang apapun, seperti adanya hakim perempuan serta memicu lahirnya produk hukum yang berpespektif kesetaraan dan keadilan gender. Islam menjadi jembatan untuk menjadi tali dari pemeluknya, konsep yang sudah tertera dalam literatur di dalamnya sudah mengupas tuntas tentang emansipasi kaum perempuan dalam setiap aspeknya, konsep kesetaraan gender dalam islam sangatlah jelas dan juga keistimewaan dan penghormata terhadap perempuan juga sangat di perhatikan dan mengedepankan keadilan gender. Kata kunci: Emansipasi Perempuan, Kesetaraan, Gender, Hukum Islam Pendahuluan Pada dasarnya Allah menciptakan manusia, baik laki-laki maupun perempuan, semata-mata bertujuan untuk mendarmabaktikan dirinya kepada-Nya. Islam datang membawa ajaran yang egaliter, persamaan, dan tanpa ada diskriminasi antara jenis kelamin yang berbeda sehingga laki-laki tidak lebih tinggi dari perempuan. Dengan demikian, Islam tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan, baik dalam hal kedudukan, harkat, martabat, kemampuan, dan-kesempatan untuk berkarya. Kebiasaannya, istilah gender dihuraikan sebagai perbezaan antara lelaki dan perempuan hasil dari pada konstruksi sosio-budaya. Dengan kata lain, ia merujuk kepada sifat maskulin (masculinity) dan feminin (femininity) yang dipengaruhi dengan kebudayaan, simbolik, stereotaip dan pengenalan diri. Walaupun pada dasarnya gender membincangkan tentang lelaki dan perempuan tetapi perbincangan banyak difokuskan kepada perempuan. Menurut Ursula King, senario ini disebabkan golongan perempuan telah lama dipinggirkan dalam sejarah dan budaya masyarakat.
Abstrak Gender merupakan satu di antara sejumlah wacana yang bisa disebut kontemporer yang cukup menyita perhatian banyak kalangan, mulai para remaja, kalangan aktivis pergerakan, akademisi dan mahasiswa, kalangan legislatif dan pemerintah, hingga para agamawan. Maksud wacana ini adalah menutup ketidakadilan sosial berdasarkan perbedaan jenis kelamin, selanjutnya berupaya mewujudkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan pada aspek sosialnya. Dan sampai saat ini, wacana gender setidaknya dapat kategorikan menjadi empat penampilan, yaitu sebagai suatu gerakan, sebagai diskursus kefilsafatan, perkembangan dari isu sosial ke isu keagamaan, dan sebagai pendekatan dalam studi agama. Tulisan ini akan membahas perspektif kesetaraan gender sebagaimana dipahami oleh para feminis muslim. Secara umum dapat disebutkan bahwa tujuan perjuangan feminisme adalah mencapai kesetaraan, harkat, dan kebebasan perempuan dalam memilih dan mengelola kehidupan dan tubuhnya, baik di dalam maupun di luar rumah tangga. Gender is one of discourses called contemporary discourse calls for the attention of many parties, the youth, among movement activists, academics and students, legislative and government, and the theologian. The purpose of this discourse is to close a social injustice based on gender differences. Furthermore, it seeks to achieve equality between men and women in the social aspects. And so far, of the discourse on gender at least can be categorized into four performance, i.e., as a movement, as a discourse of development, those social issues into religious issues, and as an approach in the study of religion. This paper discusses about the perspectives of gender equality as understood by the muslim feminists. In general, it can be mentioned that the purpose of the struggle of feminism is equality, dignity, and freedom of women in choosing and managing life and her body, both inside and outside the household.
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Humaniora ANNISA RIDZKYNOOR BETA NPM 1006741961 FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI ILMU SUSASTRA DEPOK JULI 2012 vii ABSTRAK Nama : Annisa Ridzkynoor Beta Program Studi : Cultural Studies/Ilmu Susastra Judul : Konstruksi Identitas Perempuan Muslim dalam Aquila Asia Tesis ini menganalisa konstruksi identitas perempuan Muslim di dalam edisi cetak majalah Aquila Asia dan laman Facebook majalah tersebut. Tesis ini mempertanyakan konstruksi identitas perempuan Muslim oleh majalah Aquila Asia; dan bagaimana pembacanya bereaksi atas identitas perempuan Muslim yang dikonstruksikan oleh Aquila Asia di ruang virtual (internet) untuk menunjukkan konstruksi identitas kelompok Muslim yang terjadi di dalamnya. Tesis ini menggunakan konsep identitas dan identifikasi yang dipaparkan oleh Stuart Hall (1995) dan konsep Muslimwoman dari Miriam Cooke (2008). Hasil analisa dari tesis ini memperlihatkan kompleksitas konstruksi identitas sekaligus proses identifikasi bagi kelompok perempuan Muslim dan 'usaha-usaha' oleh perempuan Muslim sendiri, sebagai pembaca, untuk mendefinisikan siapa mereka melalui ruang virtual yang disediakan oleh Aquila Asia. ABSTRACT Name : Annisa Ridzkynoor Beta Study Program: Cultural Studies/Ilmu Susastra Title : Konstruksi Identitas Perempuan Muslim dalam Aquila Asia
Allah (s.w.t) telah menciptakan dunia dan seluruh isinya untuk manusia.
At the Arab pre-Islamic era—often called the era of ignorance and barbarity—women are treated unfairly and very painful. The arrival of Islam provide the space and life is very beautiful and satisfying. Elevating women equal to men, as God Almighty says that only taqwa which distinguishes humans from each other. So a woman is considered irregularities if only as a supplement when a woman can give that might exceed its share of men. Therefore, women need to get an education equal to men and equal opportunities in activities including engage in the political world and become a leader, according to their talents and abilities. Kata kunci : Pemimpin, wanita dan Syari'ah Islam Pendahuluan Kepemimpinan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan menggerakkan orang lain dengan kemampuan dan keahliannya masing-masing untuk mencapai tujuan dan cita-cita bersama. Maka kepemimpinan lahir dari proses internal (leadership from the inside out), artinya berhasil tidaknya seorang pemimpin tidak terlepasdari kepribadian maupun ilmu pengetahuan yang dimilikinya dan didorong oleh keinginan untuk melakukan suatu perubahan dan perbaikan dalam masyarakatnya. Maka peran dan fungsi wanita pada dasarnya sama dengan laki-laki bahkan dalam pandangan Islam didudukan secara sama dalam hukum. Uraian ini sangat jelas dalam Alquran surah An-Nisa ayat 1:
Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.