Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
Batulis Civil Law Review
The purpose of this research is to analyze and find out the function and role of Sasi Law in the management of the environment, natural resources and ecosystems in it by the people in Negeri Seith and Negeri Ouw, Central Maluku district, and regulations in Seith and Ouw countries in maintaining the existence of Sasi law. This research method is empirical law, which is a research based on field data by taking data according to the sample and conducting an assessment of positive legal provisions and legal principles. The results of the study show that the implementation of Sasi is currently experiencing degradation because it has not been carried out as the implementation of Sasi was originally, even though Sasi has been considered as part of customary law in each Negeri. The regulation of Sasi is not regulated in a Negeri Regulation so that it binds the community and people in each Negeri, as well as being a guide for the next generation to be maintained.
2021
This study aims to reveal information about Sasi, which in fact has the principle of sustainability and balance of the relationship between humans and nature as well as humans and their creators, of course, in line with the concept of sustainable living. What makes this research unique is that it specifically supports a sustainable community economy. To find out how sasi supports the economic sustainability of the Saparua people, an in-depth study using qualitative research is needed. Interviews and observations are the methods used to collect data. After that, an interactive analysis was carried out. The results show that sasi can be implemented as a quality management of quality and economically valuable biological and vegetable natural resources products. In actual fact, sasi really helps every proponent of the economy, such as the selling price of natural resources of sasi is more profitable, because the harvest is abundant in quantity and has a higher selling value because of i...
2013
ABSTRACT: The article discusses on the role of law in preserving customs to encourage the unity of a society. The contention of the article is that the existence of law and customs may assist members of society to live in harmony as both law and customs established rules that organized human behavior. Human life will be in chaos in the absence of law and customs as the people will not be able to organize the manner they should interact with one another. This article will try to answer the problem on how does law preserved customs that was used to unite the society. The article shows that law needs the support of custom to understand the need of the society, while custom requires the support of law in order for the people to notice the existence of the practice and at the same time, able to be understood by the people at large. Customs are able to produce social accord as customs are embedded with the spirit of ushering good relationship thus encourages man to live harmoniously. On...
Ekopendia, 2020
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran masyarakat hukum adat dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian ilmu hukum normatif, dengan menganalisis bahan-bahan hukum. Dalam penelitian ini peran masyarakat adat lewat hukum adat sangat dibutuhkan dalam kelestarian lingkungan hidup di Indonesia. Masyarakat hukum adat harus dioptimalkan, baik sebagai pengelola, pelindung, dan penegak, karena sebelum adanya negara ini masyarakat hukum adat memiliki tradisi dan cara mereka tersendiri untuk hidup berdampingan dengan alam. Lima hal yang perlu dilakukan untuk mengoptimalisasi peran masyarakat hukum adat dalam pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup: a. Kualitas SDM; b. Peraturan Perundang-undangan; c. Peran Pemerintah; d. Peran Korporasi; e. Penegakan Hukum.
Pandecta: Research Law Journal, 2015
Masyarakat adat adalah sekelompok orang yang memiliki perasaan yang sama dalam kelompok, tinggal di satu tempat karena genealogi atau faktor geologi. Mereka memiliki hukum adat mereka sendiri yang mengatur tentang hak dan kewajiban pada barang-barang material dan immateri. Mereka juga memiliki lembaga sosial, kepemimpinan adat, dan peradilan adat yang diakui oleh kelompok. Perlindungan pada masyarakat adat yang diatur dalam Pasal 18B (2) dan Pasal 28I ayat (3) dalam Konstitusi Indonesia 1945 dan di beberapa tata hukum Indonesia tidak dapat dilaksanakan dengan baik karena sangat perlu peraturan operasional. Hal ini dikarenakan amandemen UUD 1945 saat itu sarat dengan Kepentingan politik pada saat itu, sehingga kata-kata pembangunan Pasal 18B ayat (2) ambivalen dalam arti. Dalam satu sisi, negara mengakui dan menghargai hak-hak masyarakat adat, namun di sisi lain mereka dituntut dengan persyaratan yang sulit dalam mewujudkan hak-hak mereka.<br /><br /><br />Indigenou...
Mongabay Indonesia, 2019
Kekhasan tata sosial masyarakat adat ini, seringkali tak dipahami masyarakat luas. Persepsi umum masih diselimuti prasangka negatif tentang cara hidup mereka, misal, julukan orang udik, primitif, anti pembangunan, dan stereotip lain.
Journal of Indonesian Adat Law (JIAL)
Sekian bulan telah terlewati dan sebaran Covid 19 makin meluas dan mengkhawatirkan. Gugus Tugas Percepatan Penangan Covid 19 pun telah dibubarkan dan diubah menjadi Komite Penangan Covid 19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional oleh Presiden berdasarkan Peraturan Presiden No. 82 Tahun 2020. Pemerintah telah menetapkan wabah Covid 19 sebagai bencana non-alam dengan status sebagai bencana nasional berdasarkan ketentuan UU No. 24 Tahun 2007 tentang Bencana Nasional. Meluasnya sebaran Covid 19 tersebut telah berimplikasi terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat di bidang ekonomi, termasuk pangan, sosial, budaya, dan hukum. Ini berarti dalam menghadapai pandemi Covid 19, salah satu hal pokok yang perlu menjadi perhatian pemerintah adalah mengenai kedaulatan pangan. Memang kedaulatan pangan saat ini telah memasuki era baru, setelah Presiden Joko Widodo memasukkan kedaulatan pangan ke dalam satu diantara sembilan cita-cita politik yang harus dilaksanakannya.
2017
Indonesia dikenal sebagai Negara yang memiliki kekayaan yang beranekaragam, bukan saja kekayaan sumber daya alam (natural resources), akan tetapi termasuk pula keanekaragaman budaya, etnik, agama, ras, dan golongan, serta adat istiadat. Keanekaragaman dimaksud yang mendorong banyaknya wisatawan asing berbondong-bondong mengunjungi Indonesia. Semboyan “Bhineka Tunggal Ika” yang berarti berbeda-beda tetap satu merupakan salah satu bentuk pengakuan atas fakta tersebut sekaligus berfungsi sebagai perekat. Dalam keanekaragaman tersebut, di dalamnya terkandung nilai-nilai sosial, budaya, adat dan agama, yang masih hidup yang berfungsi sebagai pedoman perilaku dan juga terdapat sanksi bagi pelanggarnya. Nilai-nilai sosial budaya tersebut saat ini lazimnya lebih dikenal dengan kearifan lokal (local wisdom). Salah satu bentuk kearifan lokal (local wisdom) yang hingga saat ini masih dipraktikan dalam masyarakat Indonesia, khususnya di Maluku adalah tradisi Sasi. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab tiga hal: Pertama, apa saja manfaat dari pelaksanaan hukum adat sasi bagi masyarakat Maluku. Kedua, bagaimana kontribusi hukum adat sasi dalam mendukung hukum positif di bidang Perkebunan, Lingkungan Hidup, Pangan, dan Kelautan. Ketiga, bagaimana peran Negara dalam mendukung eksistensi hukum adat sasi di Maluku.
Sejak kernerdekaan, menjadi kewajiban yang sangat penting bagi para pernimpin untuk membuat kemerdekaan itu menjadi berarti bagi rakyat. Dengan berakhirnya masa kolonial, maka kita dihadapkan pada masalah mengubah dan membaharui Indonesia, yang berarti meruntuhkan tata tertib masyarakat yang lampau dan menciptakan ukuran-ukuran baru berdasarkan kebutuhan-kebutuhan nasional bagi bangsa lndonesia, disesuaikan dengan sayarat-syarat hidup modern. 1 Sesungguhnya nasionalisme yang sehat dan bersifat membangun, harus bergandengan tangan dengan internasionalisme yang sehat pula. Ini berarti bahwa tata tertib sosial baru yang dibentuk mencantumkan dengan tepat warisan kebudayaan pada proses 1 Supomo, Bab-bab tentang Hukum Adat, Penerbitan Universitas, Jakarta, 1966, hal.5. modernisasi, yaitu mempertinggi taraf-taraf penghidupan yang harus rnendapat ternpat pertama dalam program nasional. Walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa dalarn proses modernisasi, ekspansi dunia Barat tetap memberi warna pada corak dunia, sehingga dalam prakteknya sering diartikan sebagai pemungut lernbaga-lembaga dan cita-cita Barat. Khususnya cita-cita Barat tentang kemajuan tanpa harus meninggalkan kehormatan dan harga dirinya sendiri sebagai orang tirnur, yang tetap akan mempertahankan kebudayaannya. 2
Selama ini debat soal istilah dan definisi masyarakat adat masih saja terus berlangsung. Ada beragam istilah yang digunakan, bahkan di dalam peraturan perundang-undangan pun digunakan berbagai istilah untuk merujuk sesuatu yang sama atau yang hampir sama itu. Mulai dari istilah masyarakat adat, masyarakat hukum adat, kesatuan masyarakat hukum adat, masyarakat tradisional, komunitas adat terpencil, masyarakat adat yang terpencil, sampai pada istilah desa atau nama lainnya. Sekalian istilah tersebut dapat dijumpai pada peraturan perundang-undangan mulai dari UUD sampai dengan Peraturan Menteri (lihat lampiran).
Epistema Institute, 2016
Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penetapan Hak Komunal Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat Dan Masyarakat Dalam Kawasan Tertentu (kemudian disebut Peraturan MATR/KBPN No. 9/2015). Peraturan yang dikeluarkan pada 25 Mei 2015 ini semestinya diletakkan dalam rangka menjawab permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat hukum adat yang selama ini dipaksa untuk melepaskan ikatannya dengan hutan, tanah, air dan kekayaan alam yang mereka miliki. Apakah peraturan baru ini mampu menjawab permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat hukum adat terutama dalam kaitannya dengan hak atas sumber daya alamnya, atau sebaliknya, peraturan ini malah menambah masalah baru ?
Jurnal SASI, 2018
The active role of the customary law community in the process of economic development is very large supported by abundant natural wealth spread across the archipelago. This considerable potential will be better and can be supported by reliable human resources. Customary law communities can be included to participate in economic development. Empowerment of indigenous peoples with their local knowledge through economic development based on local wisdom can provide support, use and management of natural resources while maintaining the strength of their customary law, their spiritual abilities and the beliefs they embrace.
2019
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana pola komunikasi keluarga masyarakat adat dalam upaya menanamkan nilai-nilai kearifan lokal kepada anak yang dilakukan oleh keluarga Kampung Adat Cireundeu. Penelitian ini penting dilakukan karena bagaimana masyarakat adat mampu mempertahankan dan menanamkan nilai-nilai kearifan lokal kepada anaknya sebagai generasi penerus di era globalisasi saat ini. Teori yang digunakan dalam penelitian ini ialah Teori Pola Komunikasi Keluarga dari Devito (1986) dan Teori Sistem Keluarga dari Murray Bowen (1950). Desain penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan metode penelitian studi kasus. Subjek penelitian ini ialah keluarga masyarakat adat Cireundeu. Data penelitian menunjukan bahwa keluarga masyarakat adat Cireundeu sampai saat ini masih mampu mempertahankan dan menanamkan nilai-nilai kearifan lokal secara turun-temurun kepada anaknya sebagai generasi berikutnya. Terdapat faktor persamaan, keterbukaan...
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional
Penyelesaian perkara nonlitigasi adalah suatu pranata penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau dengan cara mengesampingkan penyelesaian secara litigasi. Salah saktu aktor yang bisa didorong untuk menjalankan peran ini adalah paralegal. Meski paralegal bisa menjadi solusi bagi terbukanya akses keadilan yang lebih luas bagi masyarakat adat miskin di daerah terpencil, namun masih perlu dirumuskan beberapa hal teknis seperti bagaimana mengintegrasikan bantuan hukum yang diberikan oleh paralegal yang tumbuh dan telah hidup di komunitas masyarakat adat dengan OBH yang telah terakreditasi, serta bagaimana kualitas bantuan hukum yang diberikan bisa memenuhi standar yang dikendaki oleh kebijakan hukum nasional. Dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif dapat disimpulkan bahwa paralegal yang tumbuh dalam komunitas masyarakat adat yang belum terdaftar pada pemberi bantuan hukum (OBH) harus berafiliasi dengan OBH Terakreditasisehingga output kegiatannyajadi lebih jelas.Selain itu, ji...
COMSERVA : Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
Penguasaan terhadap hak atas tanah adat dan hutan adat merupakan salah satu penyebab utama terjadinya konflik kehutanan di Indonesia. Konflik yang sering terjadi adalah ketidakpastian status hak masyarakat adat di kawasan hutan. Hal ini disebabkan karena produk hukum dikeluarkan oleh pemerintah menempatkan persepsi yang dominan terhadap peran dan fungsi pemerintah sebagai pelaku tunggal, akhirnya pada tanggal 16 Mei 2013, melalui putusan atas perkara Nomor 35/PUU-X/2012. Penelitian ini tergolong sebagai penelitian hukum normatif (normative law research). Dengan menggunakan metode analisis normatif kualitatif, yaitu dalam bentuk kalimat yang teratur, runtut logis, tidak tumpang tindih dan efektif. Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) Masyarakat hukum adat adalah subjek hukum. Akan tetapi, Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, memperlakukan masyarakat hukum adat secara berbeda dengan subjek hukum yang lain. Negara menguasai baik atas tanah maupun atas hutan. Pemegang ...
Lex Journal: Kajian Hukum & Keadilan, 2017
Post-authoritarian Indonesia guaranteed the protection of Indegeneous People are accelerated on behalf of Indonesian Constitution UUD NRI 1945. Coherently, the Constitution obligated the government to emerged an effective and comprehensive regulation to protect traditional ethnic alongside their cultural rigjhts. As the consequences, state obligated all stakeholder included local government to reformulate legal platform as the implementation of UUD 1945 mandate. In the historical and political aspect, existence of in degeneous people is settled long time before the official declaration of state. Indegeneous people not only served as one of prequisite requirement of human rights implementation. However, based on historical context recognition of indegeneous people has been decreased recently. It is caused by the economic development that sometimes impacted the territorial of indegeneous people itself. Furthermore, the assimilation process of indegeneous people and "new-comer" citizen has limited the space for indegeneous people to conduct their ritual as cultural-religious community. The main puzzle to be elaborated in this research are how UUD 1945 maintain the constitutional protection to indegenous people. Secondly, how the implementation of constitutional protection over indegeneous people in Indonesia. This research suggested constructive advices to overcome the problem. Firstly, emerging recognition and protection over indegeneous people through sincronization of state and local government regulation. Secondly, this research urging the government to sttle a legal platform for conflict resolution among indegeneous people and between indegenous people and government.
Balobe Law Journal
Introduction: This article outlines an analysis of the role of indigenous communities in protecting and preserving the environment through the traditional Kewang institution, so that the implementation of Sasi can run well.Purposes of the Research: The purpose of this article is to look at the role of indigenous communities in protecting and preserving the environment based on applicable customary law.Methods of the Research: The method used in this research is normative juridical which focuses on the main law by examining theories, concepts, legal principles and statutory regulations related to this research.Results of the Research: Environmental awareness is awareness that arises from an understanding of the relationship between humans and their environment. Awareness that humans are an integral part that cannot be separated from their environment is the key to successful environmental management. Through this understanding, on the one hand, it is hoped that good and healthy envir...
Desa adat atau disebut juga dengan nagari, huta, marga dan lain-lain adalah unit pemerintahan (politik), sosial, ekonomi dan budaya masyarakat hukum adat. Desa adat adalah susunan asli yang mempunyai hak-hak asal usul berupa hak mengurus wilayah (hak ulayat) dan mengurus kehidupan masyarakat hukum adatnya. Dalam menjalankan pengurusan tersebut, Desa adat mendasari diri pada hukum adat untuk mengatur dan mengelola kehidupan masyarakat hukum adat dan wilayah adatnya. Pada masa rezim orde baru, desa adat mengalami tekanan luar biasa dari negara melalui penyeragaman sistem pemerintahan desa dalam kesatuan administrasi sentralistik melalui UU 5/79 tentang Desa. Desa (termasuk desa adat) tidak lagi berdaya dalam mengurus masyarakat hukum adat berdasarkan hukum adat. Desa orde baru telah menjadi " perpanjangan tangan " pemerintah pusat yang bertindak dan berprilaku seragam dalam komando yang sentralistik. Desa adat kemudian hancur sebagai unit pemerintahan, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat hukum adat. Desa adat terpecah-pecah menjadi desa-desa administrasi atau tidak diakui sebagai unit pemerintahan asli (asal usul) masyarakat hukum adat. Seiring dengan itu, wilayah desa adat terbagi-bagi dalam pengurusan berbasis sektor sumber daya alam oleh pemerintah melalui undang-undang sektoral Sumber Daya Alam, seperti UU Kehutanan, UU Pertambangan dan lain-lain. Hak ulayat menjadi persil-persil yang terpecah-pecah di tangan pengurus tanah, hutan, dan tambang dalam institusi pemerintah. Akibatnya, masyarakat hukum adat kehilangan penguasaan dan akses atas sumber daya alamnya. Konflik pun membara dimana-mana. Dalam catatan HuMa (2012) terdapat 232 konflik sumber daya alam dan agraria. Konflik berlangsung di 98 kota / kabupaten di 22 provinsi. Luas area konflik mencapai 2.043.287 hektar (ha), atau lebih dari 20.000 kilometer persegi (km²) dengan korban sebanyak 91.968 orang dari 315 masyarakat hukum adat. B. Otonomi Daerah ; " Jauh Panggang Dari Api " 1 Artikel ini juga diterbitkan pada : http://huma.or.id/pembaruan-hukum-dan-resolusi-konflik/peluang-desa-adat-dalam-memperkuat-hak-hak-masyarakat-hukum-adat.html
Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.