Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
…
20 pages
1 file
Cahyuni Saputri Yusuf, 2022
Pasien dengan hemofilia ringan mungkin memiliki sedikit gejala sehingga kondisinya tidak terdiagnosis selama bertahun-tahun dan biasanya mengalami pendarahan yang berlebihan hanya setelah trauma atau pembedahan yang signifikan. Saat ini pemberian faktor pembekuan darah merupakan gold standard tata laksana hemofilia, baik diberikan secara on demand (saat perdarahan) maupun profilaksis. Aktivitas fisik diperlukan untuk memajukan kebugaran fisik dan perkembangan neuromuskular dengan penekanan pada kekuatan otot, koordinasi, kebugaran umum, fungsional, dan kepercayaan diri, sehingga aktivitas fisik dapat membantu mengurangi perdarahan sendi dan meningkatkan kualitas hidup. Monitoring penyakit hemofilia dapat dilihat dari tanda atau gejala perdarahan dan frekuensi perdarahan tersebut.
Celiac disease merupakan penyakit imun enterophati yang dipicu oleh konsumsi gluten yang terkandung pada gandum, rye, dan barley dimana penyakit ini menyerang individu yang rentan secara genetik. Individu yang mengalami celiac disease, dianjurkan untuk mengonsumsi pangan bebas gluten. Umumnya jenis gandum (wheat), gandum hitam (rye), dan barley mengandung gluten. Sebagian besar produk roti dan turunannya berbahan dasar gandum. Dengan demikian, butuh alternatif pangan turunan serealia yang bebas gluten bagi penderita celiac disease. Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) merupakan keluarga serealia dengan kandungan gluten yang lebih rendah daripada gandum. Meskipun tepung sorgum memiliki glutelin dan gliadin, tetapi protein tepung sorgum kurang memiliki kemampuan untuk membentuk gluten jika dibandingkan dengan terigu. Salah satu produk yang dapat dikembangkan dari tepung sorgum yaitu sereal. Tepung sorgum cocok untuk menjadi bahan dasar pembuatan sereal karena produk sereal tidak membutuhkan kadar gluten yang tinggi. Sereal merupakan produk makanan berbasis proses ekstrusi yang dibentuk menjadi serpihan, setrip (shredded), dan ekstrudat (extruded) sehingga produk ini siap santap untuk sarapan pagi. Pembuatan sereal pada gagasan ini akan dibentuk flakes. Metode pembuatan flakes sorgum diadopsi dari metode D. K. Tressler yaitu dengan mula-mula sorgum dicuci bersih kemudian dimasak menggunakan retort dengan suhu 120oC selama 15 menit dengan perbandingan air dan sorgum sebesar 2 : 1. Sorgum yang telah masak tersebut didinginkan selama 20 menit lalu dipipihkan dengan menggunakan roller kemudian dipanggang dengan oven panggang dengan suhu 300oF (148.89ºC) selama 12 menit. Flakes yang dihasilkan memiliki sifat crispy dan terbentuk pula flavor panggang (baked flavor) sehingga flakes tersebut dapat langsung dikonsumsi. Waktu rehidrasi flakes sekitar tiga menit dan nilai daya serap air sebesar 445.15%. Bahan-bahan yang digunakan terdiri dari gula 10%, coklat 0.50%, garam 0.15%, vanila 0.05%, CMC 0.15%, sorgum flakes 10%. Flakes ini mengandung energi 113.95 kkal, karbohidrat 26.11 gram, lemak 0.51 gram, protein 1.24 gram, dan serat kasar 0.26 gram. Sereal sorgum mempunyai peluang besar untuk menjadi alternatif pangan bagi penderita celiac disease karena tidak ditambahkan tepung terigu pada proses pembuatan. Produk ini dapat berkontribusi di dunia pasar karena belum ada produk sereal yang berbahan dasar tepung sorgum. Namun, pengembangan teknologi terkait budi daya hingga hasil panen sorgum perlu ditingkatkan agar produksi sorgum dapat meningkat dan pengembangan produk berbahan dasar tepung sorgum juga menjadi optimal.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari batas normal kelompok orang yang bersangkutan. Diketahui bahwa hemoglobin merupakan protein berpigmen merah yang terdapat dalam sel darah merah yang berfungsi mengangkat oksigen dari paru-paru dan dalam peredaran darah untuk dibawah ke jaringan. Thalassemia merupakan salah satu penyakit yang membutuhkan perhatian serius. Selain mematikan dan biaya pengobatan tiap bulannya yang sangat mahal, juga karena banyak orang yang tidak sadar bahwa mereka merupakan carrier atau pembawa. Saat ini tercatat penderita thalassemia mayor di Indonesia mencapai 5.000 orang dengan 200.000 orang sebagai carrier. Thalassemia adalah sekelompok penyakit keturunan yang merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin. Penyakit sel sabit adalah hemoglobinopati herediter dimana sel-sel darah merah (SDM) mengandung hemoglobin abnormal.Anemia sel sabit (atau penyakit Hemoglobin S) adalah salah satu hemoglobinopati yang paling umum terlihat dan berat. Gambaran menonjol dari hemoglobinopati adalah timbulnya sabit pada SDM. Semua hemoglobinopati menghasilkan manifestasi yang sama; namun, anemia sel sabit di mana tegangan oksigen dari darah menurun, Hb berpolimer, Hb rusak, dan SDM menjadi berbentuk sabit. Saat jaringan menjadi lebih hipoksik, makin terjadi bentuk sabit dan terjadi sabit. Sel-sel sabit dirusak oleh limpa dan lebih rapuh daripada SDM normal. Lama hidup SDM juga menurun dari normalnya 120 hari menjadi 17 hari (Martinelli, 1991).
Kolelitiasis/koledokolitiasis merupakan adanya batu di kandung empedu, atau pada saluran kandung empedu yang pada umumnya komposisi utamanya adalah kolesterol. (Williams, 2003) Batu empedu merupakan endapan satu atau lebih komponen empedu kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium, protein, asam lemak dan fosfolipid (Price & Wilson, 2005). Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus,batu empedu) merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesika felea) yang memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun terutama pada wanita dikarenakan memiliki faktor resiko,yaitu : obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak dan genetik B. INSIDEN Menurut (Ignatavicius, 2006) kasus kolelitiasis terjadi lebih banyak pada wanita dibandingkan pria karena wanita memiliki beberapa faktor resiko, diantaranya kehamilan, obesitas, pemakaian KB dan genetik. Tampaknya ada beberapa hal yang menyebabkan keluarga menjadi faktor terhadap perkembangan kolelitiasis, tapi ini mungkin terkait dengan kebiasaan makan keluarga (asupan kolesterol berlebihan dalam makanan) dan gaya hidup menetap di beberapa keluarga. Batu empedu terlihat lebih sering pada orang obesitas, mungkin sebagai akibat gangguan metabolisme lemak. Kehamilan cenderung memperburuk pembentukan batu empedu. Kehamilan dan obat-obatan seperti pil estrogen dan pil KB yang mengubah kadar hormon dan menunda kontraksi otot kandung empedu, menyebabkan tingkat penurunan mengosongkan empedu. C. KLASIFIKASI Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di golongkankan atas 3 (tiga) golongan: 1. Batu kolesterol. Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70% kolesterol 2. Batu kalsium bilirubinan (pigmen coklat). Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama.
Keberadaan bahan pangan diperlukan sepanjang masa sebagai hubungan pokok manusia sebelum sandang dan papan. Keadaan demikian dapat dirunut sejak jaman primitive, pada masa ini manusia dalam memperoleh pangan menempuh cara berladang berpindah-pindah. Pada waktu itu, melimpahnya hasil pangan hanyalah bersifat sementara, bahkan dapat dikatakan jarang sekali dialami. Tuntutan bahan pangan oleh manusia semakin hari semakin meningkat, baik jumlah maupun mutunya. Dipihak lain produktifitas tanaman pertanian waktunya sangat terbatas, terbatasi oleh musim atau keberadaan alam sehingga produksinya hanya dapat diperoleh pada waktu tertentu saja. Namun diberbagai pihak mungkin dapat dikelompokkan komoditas berdasarkan jenis, bentuk atau struktur bahan dan pola respirasi maupun komposisi kimia yang sebelumnya dapat merugikan produksi atau yang menghasilkan (Almatsier, 2004). Serealia yaitu biji-bijan dari elati rumput-rumputan (gramine) yang banyak mengandung karbohidrat sehingga menjadi makanan pokok manusia, campuran makanan ternak, dan bahan baku elative yang menggunakan sumber karbohidrat. Jenis biji-bijian yang mengandung lemak elative tinggi seperti jagung merupakan bahan baku elative minyak nabati. Kacang-kacangan adalah bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan bagi pemeliharaan, pertumbuhan kerja, pengantian jaringan dan mengatur proses-proses di dalam tubuh, untuk menghasilkan sebagian besar sumber elati (Danarti, 2008). Kacang-kacangan adalah bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan bagi pemeliharaan, pertumbuhan kerja, pengantian jaringan dan mengatur proses-proses di dalam tubuh, untuk menghasilkan sebagian besar sumber elati.Kacang-kacangan termasuk elati Leguminosa atau disebut juga polongan (berbunga kupu-kupu). Berbagai macam kacang-kacangan telah banyak dikenal, seperti kacang kedelai (Glycine max), kacang tanah (Arachis hypogaea), kacang hijau (Phaseolus elative), kacang merah (Phaseolus vulgaris). Kacang-kacangan merupakan sumber utama protein nabati dan mempunyai peran yang sangat penting dalam elati elativem tubuh..Kacang tanah dan kacang kedelai merupakan sumber utama
bawah dan leher. Struktur di kepala yang peka terhadap rasa nyeri adalah kulit, fasia, otot-otot, arteri ekstra dan intraserebral, meningen, dasar fossa anterior, fossa posterior, tentorium serebeli, sinus venosus, nervus V, VII, IX, X, radix posterior C2,C3, bola mata, rongga hidung, rongga sinus, dentin dan pulpa gigi. Sedangkan otak tidak sensitif terhadap nyeri. Pada struktur terdapat ujung saraf nyeri yang mudah dirangsang oleh :
OLEH : RESTI DWI SAFARIANI RISNA DWI PANDYANI RIZAL MIFTAH FARIZ SANTI SHINVANY TINGKAT IB MAKALAH MIKROBIOLOGI AKADEMI FARMASI MUHAMMADIYAH CIREBON 2014 Anopheles barbirostris merupakan vektor penting Brugia malayi yang terdapat di Nusa Tenggara Timur dan kepulauan Maluku Selatan.
Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.
Jurnal Penyakit Dalam Indonesia
Pediatric Hematology Oncology Journal, 2019