Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
…
3 pages
1 file
Mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri-ciri penting dari mediator adalah :
Industrial Relations, 1983
Banyaknya konflik-konflik hukum yang terjadi di masyarakat haruslah diiringi dengan upaya-upaya penyelesaian konflik tersebut yang beranekaragam. Salah satunya dengan memalui suatu pendekatan yang diharapkan mampu menyelesaikan masalah secara damai dan tenang. Mediasi hadir menjadi salah satu pendekatan yang bertujuan untuk menciptakan kondisi penyelesaian konflik secara damai dan win-win-solution. Pada awal perkembangannya mediasi merupakan jalur penyelesaian sengketa non-litigasi yang terpisah dengan peradilan. Akan tetapi dengan perkembangan waktu, pada saat ini mediasi telah terintegrasi dengan pengadilan yang biasa disebut dengan mediasi yudisial. Dimana mediasi termasuk dalam salah satu tahapan dalam hukum acara di pengadilan dalam perkara perdata. Masuknya mediasi dalam ranah acara di peradilan ditandai dengan dikeluarkannya Peraturan Mahkamah Agung (PerMA) yang mengatur terkait prosedur mediasi pada tahun 2003 yang kemudian direvisi pada tahun 2008 dan direvisi lagi tahun 2016. Terbinta PerMA ini diharapkan dapat mengisi kekosoangan hukum terkait prosedur perdamaian yang belum tertuang dalam aturan sebelumnya yakni Pasal 130 HIR dan 154 RBg. Mediasi merupakan salah satu cara penyelesaian perkara dengan bantuan mediator sebagai pihak ketiga. Berdasarkan PerMA No. 1 Tahun 2016 disebutkan bahwa Mediator dalam mediasi yudisal dapat diambil dari hakim maupun profesional (non-hakim) yang telah bersertifikat mediator. Dalam hukum acara perdata, mediasi yudisial dilakukan setelah gugatan dimasukkan / diajukan ke pengadilan dan pada saat sidang pertama pihak penggugat/pemohon dan tergugat/termohon keduanya hadir dalam persidangan. Oleh karena itu, dengan mediasi ini diharapkan dapat menghasilkan kesepaktan antara para pihak terkait pokok perkara yang diajukannya. Akan tetapi pada prakteknya banyak hasil mediasi tersebut menyatakan bahwa mediasi terkait pokok perkaranya itu tidak tercapai kesepakatan akan tetapi malah didapatkan kesepatan dalam hal lain atau melampaui pokok perkara tersebut. Sebagai contoh dalam perkara cerai talak, seharusnya dalam mediasi yudisial tersebut mediator berusaha agar para pihak mendapatkan kesepakatan damai sehingga para pihak tidak jadi meneruskan perkara perceraiannya di persidangan. Akan tetapi tidak jarang kesepakatan yang didapat dari mediasi dalam perkara ini malah kesepakatan yang melampaui pokok perkara seperti nafkah iddah, mut’ah dan lain sebagainya. Oleh karena itu dalam paper ini penyusun akan berusaha mengkaji tentang “Kewenangan Mediator dalam Mediasi Yudisial”
2016
ABSTRAK Mediasi merupakan bentuk alternatif penyelesaian sengketa. Mediasi telah tumbuh dan berkembang sejalan dengan tumbuhnya keinginan manusia untuk menyelesaikan sengketanya secara cepat, dan memuaskan kedua belah pihak. 2 Hal ini sejalan dengan PERMA Nomor 1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi di peradilan. Lahirnya mediasi melalui PERMA Nomor 1 Tahun 2008 merupakan penegasan ulang terhadap PERMA sebelumnya yaitu Nomor 2 Tahun 2003. Dilatar belakangi dengan menumpuknya perkara di lingkungan peradilan terutama dalam perkara kasasi. Mediasi dianggap instrument efektif dalam proses penyelesaian sengketa yang lebih cepat dan murah, serta dapat memberikan akses yang lebih besar kepada para pihak menemukan penyelesaian yang memuaskan dan memenuhi rasa keadilan. Keberadaan mediasi sebagai bagian dalam hukum acara perdata, dapat dianggap sebagai salah satu sumbangan berharga Prof. Bagir Manan, SH MCL di masa jabatannya. Pasal 130 HIR/154 RBG yang memerintahkan usaha perdamaian oleh hakim, dijadikan sebagai modal utama dalam membangun hukum ini, yang sudah dirintis sejak Tahun 2002 melalui SEMA Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberdayaan Pengadilan Tingkat Pertama Menerapkan Lembaga Damai dan pasal 130 HIR/154 RBg yang kemudian pada tahun 2003 disempurnakan melalui Perma Nomor 2 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Keberhasilan berjalannya mediasi memerlukan peran dan partisipasi dari para pihak dan hakim mediatornya, akan tetapi tugas pertama yang mendorong mediasi berjalan adalah hakim mediator. Hakim mediator juga harus membantu para pihak untuk memberikan solusi-solusi yang terbaik bagi kedua belah pihak.
Manusia adalah mahluk social dan memerlukan hubungan dengan orang lain .dengan cara komunikasilah manusia bisa berhubungan dengan orang lain.komunikasi dapat dilakukan secara lisan dan tertulis,tanda-tanda,lambang-lambang.komunikasi dilakukan baik secara tradisional maupun modern dengan alatalatnya pun mulai dari yang paling sederhana sampai yang mutakhir dan canggih.
El-Mujtama: Jurnal Pengabdian Masyarakat
The implementation of mediation in court still seems formalistic, and can result in a slower case settlement process. Sometimes the decision also cannot produce a decision that benefits both parties and therefore the Advocate is present as a mediator outside the court who can be relied on and transparent. The method used in this research is the normative juridical method where the research is carried out based on the main legal material by examining the theories, concepts, legal principles and laws and regulations related to this research. , where research is reviewed from several bibliography and then analyzed carefully. Research shows that Advocates as Mediators outside the court are very good and are very much needed by the community because they can help the community in resolving disputes easily and without new conflicts. Keywords: Violation, Code Out of court, Advocate
Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.