Bahasa Indonesia hadir sebagai bagian dari perjuangan bangsa Indonesia menuju kemerdekaan melalui sumpah pemuda pada 1928 meneguhkan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa pemersatu dari berbagai ragam ras, agama dan suku bangsa. Pasca kemerdekaan, bahasa Indonesia semakin memperkokoh eksistensinya sebagai Bahasa “administrasi Negara” berkontribusi dalam perkembangan sosial, budaya maupun politik bagi bangsa Indonesia. Setelah reformasi, bahasa Indonesia terus mengalami perkembangan. Salah satunya dalam pemanfaatan bahasa dalam komunikasi politik, khususnya kampanye politik. Pemanfaatan bahasa ini bertujuan untuk meraih simpati, menarik perhatian, dan membuat persepsi terhadap masyarakat untuk menentukan pilihan dalam pemilihan umum. Metode yang digunakan dalam penulisan ini yakni metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data melalui kajian pustaka. Hasil kajian menunjukkan bahwa kampanye politik merupakan penerapan dari komunikasi politik oleh kandidat kepada khalayak. Penampilan yang ditunjukkan saat menyampaikan pesannya di depan khalayak/masyarakat perlu ditunjang dengan ragam bahasa yang sesuai serta pesan yang jelas. Ragam bahasa Indonesia yang tepat digunakan dalam kampanye politik dengan model kampanye terbuka adalah ragam bahasa informal, sedangkan ragam bahasa dalam model kampanye dialogis adalah ragam bahasa formal. Beberapa penggalan teks kampanye yang telah dibahas menunjukkan bahwa bahasa yang digunakan masih terdapat penggunaan kata yang belum tepat. Penggunaan ragam bahasa merupakan cerminan kepribadian kandidat sehingga ketepatan penggunaan kata juga memberikan pengaruh bagi masyarakat dalam menentukan pilihannya. Kajian ini merekomendasikan kolaborasi antar pelaku politik dengan para ahli bahasa dalam mewujudkan komunikasi politik yang berintegritas.