Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
…
29 pages
1 file
At-Tuhfah, 2019
One of the problems of Islamic education today is the issue of dichotomy between "the relegious science" oriented to the hereafter happiness and "the non relegious science" oriented to worldly happiness. In fact, Islam does not distinguish between the two. This problem is directed from the formulation of an inaccurate Islamic education epistemology. Therefore, this paper seeks to unravel the epistemological foundation of Islamic education by discussing the essence of Islamic education, knowledge sources of Islamic education, the methodology of Islamic education and the alternative paradigm of integralism in religious sciences with nonreligious sciences. The conclusion of this discussion explains that the essence of Islamic education is the process of adab cultivation, the process of transferring knowledge and the process of purification of the soul. These processes are actually related to the sources of knowledge in Islamic education, namely the five senses, ratios, intuition, and revelation (wahyu). The functions of these sources are complementary or integral. But in reality, the source of intuition, for example, has not yet gotten an adequate portion in Islamic education".
Elisa, 2020
Abstrak Epistemologi berasal dari bahasa Yunani yaitu episteme dan logos. Episteme berarti pengetahuan dan logos yang juga berarti pengetahuan atau informasi. Islam memiliki tiga epistemologi yaitu bayani, irfani, dan burhani. Epistemologi bayani didasarkan atas teks suci, irfani didasarkan pada intuisi, sedangkan burhani didasarkan pada rasio. Ketiga epistemologi tersebut digunakan sebagai kunci untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan salah satunya dapat digunakan dalam bidang pendidikan. Pendidikan Islam di Indonesia memiliki banyak tantangan yaitu keberadaan logosentrisme dan sekolah sentralisme (mazdhab-sentralisme). Kedua tantangan tersebut dalam pendidikan Islam di Indonesia telah mengakibatkan munculnya komunitas ghulat dan radikalisme. Oleh karena itu, pendidikan islam sebagai implementasi maqāṣid sharī'ah harus direkonstruksi. Adanya rekonstruksi pendidikan Islam di Indonesia diharapkan pendidikan Islam dapat kompeten, berwawasan luas, humanistik, toleran, dan demokratis. Selain itu, juga dapat memberikan informasi kepada masyarakat bahwa islam dapat memberikan alternatif penyelesaian masalah pada masa kini. Abstract Epistemology comes from the Greek episteme and logos. Episteme means knowledge and logos which also means knowledge or information. Islam has three epistemologies namely bayani, irfani, and burhani. Epistemology bayani is based on sacred texts, irfani is based on intuition, while burhani is based on ratio. The three epistemologies are used as the key to gaining knowledge. One of them can be used in education. Islamic education in Indonesia has many challenges, namely the existence of logocentrism and school of centralism (mazdhab-centralism). Both of these challenges in Islamic education in Indonesia have resulted in the emergence of ghulat and radicalism communities. Therefore, Islamic education as an implementation of the sharī'ah maqāṣid must be reconstructed. It is hoped that the reconstruction of Islamic education in Indonesia will be competent, broad-minded, humanistic, tolerant, and democratic. In addition, it can also provide information to the public that Islam can provide alternative solutions to problems today. A. Pendahuluan Epistemologi berasal dari bahasa Yunani yaitu episteme dan logos. Episteme berarti pengetahuan dan logos yang juga berarti pengetahuan atau informasi. Dalam epistemologi Barat terdapat tiga aliran pemikiran yaitu empirisme, rasionalisme, dan
Ketika Barat memasuki zaman renaissance, kondisi umat Islam mulai menurun dan terjerembab ke dalam kemunduran. Ilmu pengetahuan dan f1lsafat yang sudah sekian lama bertahta di dunia Islam, kini justru memperoleh lahan subur untuk berkembang pesat di Barat. Tetapi dalam perkembangan baru yang terjadi di Eropa itu, Filsafat justru menimbulkan persoalan baru yaitu ilmu pengetahuan dan falsafat memisahkan diri dari agama. Problem itu, kemudian merambah pada dunia Islam, ketika kolonialisme menjajah Kaum Muslimin. Maka, muncullah adanya dikotomi dalam sistem pendidikan. Dualisme dikotomik ini, nampaknya sudah menjadi suatu sistem yang sudah “mapan” dan sesuai dengan zaman modern saat ini. Hal ini, sebenarnya sebuah “kecelakaan” sejarah yang tidak boleh berlangsung terus menerus. Karena sistem pendidikan Barat (baca ; Modern) yang dinasionalisasikan dan sistem pendidikan Islam (tradisional klasik) yang tidak di perbaharui secara mendasar, mempunyai arah yang berbeda atau dalam beberapa sisi penting justru bertolak belakang Sementara itu, secara epistemologis, Islam mempunyai sebuah konsep yang lebih mapan dalam menterjemahkan adanya konsep integralitas dalam ilmu. Karena ketika seeorang Muslim melakukan aktivitas keilmuannya, maka semestinya ia berangkat dari dasar niat dan motivasi intrinsiknya yang keluar dari hati nurani (conscience) yang paling dalam untuk memenuhi aturan-aturan Allah. Sehingga atara science dan con-science merupakan satu kesatuan dan totalitas yang bermuara pada jiwa rabbaniyyat. (QS. Ali Imran : 79). Ketika mengembangkan dan menggali konsep teoritis dan praksis, semestinya tidak hanya berhenti pada the fact tetapi juga the fact behind the fact, pada saat mengemukakan makna ruhani atau metafisika pada setiap pernyataan fisika
2007
Epistemologi adalah satu cabang pokok bahasan dalam wilayah filsafat yang memperbicangkan seluk-beluk "pengetahuan".
El Qudwah, 2012
The Development of Islamic knowledge cannot be obtained using western empiricism and rationalism epistemology. Althougth have been considered as the pillar of modern science, substantially, both are different, even they are in compatible with the knowledge in islam. It means that we need to find our own epistemology that goes in accordance with Islam. Related to this, al Farabi and Ibn Rusyd have tried to find the way out although there are still many weaknesses in it. According to Al Farabi, the xsource of the knowledge is active intellect, while ibnu Rusyd said that it comes from reaity and God's revelation. To get it we have to do many abstractions using demonstrative method. Related to the ratio, Al. farabi used active intellect theory while Ibnu Rusyd preferred the concept of "Inayah". Using this theory, Al Farabi tried together religion and philosophy into the concept, while Ibn Rusyd let them to be two different things that complete each other. Kata Kunci: Sumber pengetahuan, cara memperoleh pengetahuan, dan hubungan antara wahyu dan rasio Salah satu hal penting dalam pengembangan keilmuan adalah kajian tentang epistemologi. Seperti ditulis Ali Syariati, pengetahuan yang benar tidak bisa lahir kecuali dari cara berpikir yang benar, sedang cara
Kelompok 4 FKM UMG , 2023
Pendidikan Islam merupakan suatu hal yang sangat penting dikembangkan, mengingat pendidikan menjadi landasan utama untuk membangun peradaban masyarakat dan kemajuan suatu bangsa. Maka pandangan secara filosofis pendidikan Islam penting dikembangkan untuk memberikan kemajuan pada dunia pendidikan kontemporer. Untuk terciptanya segala fungsi dari pendidikan yang dapat terintegrasi pada diri pribadi muslim, maka konsep pendidikan yang aktual dan selaras dengan dasar pendidikan Islamlah yang kiranya dapat membawa pribadi setiap muslim kepada tujuan akhir pendidikan yang ingin dicapai, reformasi pendidikan Islam merupakan suatu kemajuan berfikir yang membawa adanya upaya untuk memperbaharui konsep dan terus mengadakan aktualisasi dalam rangka merespon perkembangan zaman yang selalu statis dan dinamis. Dalam perkembangan filsafat Islam, epistemologi menjadi suatu bidang disiplin baru ilmu yang mengkaji sejauh mana pengetahuan dan makrifat manusia sesuaidengan hakikat, objek luar, dan realitas eksternal
2015
Abstrak: Sebagai agama yang memiliki dimensi keilmuan yang universal, Islam harus dipahami dari segala aspek dengan tanpa meninggalkan esensi-esensi yang terkandung didalamnya. Kejumudan dalam berpikir akan berkonsekwensi terhadap pengkristalan hukum sehingga tidak mampu mengakomodir setiap peristiwa-peristiwa yang hadir kemudian. Dalam relevansinya dengan perkembangan zaman, Islam harus mampu mengikuti arah dan tujuan perkembangan tersebut. Keberadaan Islam sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin harus mampu diapliasikan dalam konteks yang lebih universal dan komperhensif. Pemahaman yang bernuansa indoktrinasi sedikit demi sedikit untuk ditinggalkan, sehingga pola pikir generasi muslim yang akan datang mampu membangun secara kreatif hukum yang relevan tanpa meninggalkan hukum yang sudah ada sebagai bahan komparatif dan dasarnya. Ilmu harus dipahami sebagai kebutuhan prioritas dalam kehidupan muslim di era modern ini. Baik al-Qur’an maupun hadits memberikan sebuah gambaran tentang p...
ULUMUNA, 2013
Based on historical reports, Islamic epistemology paradigm has evolved from time to time bringing different schools each other. This paper aims at revealing such differences. Methods employed are philosophical Literary Review where compiled data are analyzed inductively to formulate theoretical constructions. Research findings reveal that peripatetic philosophers highlight their mind as a dominant tool to gain knowledge using demonstrative method (burhānī).Whilst illuminative philosophers, ‘irfāniyyīn, and Sufis believe that knowledge can only be derived from mystical intuition after purification of the heart (qalb) trough practices (riyāḍah). Different schools such as ones held by Mulla Sadra and Abed al-Jabiri are based on those distinctive principles.
ABSTRAK Kertas kerja ini bertitik tolak daripada tanggungjawab besar yang dipikul oleh seorang Guru Pendidikan Islam dalam membentuk akhlak pelajar. Bagi melunaskan tanggungjawab ini, Guru Pendidikan Islam perlu meletakkan diri mereka sebagai model contoh kepada para pelajarnya. Justeru, keyakinan, persepsi serta penilaian positif terhadap diri perlu diterapkan dalam minda GPI. Hal ini demikian kerana konsep diri yang terbina daripada ketiga-tiga perkara ini akan mencetuskan amalan atau tingkah laku seiring dengan apa yang dipercayai. Namun, krisis dual-isme dan sekularisme yang mengakibatkan pemecahan kesepaduan ilmu antara Fardhu Ain dan Fardhu Kifayah meletakkan Pendidikan Islam sebagai satu subjek yang kurang pentingnya dan sempit skopnya. Hal ini demikian dilihat mungkin memberi kesan kepada pembentukan kendiri positif GPI. Justeru, bagi menyediakan dan mengembalikan konsep diri GPI pada tahapnya, kepercayaan epistemologi Islam perlu kukuh dalam sanubari GPI. Kepercayaan ini akan membentuk satu tasawur keilmuan yang luas mengikut acuan Islam yang sebenar. Tasawur ini kemudiannya akan memangkin kepada pembentukan konsep kendiri positif dalam diri GPI di mana konsep ini penting bagi mencetus amalan-amalan positif. Kertas kerja ini bertujuan untuk melihat bagaimana kepercayaan epistemologi Islam dapat membantu pembentukan kendiri seorang pendidik terutama Guru Pendidikan Islam.
Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.
Al-Tarbawi Al-Haditsah : Jurnal Pendidikan Islam, 2018
JIIP - Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan
al-Munir: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, 2024
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Raushan Fikr
IMANENSI: Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akuntansi Islam, 2019
Jurnal PGSD Uniga, 2024
Urwatul Wutsqo: Jurnal Studi Kependidikan dan Keislaman, 2020
Mitra PGMI: Jurnal Kependidikan MI, 2021