Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
2020, Jurnal Ilmiah Spiritualis: Jurnal Pemikiran Islam dan Tasawuf
Kepemimpinan wanita dalam kancah politik menuai kontroversi di dalam Islam. Hal ini disebabkan oleh nas{ hadis sahih yang menyatakan bahwa suatu kaum tidak akan beruntung jika dipimpin oleh wanita. Bagi ulama konservatif, akan memahami hadis tersebut apa adanya (tekstual). Namun bagi ulama yang moderat akan memahaminya dari sisi kontekstual. Agama Islam berpedoman kepada al-Qur’an dan hadis, oleh sebab itu, tidak adil kiranya jika hanya memotret dari sisi hadis saja dan mengesampingkan al-Qur’an. Artikel ini akan membahas tentang kepemimpinan wanita dari sisi al-Qur’an, hadis, biologis wanita dan sosiologis bangsa Indonesia. Kesimpulan artikel ini adalah al-Qur’an melegitimasi kepemimpinan wanita lewat kisah ratu Saba’ (Bilqi>s). Hadis tentang kepemimpinan wanita dapat dipahami sebagai ‘komentar’ Nabi terhadap pergantian kepemimpinan di Persia dan memiliki muatan lokal-temporal. Wanita memiliki kelemahan biologis pada saat menstruasi dan hamil, kelemahan fisik dibandingkan laki-l...
Syariah Jurnal Hukum dan Pemikiran, 2018
Terjadinya kontroversi dalam masalah kepemimpinan perempuan dalam Islam berasal dari perbedaan ulama dalam menafsiri sejumlah ayat dan hadis Nabi. Secara umum jika dianalisa kualitas hadis riwayat al-Bukhârî, al-Turmuzî, dan al-Nasâ`î serta Imam Ahmad tentang kepemimpinan perempuan secara umum adalah shahîh li dzâtihi. Sanadnya memenuhi kaidah kesahihan sanad hadis, yaitu sanadnya bersambung, periwayatnya bersifat tsiqah, dan terhindar dari syudzûdz dan ‘illah. Matannya juga memenuhi kaidah kesahihan matan hadis, yakni terhindar dari syudzûdz dan ‘illah.Secara tekstual, hadis tersebut menunjukkan larangan bagi perempuan menjadi pemimpin dalam urusan umum. Oleh karena itu, mayoritas ulama secara tegas menyatakan kepemimpinan perempuan dalam urusan umum dilarang. Namun secara kontekstual hadis tersebut dapat dipahami bahwa Islam tidak melarang perempuan menduduki suatu jabatan atau menjadi pemimpin dalam urusan umum. Bahkan menjadi kepala negara, dengan syarat sesuai dengan kriteria ...
2008
Until now, there is a dilemma about woman leadership in Islam. In one side, there is a belief that the best woman activity is being home, take care her husband and children, cooking, cleaning up, and other activity that have domestic character. At the other side, today’s woman demanded to play active role outside home. Patriarchal understanding and culture that dominant at that era still affect position about woman leadership in Islamic thought discourse, not surprising if their thought’s product inclined to man interest. However, today’s woman have broad opportunity to have role on every domain, include became a leader. This is perfectly appropriate with Islamic teaching because al-Qur’an did not differentiate human except his/her deed
Artikel Tafsir Maudhu'i, 2023
Dewasa ini, agama sering dituduh sebagai sumber terjadinya ketidakadilan dalam masyarakat, termasuk ketidakadilan relasi antara laki-laki dan perempuan yang sering disebut ketidakadilan gender. Sementara, saat ini peran perempuan semakin dibutuhkan dalam berbagai aspek kehidupan bermasyarakat. Banyak perempuan yang mulai ikut berkiprah dalam kepemimpinan di masyarakat terutama di Indonesia, perempuan saat ini benar-benar muncul diberbagai peran dan posisi strategis dalam ranah biokrasi maupun pemerintahan. Hal ini menunjukkan bahwa kaum perempuan dapat menunjukkan dirinya sebagai kaum yang kuat dan berproses.
Bolehkah memilih pemimpin wanita didalam Islam ? Oleh : Armansyah Ilustrasi Pemilihan kepala negara sama artinya dengan memilih Khalifah pada masa awal kematian Nabi dahulu, semuanya harus tetap mengacu pada aturan main yang ditetapkan oleh Islam.
2019
Islam dan kepemimpinan perempuan Tulisan ini merupakan sebuah inti sari dari buku " Islam, Kepemimpinan Perempuan, dan Seksualitas" yang ditulis oleh dosen saya tercinta Ibu Neng Dara Affiah. Terdapat tiga bab dalam buku tersebut dan yang membuat saya tertarik adalah apa yang ditulis oleh Bu Neng pada bab pertama, yang beliau beri judul " Islam dan Kepemimpinan Perempuan". Berbicara mengenai perempuan, pasti selalu dikonotasikan sebagai feminisme. Saya membenarkan akan hal itu pada apa yang akan dibahas oleh tulisan ini. Namun yang perlu diingat bahwa feminisme bukanlah sebuah gagasan yang menghendaki kesetaraaan anatara laki-laki dan perempuan yang direalisasikan dengan "laki-laki melakukan pekerjaan perempuan" dan sebaliknya. Feminisme dalam arti yang sesungguhnya yaitu yang menghendaki kesetaraan atau keadilan gender dengan tidak memposisikan baik laki-laki maupun perempuan diposisi paling tinggi, yang kemudian mempengaruhi hak-hak yang seharusnya didapatkannya. Gender dalam kacamata Islam Pertama-tama saya akan membahas isu ini melalui kacamata agama, yang mana justru seringkali dalil-dalil agama inilah yang dijadikan argumentasi untuk menolak peran perempuan terutama dalam hal kepemimpinan. Dalam salah satu ayat alqur'an, tepatnya surah Al-Hujurat ayat 13 disebutkan secara jelas akan kesetaraan manusia baik berdasarkan kasta, ras, dan jenis kelamin. Rasulullah SAW sang nabi mulia pun mecerminkan dalam perilakunya akan hak-hak perempuan, walaupun beliau hidup pada masa dimana perempuan dianggap sebagai aib dan diremehkan. Dalam alqur'an surah Al-Baqarah ayat 30 Allah menciptakan manusia, laki-laki maupun perempuan sebagai khalifah (pemimpin) dibumi. Kepemimpinan disini tentunya memiliki arti yang sangat luas. Bisa saja menjadi pemimpin pemerintahan, pemimpin Pendidikan, pemimpin keluarga, dll. Namun yang perlu dicatat disini adalah manusia adalah pemimpin bagi dirinya sendiri yang mana memiliki tanggung jawab dan harus dilaksanakan dengan amanah. Jika meninjau dari ayat tersebut, islam tidaklah membatasi siapapun untuk menjadi pemimpin, baik laki-laki maupun perempuan meiliki derajat yang sama dalam hal kepemimpinan. Salah satu ayat alqur'an yang sering dijadikan sebagai argumen untuk menolak kepemimpinan perempuan yakni surah An-Nisa ayat 34 yang berbunyi "laki-laki adalah qowwam dan bertanggung jawab terhadap kaum perempuan". Yang menjadi pangkal perdebatan adalah kata qowwam yang sering diasumsikan bahwa laki-laki memiliki tanggung jawab, kekuasaan dan wewenang atas fisik dan moral prempuan serta memiliki kelebihan diatas yang lain. Dari pemaknaan diatas Nampak jelas bahwa pria ada pada posisi superior, sementara perempuan pada posisi yang inferior. Argument superioritas laki-laki ini didasarkan pada asumsi bahwa pihak laki-laki memiliki asset kekayaan yang dapat membiayai kehidupan perempuan. Selain itu, laki-laki dianggap memiliki kelebihan penalaran (al-aql), tekad yang kuat (al-hazm), kekuatan (al-quwwah), kemampuan tulisan (al-kitabah), dan keberanian (al-furusiyyah wa al-ramy). Menurut ahli tafsir yang brspektif feminis, makna dari kata "kelebihan" pada ayat tersebut tergantung pada kuaitas masing-masing individu yang tidak didasarkan pada gender. Begitu pula Amina Wadud Muhsin menyatakan bahwa "kelebihan" tersebut tidak bersifat hakiki, melainkan fungsional. Jadi, diebut superior selama yang bersangkutan memiliki kriteria alqur'an yakni memiliki kelebihan dan memberi nafkah, tentu saja ini tidak terbatas baik laki-laki maupun perempuan. Selain melihat dari tafsiran ayatnya, perlu kita ketahui pula konteks kelahiran ayat tersebut. Pertama, ayat ini turun dalam konteks hubungan suami istri. Kedua, melarang perempuan menjadi pemimpin bertentangan dengan konsep dasar Tuhan menciptakan semua makhluk denga derajat yang sama. Ketiga, adanya kekerasan domestik pada masyarakat arab pra islam. Nama: Firol Mustaqimah NIM : 11181110000023
Rabbani: Jurnal Pendidikan Agama Islam
Artikel ini bertujuan menguraikan persoalan mengenai relevansi pendidikan Islam dengan kepemimpinan perempuan dalam konsep Islam. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif melalui pendekatan metode studi kepustakaan, Hasil penelitian menunjukkan bahwa Islam sama sekali tidak melarang wanita untuk memperoleh pendidikan. Perlindungan terhadap hak pendidikan wanita mulai terasa setelah diutusnya Rasulullah. Dengan bekal pendidikan yang dimiliki perempuan, maka tak menutup kemungkinan wanita yang cerdas, kompeten, dan berprestasi juga berpotensi mampu membawa pada kemajuan ketika berada di posisi pemimpin. Islam tidak melarang wanita mengenyam pendidikan dan bahkan menjadi pemimpin asal tetap pada batasan-batasan syari’at yang telah ditetapkan.
Dalam Islam, menentukan dan memilih pemimpin adalah suatu perkara yang sangat penting dan wajib. Ini dibuktikan dalam sejarah Islam apabila wafatnya junjungan besar Nabi kita Muhammad S.A.W, maka seorang khalifah terus dilantik menjadi pemimpin bagi mengantikan baginda sebelum pemakaman baginda S.A.W dilangsungkan. Ijmak sahabat sepakat bahawa haram hukumnya kaum muslimin hidup tanpa adanya seorang khalifah atau pemimpin lebih dari tiga hari tiga malam. Sabda Nabi S.A.W maksudnya, " Apabila keluar tiga orang dalam bermusafir maka hendaklah dilantik seorang ketua ". (Hadis Riwayat Abu Daud) Dalam hadis yang lain sabda Rasulullah SAW yang bermaksud, " Tidak halal bagi tiga orang yang berada di satu tempat melainkan dilantik seorang daripada mereka seseorang sebagai ketua. " (Hadis Riwayat Ahmad) Ini bermakna kepentingan melantik pemimpin untuk mengantikan kepimpinan yang telah berlalu untuk mengurus hal ehwal Islam dan melaksanakan kemaslahatannya adalah wajib. Atas sebab inilah Islam begitu memandang berat soal memilih pemimpin dalam semua peringkat kehidupan. Persoalannya, bagaimanakah kita hendak menjadi pemimpin yang baik? Kita harus sedar bahawa pemimpin yang baik akan memberikan kesan yang amat besar terhadap masa depan Islam dan umatnya. Kita juga hendaklah memahami bahawa soal kepimpinan mempunyai kaitan yang amat besar dengan dosa dan pahala dan ia adalah sebahagian tindakan atau perbuatan yang tidak terlepas dari penghakiman Allah terhadap kita pada hari kiamat kelak. Firman Allah dalam Surah al-Muddathir ayat 38 yang bermaksud : " Setiap diri terikat (bertanggungjawab) dengan apa yang telah dikerjakannya ". Sebagai pemimpin, kita hendaklah melaksanakan tugas secara berhati-hati dan tiada berkepentingan peribadi dan sebagainya. Jika kita gagal melaksanakan tugas dengan adil dan mengutamakan kebajikan untuk rakyat maka sudah tentulah amat bersalah dan akan diazab oleh Allah di akhirat kelak. Firman Allah SWT dalam Surah al-Qasas ayat 41 yang bermaksud : " Dan Kami jadikan mereka pemimpin-pemimpin yang menyeru (manusia) ke neraka dan pada hari kiamat pula mereka tidak mendapat sebarang pertolongan ". Islam telah menjelaskan kepada kita bagaimana untuk menjadi pemimpin yang baik. Terdapat lapan ciri-ciri utama sebagai seorang pemimpin yang baik; 1. Seorang yang berupaya untuk menjaga agama dan menegakkan syariat Allah di atas muka bumi, sebaliknya bukan menjadikan agama sebagai 'istihza' atau dipermainkan. Justeru amanah sebagai pemimpin sebenarnya adalah ganti diri Rasulullah S.A.W 'niabatan 'anin nabi SAW' untuk memelihara, menjaga dan melaksana syariat Allah SWT. Firman Allah SWT dalam Surah al-Haj ayat 41 yang maksudnya : " Iaitu mereka (umat Islam) yang jika Kami berikan mereka kekuasaan memerintah di bumi nescaya mereka mendirikan solat serta memberi zakat, dan mereka menyuruh berbuat kebaikan serta melarang daripada melakukan kejahatan dan perkara yang mungkar. (Ingatlah) bagi Allah jualah kesudahan segala urusan ". 2. Seseorang yang memiliki 'al-Quwwah' yakni kekuatan dari semua sudut samada fizikal, spiritual, emosi dan mental. Dalam al-Quran telah dijelaskan kisah dua anak perempuan Nabi Syu'aib a.s. meminta kepadanya agar memilih pekerja mengembala kambing daripada kalangan yang kuat bekerja dan amanah, inikan lagi soal memilih pemimpin yang sudah tentu skop menanggung kerjanya yang lebih luas dan amanahnya sangat besar memerlukan kekuatan semua sudut dan bidang. Firman Allah SWT dalam Surah al-Qasas ayat 26 yang maksudnya : " Salah seorang antara perempuan yang berdua itu berkata: " Wahai ayah, ambillah dia menjadi orang upahan (kita), sesungguhnya sebaikbaik orang yang ayah ambil bekerja ialah orang yang kuat, lagi amanah ". 3. Seseorang yang memiliki sifat takwa, kerana ciri-ciri inilah yang menjamin seseorang pemimpin itu berintegriti dan takutkan Allah SWT dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Firman Allah SWT yang bermaksud : " Dan seandainya mereka itu tetap beriman dan bertakwa nescaya mereka akan mendapat pahala); sesungguhnya pahala dari sisi Allah itu adalah lebih baik, seandainya mereka mengetahuinya ". (Surah al-Baqarah ayat 103) 4. Seseorang pemimpin itu mestilah beramanah, adil dan tidak melakukan kezaliman atau diskriminasi kepada mereka yang di bawah pimpinannya. Sifat-sifat ini mesti dimiliki oleh mana-mana pemimpin dan menjadikan ia sebagai prinsip asas pentadbiran untuk menjamin kepimpinannya yang dihormati, disegani dan disayangi. Jauhkan diri daripada pemimpin yang zalim yang tidak memberi keadilan dan hak rakyat untuk bersuara dan berhimpun secara aman. Firman Allah dalam Surah An-Nisa' ayat 58 maksudnya : " Sesungguhnya Allah menyuruh kamu supaya menyerahkan segala jenis amanah kepada ahlinya (yang berhak menerimanya). Apabila kamu menjalankan hukum antara manusia, (Allah menyuruh) kamu menghukum dengan adil… ". 5. Seseorang pemimpin itu mestilah bertanggungjawab dan tidak sombong kepada mereka yang di bawah pimpinannya. Sikap bertanggungjawab kepada mereka yang
Kepemimpinan atasan menurut persepsi bawahan yang berciri gender merupakan hal yang hampir tidak mendapat perhatian serius dalam organisasi. Karena organisasi beranggapan bahwa memperdebatkan persepsi bawahan menurut gender adalah mengadaada persoalan. Sekarang ini, sudah bukan merupakan hal yang aneh bila seorang wanita menduduki jabatan tertinggi dalam suatu organisasi. Banyak pimpinan dan manajer wanita bermunculan dan tak sedikit yang mencapai sukses. Wanita-wanita tersebut telah membuktikan bahwa sifat feminin seorang wanita bukan suatu kelemahan dan inferior dibandingkan dengan sifat maskulin pada kaum pria. Perbedaan sifat dasar wanita dan pria ini akan membawa perbedaan pula dalam kepemimpinan wanita dan pria. Gaya kepemimpinan pria yang bercirikan 'komando dan kontrol' semula dianggap yang paling baik. Namun, kisah-kisah sukses kaum wanita sebagai pimpinan dalam suatu organisasi telah membuktikan bahwa gaya kepemimpinan 'komando dan kontrol' tersebut bukan satusatunya cara untuk mencapai puncak kepemimpinan.
Makalah Studi Kepemimpinan Islam yang membahas tentang makna kepemimpinan dalam sudut pandang islam, bagaimana kepemimpinan tersebut, bagaimana kriteria pemimpin yang baik, bagaimana memaknai kepemimpinan itu sendiri
Kepemimpinan perempuan dalam Islam merupakan persoalan yang masih kontroversial. Hal tersebut disebabkan beberapa faktor, yakni perbedaan penafsiran para pakar (ulama) dalam menafsirkan nash sebagai dalil pembolehan ataupun pelarangan wanita menjadi pemimpin. persoalan ini menarik untuk dikaji ditengah maraknya persamaan gender.
Alim | Journal of Islamic Education
Women's Leadership in Islamic Education (Study on Role of Umi Waheeda in Managing Al-Ashriyyah Nurul Iman Islamic Boarding School Parung Bogor). This research found that the most dominant female leadership style shown by Umi Waheeda in managing Pesantren Nurul Iman is the Melati Style, with the main characteristic of simple, polite and wise leadership in all its members. This is also reinforced by the nature of leadership shown by Umi Waheeda with the nature of the mother and iron maden. Umi Waheeda shows maternal traits in directing employees, and has always been a strong and visionary women leader.Another interesting thing found in this study, in the perspective of Umi Waheeda employees, it shows the uniqueness of being a leader so that it becomes a characteristic of female leaders who distinguishes from other leaders including: 1) Umi Waheeda as a strong leader woman, 2) productive leader, by developing various social entrepreneurs; 3) Independent Free Education Initiators, i...
An-Nisa' : Jurnal Kajian Perempuan dan Keislaman, 2019
A woman has great potential, as well as a man, it can be seen from the various roles of woman needed in society, including: the role of reproduction, economic, social, political and Islamic leadership. However, in Islamic leadership, most women are only members of the management in social organizations, because they are deemed not have brave characteristics like men, except the social organization that all of the members are women. this is because women's interests are not accommodated in various political decisions. Education is the main factor that determines the activeness of women as administrators of political parties, obstacle experienced by women in political parties, including through a number of issues such as; education, employment, justice and gender equality, domestic roles, patriarchal culture, religion and family relationship. Woman, who has the competence to lead the country, could be heads of state in the modern society context, because the modern government syst...
Women in Politics, Feminism, Islam, Perspectives
KARSA: Jurnal Sosial dan Budaya Keislaman, 2015
Wacana kepemimpinan perempuan tidak pernah berakhir didiskusikan. Beberapa pertimbangan teologis Islam selalu menjadi alasan utama untuk mendukung kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Artikel ini mencoba untuk menyajikan analisis tekstual dan kontekstual tentang kepemimpinan perempuan di ranah publik. Hal ini karena berdasarkan pemahaman secara tekstual terhadap sunah Nabi dan opini dari sebagian ulama Muslim secara buruk menyatakan bahwa kepemimpinan perempuan dalam urusan publik dilarang. Namun berdasarkan pemahaman secara kontekstual tidak demikian dengan syarat mampu mengemban amanah. Sejarah Islam mencatat "Â`isyah, al-Syifâ, dan Ratu Balqis termasuk segelintir pemimpin perempuan yang menduduki jabatan publik. Oleh karena itu, dalam memahami masalah kepemimpinan perempuan, pemahaman secara kontekstual harus terlebih dahulu dipertimbangkan.
Buku ini ditulis oleh Neng Dara Affiah, dia merupakan seorang muslimah feminis. Buku ini merupakan komplikasi dari beragam tulisan yang pernah dimuat di pelbagai buku, jurnal dan surat kabar yang ditulis antara rentang waktu 1998-2016. Buku ini terdiri dari 3 BAB diantaranya yaitu islam dan kepemimpinan perempuan, islam dan seksualitas perempuan, serta perempuan, islam dan negara.
Jurnal Al-Mubarak: Jurnal Kajian Al-Qur'an dan Tafsir
Perempuan sama-sama makhluk yang juga sama spesialnya dengan lelaki di mata Allah. Takwalah kemudian yang membedakan antara keduanya. Penelitian ini mengkaji tentang pemimpin perempuan dalam tinjauan hadis Nabi Saw. Pembahasan ini penting untuk mengetahui jangkauan kepemimpinan perempuan, apakah hanya sebatas domestik ataukah perempuan boleh memimpin secara publik. Jenis kepustakaan dipilih sebagai jenis penelitian dengan menggunakan pendekatan tematik hadis. Hadis-hadis tentang pemimpin perempuan ditemukan melalui aplikasi al-maktabah asy-syamilah. Setelah hadis-hadis terkait ditemukan, kemudian dilakukan analisa isi untuk menemukan hasil dan kesimpulan yang komprehensif. Sebagai penutup, penelitian ini menemukan bahwa perempuan berposisi sama di mata Allah, juga dalam hal kompetensi dan kredibilitas. Hadis-hadis yang ditemukan juga mengarahkan kepada kesimpulan bahwa perempuan dapat menjadi pemimpin di wilayah publik.
2015
Many groups are calling to apply the Islamic values. Both in social issues, economy, country and politics. But they are not able to create a balancing of the values of Islam itself. Because in general, they actually limit the scope of women's movement. They do not give chance to women to participate in the world holding the reins of supreme leadership.If the excuse put forward is that Islamic values can be applied in general, why not give the right to limit even to women? In fact Islam devoted to men and women.However, when the raging spirit has been created, the power has been awakened, when the women had to roll up his sleeves to participate in social, political and matters relating to life, why the sudden sheet of voiced speech with a loud "O woman returned to the house each of you ", an appeal which it seems so unfair to discredit. Therefore, re-examine the traditions that are considered to discredit the woman, for Hadith Prophet Muhammad saw. ill only textually bu...
Diversity: Jurnal Ilmiah Pascasarjana, 2021
Munculnya berbagai pemahaman seputar perempuan yang menghadirkan sosok baru, menjadikan perempuan seakan kehilangan sosok Qudwah perempuan Muslimah. Dengan segala peran yang telah Islam berikan kepada perempuan, menuntutnnya memiliki beberapa keterampilan khusus terkait kepemimpinan Islami, yang dimana akan berpengaruh bagi dirinya, keluarga, dan juga umat. Penelitian ini hendak menghidupkan kembali sosok perempuan Muslimah dalam kajian Histori Islam guna mengisi keskosongan Qudwah pada perempuan zaman ini. Yang dengannya diharapkan perempuan akan lebih mengerti tentang hakikat serta peran perempuan dalam Islam. Penelitian ini memakai metode library research; dimana peniliti berusaha mengkaji literatur-literatur terkait. Penelitian ini berhasil mengungkapkann sosok perempuan dalam Histori Islam yang mampu menerapkan keterampilan kepemimpinan tanpa keluar dari hakikat seorang perempuan; dimana akan berguna bagi pengembangan karakter bagi diri perempuan tersebut.
Raheema, 2014
The discourse of woman leadership in Islamic Education, in terms of religious concept, is still contemporarily hegemonized in a leadership structure at religious-based university. Moreover, at this point, every analysis has a significant argument which ends to gender deconstruction, whether it is possible for woman to perform leadership in an education institution. Besides, it also conveys the legalization of important person in the institution, rector at Islamic University, for instance, as well as Minister of Religion. Therefore, the article densely discusses woman and leadership in Islamic education.
Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.