Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
2015, Jurnal Sosioteknologi
…
6 pages
1 file
“….Garudaku terjanglah angin itu Kepakan sayapmu, cengkramlah dengan erat pancasila yang kau emban…” (Efri Fahmi Aziz, dalam “Garuda Lelah Pancasila Entah”)
Opini / Kajian Singkat 2021
Tantangan dan problematika bagi Pancasila dewasa ini lebih didominasi oleh hal-hal yang bersifat kontekstual ketimbang konseptual. Kita semua memahami bahwa secara konseptual Pancasila merupakan dasar bagi berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta landasan ideologis dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sejak merdeka. Namun demikian, secara kontekstual, terdapat kesenjangan (gap) antara pemahaman dan aktualisasi nyata dalam kehidupan sehari-hari. Masih adanya kelompok-kelompok yang mempertentangkan antara agama dan negara adalah satu dari sekian banyak contoh kesenjangan yang ada. Oleh sebab itu, pengakaran kembali atau reinternalisasi Pancasila di tengah-tengah masyarakat menjadi sebuah kebutuhan yang mendesak untuk dilakukan.
bengkeltulissaddamcahyo.blogspot.com, 2020
Riuh rendah masih kerap terdengar sayup perdebatan di tengah masyarakat Indonesia tentang kapan sesungguhnya ideologi Pancasila dilahirkan. Di satu pihak, ada yang berkeras menghitungnya per tanggal 18 Agustus 1945. Persisnya usai sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengesahkan konstitusi negara yaitu Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945, yang di akhir alinea keempat dalam naskah Pembukaannya tercantum isi dari Pancasila sebagai dasar negara.
2020
Abstract: The Indonesian state law based on Pancasila is a concept that has a special character distinguishing from the original concept of the Rechstaat and Rule of Law developed in western countries. These special characters include; the principle of kinship that prioritizes public interest over individual interest, the law is based on certainty and justice, the state is based on religion but not theocracy and secular systems, the law is the reflection of community culture, the law must be neutral and universal. Therefore, Pancasila is not only a spirit in the state but also a source of all sources of law in Indonesia. Keywords: State Law, Special Character and Pancasila. Abstrak: Negara Hukum Indonesia yang bersendikan Pancasila adalah sebuah konsep yang memiliki karakter khusus sehingga membedakan dari konsep aslinya yaitu Rechstaat dan Rule of Law yang berkembang di negara-negara barat. Karakter khusus tersebut di antaranya yaitu; asas kekeluargaan yang mengutamakan kepentinga...
Indonesian Journal of Peace and Security Studies (IJPSS)
Perbedaan acapkali menjadi penyebab terjadinya konflik dan disintegrasi (perpecahan) dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Tak sedikit orang yang anti dan benci dengan perbedaan. Perbedaan seolah dipandang sebagai musuh yang harus diperangi secara bersama. Namun, tidakah disadari bahwa negara Indonesia merupakan negara yang terbentuk dari keberagaman suku, budaya, dan agama, yang jauh lebih dulu ada ketimbang kata “Indonesia” itu sendiri. Selain itu, keberagaman merupakan kehendak yang telah Tuhan ciptakan untuk kehidupan manusia, yang dengannya menjadikan kehidupan manusia berwarna serta memperkaya pengetahuan manusia. Maraknya praktek intoleransi yang terjadi telah menodai semboyan Bhinneka Tunggal Ika dan Pancasila. Selain itu, praktek intoleransi juga telah menodai citra Indonesia di kancah internasional. Indonesia merupakan negara yang dikenal rukun atas keberagaman dan menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi, sehingga menjadi inspirasi bagi banyak negara di dunia. Waki...
oleh Hendro Muhaimin, M.A Peneliti Pusat Studi Pancasila UGM
PANCASILA dan ISLAM Perdebatan antar Parpol dalam Penyusunan Dasar Negara di Dewan Konstituante, 2008
Tugas Kuliah, 2022
Buat apa mempelajari Pancasila? Mungkin ini adalah pertanyaan para mahasiswa-juga kaum pelajar lain-saat melihat fenomena degradasi konstitusional-tentang fenomena nirpancasila para pejabat kita seperti korupsi, penghancuran lahan, pembuatan undang-undang untuk kepentingan kelompok, dan lain-lain-yang kemudian menimbulkan asumsi berkaitan dengan irelevansi Pancasila untuk dipelajari. Bagi saya pribadi, pembelajaran terkait Pancasila di kampus adalah klise, sungguh membosankan mendengarkan para dosen ceramah soal suatu konsep yang tidak dipakai-bahkan tidak ada-lagi, sebab ia ada sebagai risalah namun tidak hadir sebagai fenomena. Bila boleh diibaratkan, Pancasila hari ini itu seperti tong kosong yang nyaring bunyinya. Kerapkali kita dengar Pancasila itu didengungkan di mana-mana, bahkan selalu kita pelajari, tapi Kembali lagi, apa fungsinya? Jangan-jangan Pancasila telah menjadi konsep klise yang menciptakan bayangan seksi soal sila-silanya dalam benak kita-sekedar membuat kita percaya akan adanya kehidupan yang adil, bermartabat, dan dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Satu klaim besar sampai sini, Pancasila sebagai bingkai konstitusinal tidak lagi relevan hari ini, saya dengan sangat sadar memahami bahwa klaim ini akan mendapat konfrontasi keras dari mereka yang masih optimis dengan Pancasila, untuk menunda hal tersebut, kita coba refleksi sejenak, apa itu relevan? Dapat saya duga dengan amat kuat, seringkali pola pikir kita soal 'relevansi' terpaut secara positif pada hal-hal yang dianggap baik secara normatif-entah itu keadilan, kebaikan, atau kesejahteraan.
Wajah lama sudah tak karuan di kaca, sedang wajah baru belum juga jelas. Siapa itu orang atau manusia Indonesia? Apa dia memang ada? Dimana dia? Seperti apa gerangan tampangnya? Tanya Muchtar Lubis pada sebuah ceramah di Taman Ismail Marzuki, 6 April 1977. Akankah hari ini kita masih mempertanyakan hal yang sama? Bertanya tentang Indonesia, tentang orangnya, keberadaannya, ialah bertanya tentang pancasila sebagai akar historis yang membentuk dan dibentuk oleh kita sendiri sebagai warga negara. Pancasila terus diperbincangkan di warung kopi, ruang kelas, media, sampai kongres yang setiap tahun dihelat untuk membentuk wajah ke-Indonesiaan kita. Bagi kita saat ini, penting untuk mencermati bagaimana Pancasila terus diperbincangkan dari waktu ke waktu agar kita tidak terjebak pada keterulangan atau perbincangan retoris mengenai Pancasila. Melalui tulisan ini saya menawarkan cara memahami pancasila melalui penelusuran wacana secara historis dengan membandingkan dua konteks sistem politikekonomi, yakni politik Orde Baru yang tersentralisasi dan setelah Reformasi dengan adanya desentralisasi dan otonomi daerah. Keduanya akan saya bandingkan untuk melihat bagaimana Pancasila diartikulasikan untuk membentuk wajah ke-Indonesia-an kita. "Artikulasi" sebagai kata kunci di sini, saya meminjam konsep dari Stuart Hall i . Konsep ini digunakan untuk memahami bagaimana suatu ideologi dihadirkan dalam
Pancasila: Jurnal Keindonesiaan, 2021
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan pentingnya peran masyarakat dalam revitalisasi Pancasila. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan teknik pengumpulan data wawancara, dokumentasi, dan studi literatur. Lokasi penelitian ialah Dusun Pancasila atau Dusun Nogosari, Desa Trirenggo, Bantul. Subjek penelitian ini ialah salah satu tokoh masyarakat di dusun Nogosari. Penelitian ini menghasilkan beberapa temuan diantaranya adalah bahwa masyarakat dalam bentuk komunitas atau lainnya berperan penting dalam revitalisasi Pancasila. Dusun Nogosari menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Keterlibatan dan peran masyarakat dalam revitalisasi Pancasila menjadi alternatif ketika negara belum sepenuhnya berhasil. Masyarakat memiliki peran yang strategis dalam hal upaya revitalisasi Pancasila ketika dikaitkan dengan nilai, budaya dan kearifan lokal masyarakat setempat. Revitalisasi Pancasila berbasis masyarakat atau komunitas sosial dengan modal sosial yang ada lebih p...
Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.
Jurnal Borneo Administrator
Makalah Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka, 2019