Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
2022, Tugas
…
7 pages
1 file
2016
Pantang Melupakan Leluhur” is one of devotion's action from Islam Wetu Telu's believers in Desa Bayan, Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, for the ancestors, as well as the way of life which makes them survive until now. This study was aiming to seek the cultural strategy behind the immortality of the ancestor values and analyze the historical awareness of "Pantang Melupakan Leluhur" Islam Wetu Telu by using philosophical hermeneutics method. The cultural strategy and the historical awareness of Islam Wetu Telu community relies on the feeling of fear and responsibility to what have been achieved and inherited by the past anchestor. The synthesis of spiral and God' destiny indicate that "Pantang Melupakan Leluhur" in the Islam Wetu Telu community is an ideal concept that is suitable with the historical movement of Indonesia which is attached in the identity of Indonesia, Pancasila.
Perkembangan zaman mendorong terjadinya perubahan disegala bidang, termasuk dalam hal kebudayaan. Hal ini dapat mengakibatkan kebudayaan yang dianut oleh suatu kelompok sosial akan bergeser. Cepat atau lambat pergeseran itu tentu akan menimbulkan konflik antara kelompok yang menghendaki perubahan dan kelompok yang tidak menghendaki perubahan yang biasa disebut dengan problematika kebudayaan. Problematika kebudayaan di Indonesia yang timbul akibat globalisasi diantaranya dapat dilihat dalam bidang bahasa, kesenian, juga yang terpenting-kehidupan sosial. Akibat perkembangan teknologi yang begitu pesat, terjadi transkultur dalam kesenian tradisional Indonesia. Peristiwa transkultural ini akan berpengaruh terhadap keberadaan kebudayaan terutama dalam bidang keseniankita. Padahal kesenian tradisional kita merupakan bagian dari khasanah kebudayaan nasional yang perlu dijaga kelestariannya. Dengan teknologi informasi yang semakin canggih seperti saat ini, kita disuguhi banyak alternatif tawaran hiburan dan informasi yang lebih beragam, yang mungkin lebih menarik jika dibandingkan dengan kesenian tradisional kita. Dengan televisi, masyarakat bisa menyaksikan berbagai tayangan hiburan yang bersifat mendunia yang berasal dari berbagai belahan bumi. Hal ini menyebabkan terpinggirkannya kesenian asli Indonesia.
Perkembangan kota dewasa ini kian pesat di berbagai aspek, mulai dari ekonomi, sosial, hingga kebudayaan masyarakatnya. Hal tersebut secara langsung maupun tidak langsung mengakibatkan kian pesatnya pembangunan kota. Kawasan pemukiman baru, kawasan industri dan perdagangan kiran padat menyesaki ruang-ruang kota. Sayangnya perkembangan pembangunan kota tersebut tidak sepenuhnya direncanakan dengan baik. Sering kali pembangunan kota harus mengorbankan ruang-ruang terbuka kota. Padahal keberadaan ruang terbuka pada suatu kawasan perkotaan merupakan salah satu elemen penting dalam menjaga keseimbangan kehidupan masyarakatnya.
Manusia merupakan makhluk unik kerana hanya ia kumpulan hidupan yang mempunyai budaya. 1 Budaya juga elemen yang membezakan manusia dari hidupan lain. 2 Istilah "kebudayaan" banyak digunakan dalam bidang antropologi budaya. Dalam disiplin antropologi budaya, 3 tiada perbezaan maksud di antara perkataan "budaya" dengan "kebudayaan". 4
Mozaic : Islam Nusantara, 2021
Kebudayaan merupakan kesadaran kolektif, di dalamnya memuat cara berpikir, bersikap dan bertindak. Melihat kenyataan itu kolonial berkesimpulan, kebudayaan sebagai sektor strategis harus dikuasai untuk dikendalikan, dengan demikian diharapkan akan mampu menciptakan sistem kolonial yang efektif dalam mengontrol cara berpikir dan bersikap masyarakat terjajah. Pada taraf itu bukan hanya gerakan rakyat yang bisa dikontrol tetapi lebih dalam lagi kesadarannya juga dapat dikendalikan. Dengan cara semacam itu tujuan kolonial itu seolah legitimate karena berjubah ilmiah yang berdalih enlightening (pencerahan), padahal tujuan utamanya tetap conquestador (penaklukan), dengan cara pemutusan mata rantai sejarah dan membelokkan arah kebudayaan yang diangap dinamis, dengan mengutuk menjahanamkan militansi, kerelaan berkorban serta keberanian mengambil risiko. Sebaliknya mengekspos habis-habisan nilai-nilai lokal yang dianggap menguntungkan seperti harmoni, teposeliro. Semangat perlawanan mereka ...
Sabda: Jurnal Kajian Kebudayaan, 2017
Human consciousness towards the experience encouraged him composing formulation, definitions, and theories about the ways of his life, into the conception about culture. Consciousness thus commenced from the gift of reason, his human instincts and feelings, which are not owned by other beings, such as animals. Leslie White (1973), defined the conception of culture that includes "beliefs, ideologies, social organization, and technology (the use of tools)." In the second half of the 19th century Sir Edward Burnett Tylor, conducted a study of "primitive societies," which functions as the foundation for putting together the concept of culture: "Culture or Civilization ... is that complex which includes knowledge, belief, art, morals, law, custom, and many other capabilities and habits acquired by man as a member of society." Three quarters of a century later, Ralph Linton (1945), offers a formula about the culture that emphasized on the factor of integration achieved through a learning behavior: "A culture is the configuration of learned behavior and results of behavior whose component elements are shared and transmitted by the members of a particular society." While according to Koentjaraningrat (1974), elements of culture include (1) social organization systems; (2) systems of religion and religious ceremonies; (3) livelihood systems; (4) science and knowledge systems; (5) technology and equipment systems; (6) language systems; and (7) arts. Meanwhile, Anthony Giddens (1991), conceptualized culture by referring to the whole way of life of the members of a society. With the concepts of culture, background and multicultural experiences, in the communities of nation of Indonesia there can be arranged Indonesian socio-cultural systems.
Logia, 2019
Seringkali kegiatan misi mengabaikan kebudayaan yang ada di masyarakat, dan hal ini yang mengakibatkan kegiatan misi menjadi tidak efektif dan bahkan menemukan kegagalan. Padahal sebuah tindakan misi harus benar-benar dapat diterima oleh masyarakat yang menjadi sasaran misi, dan jalan masuk untuk bisa hidup di tengah masyarakat adalah dengan hidup dalam kebudayaan yang ada di masyarakat tersebut. Oleh karena itu, pemahaman tentang kebudayaan sangat dibutuhkan oleh setiap orang yang hendak menjalankan misi. Terlebih kalau mau dipahami lebih dalam lagi, kebudayaan merupakan sendi dasar bagi terbentuknya kehidupan dalam sebuah komunitas atau masyarakat. Dengan kata lain, kebudayaan adalah rancang bangun kehidupan dan worldview dari sebuah masyarakat. Oleh sebab itu tindakan misi harus memahami nilai kebudayaan yang hidup di tengah masyarakat. Namun hal ini bukan berarti bahwa misi hanya bergantung pada kebudayaan. Misi harus memiliki dasar pijakan yang kuat, sebelum bersentuhan dengan kebudayaan. Dasar pijakan yang harus dimiliki saat hendak bermisi adalah pemahaman yang benar tentang Kristologi, dengan tujuan agar tindakan misi yang dilakukan benar-benar dapat mentransformasi kebudayaan dalam nilai-nilai Kristologi. Dengan menggunakan pendekatan Kristologi untuk bermisi dalam sebuah kebudayaan, maka akan terjadi sebuah bentuk misi yang kontekstual; yang bisa dipertanggungjawabkan secara Alkitabiah sekaligus sesuai dengan konteks/budaya yang ada.
umat manusia. Dalam QS At-Tiin, ayat 4, penciptaan manusia disebut ahsani taqwiim, 'sebaik-baik ciptaan'. Allah menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna. Dalam QS As-Shad, ayat 72 dinyatakan bahwa penciptaan manusia dari Ruh-Nya. Subhanallah, luar biasa, penciptaan manusia berangkat dari ruh Allah swt yang tentunya penuh dengan nilai kesempurnaan. Satu lagi bukti bahwa Allah swt memberikan kedudukan sempurna pada manusia adalah QS Lukman, ayat 20, bahwa 'Allah swt menundukkan yang ada di langit dan bumi (hanya) untuk manusia'. Demikian sistem religi mendeskripsikan eksistensi manusia.
Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.
Buku Program Pidato Kebudayaan, Dewan Kesenian Jakarta , 2014
Nusantara; Journal for Southeast Asian Islamic Studies, 2021
Terakota.id, 2019
Jurnal Teologi Kontekstual Indonesia