Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
…
12 pages
1 file
2018
aliran-aliran filsafat hukum yaitu Aliran Hukum Alam, Aliran Hukum Kodrat, Mazhab Positivisme Hukum, Mazhab Kebudayaan Dan Sejarah, Utilitarianisme, Sociological Jurisprudence, Realisme Hukum, Critical Legal Studies, Feminisme Jurisprudence, Semiotika Jurisprudence
Jika berbicara tentang aliran-aliran dalam ilmu hukum atau teori hukum berarti membicarakan kembali pemikiran-pemikiran tentang hukum yang telah muncul sejak jaman kerajaan yunani dan romawi beberapa abad yang lalu. Yunani terkenal sebagai puncak pemikiran tentang hukum sampai ke akar filsafatnya. Masalah-masalah teori hukum yang utama pada masa sekarang bisa dikaitkan kebelakang pada bangsa tersebut, karena teori hukum telah mendapatkan rumusannya pada masa itu.
. Watson merupakan ahli matematika dan filsafat dari Univesrsitas Chicago. Ia merupakan direktur laboratorium di John Hopkins University. Teorinya yang terkenal adalah teori tentang Stimulus-Respon. Stimulus adalah semua objek di lingkusan termasuk perubahan jarring-jaring tubuh. Respon adalah apapun yang dilakukan sebagai jawaban terhadap stimulus mulai dari tingkat sederhana hingga tingkat tinggi. B.F. Skinner (1904-1990). Pandangan-pandangan Skinner diterbitkan dalam karyanya The Behaviour of Organism dan kemudian di detailkan dalam Science and Human Behaviour . salah satu pandangan pentingnya mengenai aliran behaviourisme adalah asumsinya mengenai perilaku. Perilaku yang muncul diperkuat oleh adanya positibe reinforcers (penguatan positif) dan ketiadaan negative reinforcerrs (penguatan negative) penguatan positif adalah meningkatnya respons karena adanya stimulus yang dibutuhkan dan sangat menyenangkan, sedangkan penguatan negative adalah peningkatan tingkah laku dalam menghindarkan kemudaratan.
Sosiologi hukum adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejalagejala sosial lainnya secara empiris analitis.
Dalam berbagai disiplin ilmu yang ada sudah barang tentu terdapat pendekatan yang dipakai guna mencapai tujuan dari disiplin ilmu tersebut. Pendekatan dipergunakan untuk mempermudah mengkonstruksi struktur pemahaman, dengan memperhatikan ruang lingkup serta objek yang ingin dipahami.
MATA KULIAH : FILSAFAT HUKUM DOSEN : Dr. L. Wira Pria Suhartana, SH., MH. OLEH : ACHMAD SYAUQI NIM. 12B012003 PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM UNIVERSITAS MATARAM 2012 1 BAB I PENDAHULUAN Manusia adalah makhluk yang diciptakan Tuhan dengan keistimewaan akal sebagai ruang cipta dan hati sebagai ruang rasa. Keduanya menuntun manusia untuk selalu ingin tahu terhadap segala sesuatu, yang hasil dari keinginan ini disebut sebagai pengetahuan. Terdapat empat macam pengetahuan, yaitu pengetahuan indera, pengetahuan ilmiah, pengetahuan filsafat, dan pengetahuan agama. Secara istilah "pengetahuan" (knowledge) tidak sama dengan "ilmu pengetahuan" (science). Pengetahuan seorang manusia dapat berasal dari pengalamannya atau dapat juga berasal dari orang lain, sedangkan ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang memiliki obyek, metode, dan sistematika tertentu serta bersifat universal. Ilmu adalah jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam usaha manusia mencari pengetahuan. Akan tetapi tidak semua pertanyaan tersebut dapat dijawab secara keilmuan. Pertanyaan-pertanyaan yang tidak dapat dijawab tersebut menjadi wilayah filsafat untuk menjelaskannya. Filsafat sering dipahami sebagai sebuah falsafah atau sebuah pandangan mendalam tentang pertanyaan dalam kehidupan yang dijalani manusia. Dalam pemahaman yang demikian, filsafat ditangkap sebagai sesuatu yang abstrak 1 . Filsafat membangun banyak dasar-dasar keilmuan atas pengetahuanpengetahuan yang dipelajari manusia. Immanuel Kant mengartikan filsafat sebagai dasar segala pengetahuan yang mencakup empat persoalan: 1. Apakah yang dapat diketahui ? 2. Apakah yang boleh kita kerjakan? 3. Sampai di manakah penghargaan kita? 4. Apakah yang dinamakan manusia? 1 Antonius Cahyadi dan E. Fernando M. Manulang, Pengantar ke Filsafat Hukum, Kencana, Jakarta, 2008, hal 31.
Századvég Edition
Melalui fungsinya, hukum memberikan resep normatif untuk perilaku manusia, yaitu melarang jenis perilaku tertentu dan mengizinkan perilaku lain dalam situasi tertentu. Oleh karena itu, tugas mendasar dari yurisprudensi adalah untuk mengklarifikasi makna dari keterkaitan antara resep-resep normatif dan dengan demikian untuk memastikan bahwa tidak ada kontradiksi makna antara ribuan dan puluhan ribu norma hukum. Hanya dengan cara inilah aturan hukum yang harus diikuti dalam kehidupan sehari-hari dapat memenuhi fungsinya dan kepastian hukum tidak terancam. Yurisprudensi substantif menganalisis dan mengembangkan totalitas konsep hukum yang memastikan koherensi konseptual internal suatu bidang hukum dan secara konstan memantau koherensi norma-norma hukum yang diperlukan untuk situasi kehidupan tertentu. Mulai sekarang, tergantung pada konsep-konsep hukum yang berbeda pada tingkat yang berbeda-beda, konsistensi norma-norma hukum dan konsep-konsep hukum tertentu dengan prinsip-prinsip umum keadilan juga termasuk dalam pertimbangan. Dengan demikian, pendekatan ini bergerak dalam dimensi koherensi konseptual normatif. Pada tingkat yang lebih luas, filsuf hukum melakukan hal yang sama ketika, selain menganalisis hukum substantif, ia berurusan dengan isi prinsip-prinsip keadilan dan hubungannya satu sama lain, dan dari sini ia menetapkan persyaratan untuk kondisi-kondisi tatanan hukum yang adil. Namun, hukum, meskipun memenuhi fungsinya dalam dimensi normatif, adalah fenomena sosial seperti bidang kegiatan lain yang memenuhi fungsi sosial, misalnya ekonomi, seni, ilmu pengetahuan, politik, dll., dan fenomena hukum apa pun dapat dipelajari dari sudut pandang faktisitas, seperti fenomena sosial lainnya. Inilah esensi dari pendekatan sosiologis terhadap hukum, yang dapat dirumuskan secara berbeda dengan pendekatan yurisprudensi teoretis atau filsafat hukum sebagai bidang analisis faktisitas sosial dan kausalitas atau efek. Sebagai contoh, ketika hukum substantif hukum perdata mengkaji suatu peraturan hukum tentang janji atau jaminan dari sudut pandang bagaimana jaminan kontraktual tersebut sesuai dengan kerangka hukum kontrak yang ada secara keseluruhan, pendekatan sosiologis terhadap hukum menanyakan seberapa sering janji atau jaminan digunakan sebagai jaminan kontraktual dalam praktik kontraktual sehari-hari, dari sudut pandang ketiadaan pertentangan makna. Atau kepentingan sosial apa dan kerugian sosial apa yang telah mendukung munculnya bentuk janji dan jaminan dalam praktik kontrak sehari-hari, dan kepentingan sosial apa yang akan dilayani oleh peraturan alternatif di bidang ini? Dalam sosiologi hukum, kita bergerak dari dimensi normatif ke dimensi faktual, ke dimensi konflik kepentingan, sebab dan akibat sosial, ketika menganalisis norma-norma hukum dan fenomena hukum. Dengan melihat studi sosiologis dan berbagai bidang penelitian dalam sosiologi hukum dalam pendekatan ini, kita dapat membedakan antara pemahaman yang lebih sempit dan pemahaman yang lebih luas dari sosiologi hukum. Sosiologi hukum dalam pengertian yang lebih sempit masih berfokus pada norma-norma hukum seperti ilmu-ilmu hukum tematik, dan bukan suatu kebetulan bahwa sosiologi hukum berkembang secara historis pada dekade-dekade terakhir abad ke-19. Sosiologi hukum dalam pengertian yang lebih sempit, seperti ilmu hukum teoretis, berkaitan dengan norma-norma hukum dan ketentuan-ketentuan hukum, tetapi dengan konsistensi aktualnya dan bukan dengan koherensi normatif-konseptual dan kemungkinan kontradiksi logis. Atau apakah ia menanyakan kepentingan sosial dan kekuatan politik mana yang telah membentuk norma-norma hukum yang diteliti dan kekuatan politik mana yang melayani dominasi kekuatan politik mana dalam perjuangan sosial dan kelompok-kelompok sosial mana yang tersubordinasi dan dirugikan kekuasaannya oleh norma-norma hukum yang diteliti?
MATA KULIAH : FILSAFAT HUKUM DOSEN : Dr. L. Wira Pria Suhartana, SH., MH. OLEH : ACHMAD SYAUQI NIM. 12B012003 PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM UNIVERSITAS MATARAM 2012 1 BAB I PENDAHULUAN Manusia adalah makhluk yang diciptakan Tuhan dengan keistimewaan akal sebagai ruang cipta dan hati sebagai ruang rasa. Keduanya menuntun manusia untuk selalu ingin tahu terhadap segala sesuatu, yang hasil dari keinginan ini disebut sebagai pengetahuan. Terdapat empat macam pengetahuan, yaitu pengetahuan indera, pengetahuan ilmiah, pengetahuan filsafat, dan pengetahuan agama. Secara istilah "pengetahuan" (knowledge) tidak sama dengan "ilmu pengetahuan" (science). Pengetahuan seorang manusia dapat berasal dari pengalamannya atau dapat juga berasal dari orang lain, sedangkan ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang memiliki obyek, metode, dan sistematika tertentu serta bersifat universal. Ilmu adalah jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam usaha manusia mencari pengetahuan. Akan tetapi tidak semua pertanyaan tersebut dapat dijawab secara keilmuan. Pertanyaan-pertanyaan yang tidak dapat dijawab tersebut menjadi wilayah filsafat untuk menjelaskannya. Filsafat sering dipahami sebagai sebuah falsafah atau sebuah pandangan mendalam tentang pertanyaan dalam kehidupan yang dijalani manusia. Dalam pemahaman yang demikian, filsafat ditangkap sebagai sesuatu yang abstrak 1 . Filsafat membangun banyak dasar-dasar keilmuan atas pengetahuanpengetahuan yang dipelajari manusia. Immanuel Kant mengartikan filsafat sebagai dasar segala pengetahuan yang mencakup empat persoalan: 1. Apakah yang dapat diketahui ? 2. Apakah yang boleh kita kerjakan? 3. Sampai di manakah penghargaan kita? 4. Apakah yang dinamakan manusia? 1 Antonius Cahyadi dan E. Fernando M. Manulang, Pengantar ke Filsafat Hukum, Kencana, Jakarta, 2008, hal 31.
Jurnal Insan Pendidikan dan Sosial Humaniora
Filsafat Hukum, 2024