Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
…
24 pages
1 file
Dinasti Abbasyiah merupakan dinasti yang berpusat di Baghdad. Masa keemasan bani Abbasiyah pada Masa Harun Al-Rasyid. Meskipun usianya kurang dari setengah abad. Baghdad menjadi begitu dikenal dunia. Kemasyhuran kota tersebut karena tingkat kemakmuran dan keilmuan filsuf-filsuf yang mengangkat hal-hal baru dengan menerjemahkan karya-karya filsuf-filsuf Yunani. Baitul Hikmah satu Universitas yang didirikan pada masa Harun Ar-Rasyid (tahun 170-193 H). Lalu dikembangkan pada Masa Khalifah al-Makmun. 1 Dimasa Khalifah Al-Makmun, perkembangan penerjemahan sangat aktif dilakukan. Hunanyn bin Ishak bin Ishak diplot menjadi penerjemah bagi buku-buku Hunanyn dipilih karena ia mahir bahasa Yunani. Buku-buku yang diterjemahkan diantaranya di bidang ilmu kimia-fisika, kedokteran, dan falak. Di antara terjemahannya itu sampai sekarang masih terdapat ialah terjemahan kitab Al-Majitshi (Almageste karangan Bathlimus (tahun 167 M), dan buku dalam ilmu falak (Haiah). 2 Setelah Khalifah Al-Makmun wafat, Baitul Hikmah menjadi begitu mundur. Akibatnya ilmu-ilmu falsafah barat agaknya mulai dipertanyakan oleh kaum intelektual muslim. Di saat itulah muncul saintis-saintis dari Persia. Mereka ditampung oleh Nizam Al-Mulk di Madrasah An-Nizamiyah di masa Bani Saljuk. Salah satu pendidik yang begitu masyhur adalah Abu Hamid bin Muhammad Al-Ghazali. Al-Ghazali, ulama yang begitu fenomenal namanya hingga saat ini. Kehebatan beliau yaitu ketertarikannya terhadap filsafat. Sehingga ia mengenal filsafat yang dilogikakannya. Selain itu ia bisa mendamaikan antara ilmu fiqih dan tasawuf.
Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad at-Thusi al-Ghazali adalah nama lengkap dari Imam al-Ghazali. Lahir di Thus, Khurasan, suatu tempat kira-kira sepuluh mil dari Naizabur, Persia. Tepatnya lahir pada tahun : 450 Hijriyah. Wafatnyapun di negeri kelahiran tersebut, pada tahun 505 Hijriyah.[1] Di masa hidupnya, Al-Ghazali dikenal sebagai seorang ahli keTuhanan dan seorang filosof besar. Disamping itu juga masyhur sebagai seorang ahli fiqih dan tasawuf yang tidak ada tandingannya dizaman itu, sehingga karya tulisnya yang berupa kitab "IHYA' 'ULUMUDDIN" dipakai oleh seluruh dunia Islam hingga kini.[2] Ayahnya tergolong orang yang shaleh dan hidup secera sederhana. Kesederhanaanya dinilai dari sikap hidup yang tidak mau makan kecuali atas usahanya sendiri. Ayahnya pada waktu senggang sering berkesempatan berkomunikasi dengan ulama pada majelis-majelis pengajian. Ia amat pemurah dalam memberikan sesuatu yang dimiliki kepada ulama yang didatangi sebagai rasa simpatik dan terima kasih. Sebagai orang yang dekat dan menyenangi ulama', ia berharap anaknya kelak mejadi ulama' yang ahli agama serta member nasehat pada umat.[3] Al-Ghazali, selain mendapat bimbingan dari ayahnya, dibimbing pula oleh seorang sufi kenalan dekat ayahnya. Disamping mempelajari ilmu tasawuf dan mengenal kehidupan sufi, beliau juga mendapat bimbingan studi al-Qur'an dan hadits, serta menghafal syair-syair. Ketika sufi pengasuh Al-Ghazali merasa kewalahan dalam membekali ilmu dan kebutuhan hidupnya, ia dianjurkan untuk memasuki salah satu sekolah di Thus dengan beasiswa.[4] Pengembaraan Al-Ghazali dimulai pada usia 15 tahun. Pada usia ini, Al-Ghazali pergi ke Jurjan untuk berguru pada Abu Nasr al-Isma'ili. Pada usia 19 atau 20 tahun, Al-Ghazali pergi ke Nisabur, dan berguru pada al-Juwayni hingga ia berusia 28 tahun. Selama di madrasah Nisabur ini, Al-Ghazali mempelajari teologi, hukum, dan filsafat.[5] Sepeninggal Al-Juwayni, Al-Ghazali pergi ke kota Mu'askar yang ketika itu menjadi gudang para sarjana disinilah beliau berjumpa dengan Nizam al-Mulk. Kehadiran Al-Ghazali disambut baik oleh Wazir ini, dan sudah bisa dipastikan bahwa oleh karena kedalaman ilmunya, semua peserta mengakui kehebatan dan keunggulannya. Dengan demikian, jadilah al-Ghazali "Imam" di wilayah Khurasan ketika itu. Beliau tinggal di kota Mu'askar ini hingga berumur 34 tahun. Melihat kepakaran al-Ghazali dalam bidang fiqih, teologi, dan filsafat, maka Wazir Nizam al-Mulk mengangkatnya menjadi "guru besar" teologi dan "rector" di madrasah Nizamiyyah di Baghdad, yang telah didirikan pada 1065. Pengangkatan itu terjadi pada 484/Juli 1091. Jadi, saat menjadi guru besar (profesor), al-Ghazali baru berusia 34 tahun.
Ketika filsafat Islam dibicarakan, maka terbayang disana hadir beberapa tokoh yang disebut sebagai filosof muslim seperti Al-Kindi, Ibnu Sina, Al-Farabi, Ibnu Rusyd, Al-Ghazali, dan seterusnya. Kehadiran para tokoh ini memang tidak bisa dihindarkan, tidak saja karena dari merekalah kita dapat mengenal filsafat islam, akan tetapi juga karena pada mereka benih-benih filsafat Islam dikembangkan. Bertambah masa, bertambah berkembanglah pemikiran manusia. Begitu pula dengan perkembangan filsafat Islam. Pada abad ke-5, filsafat Islam mengalami perkembangan yang dapat dikatakan merubah pola filsafat Islam yang banyak dipertentangkan. Ini dibuktikan dengan pemikiran-pemikiran Imam Al Ghazali sebagai pionir filsafatnya yang dominan relevan dengan konsep Islam. Dalam makalah ini, pemakalah hanya membatasi pemaparan mengenai Al-Ghazali, seorang ulama besar yang pemikirannya sangat berpengaruh terhadap Islam dan filsafat Dunia Timur. Beliau adalah seorang sufi sekaligus seorang teolog yang mendapat julukan Hujjah al-Islam. Pemikiran Al-Ghazali begitu beragam dan banyak, mulai dari pikiran beliau dalam bidang teologi (kalam), tasawuf, dan filsafat. Dalam Hal ini akan dibahas tentang filsafat Al-Ghazali yang berkaitan dengan biografi, hasil karya, pemikirannya dan kritik terhadap filosof Muslim lainnya.
Al Ghazali's criticism of the philosophy set forth in Tahafut Al Falasifah made him a prominent Muslim figure. That criticism is at the same time making it a figure of idol for some people and mockery for some others. On the other hand, Ihya Ulumuddin, his other work, is a phenomenal work of the ultimate comprehensive reference that survives to this day for the followers of Sufism for the sake of reaching ma'rifat. Nevertheless, his thoughts and insights remain an interesting discussion to this day. Al Ghazali is still seen as a great figure of Islam, equivalent to other intellectual figures. This can not be separated from the expertise and intelligence in mastering various fields of science, from logic, theology, faith, philosophy, and Sufism. However, the fact also shows that Al Ghazali is also the cause of the decline of Muslims in the field of science. That's because his very sharp criticism of philosophy has dampened the spirit of Muslims in studying and mastering philosophy, which at the present time is seen as something important. In fact, just because of differences of opinion on this issue, hundreds or even thousands of people have been victimized throughout Islamic history. By highlighting the literature study method, this study emphasizes the discussion of Al Ghazali's view of philosophy and Sufism. - Kritikan Al Ghazali terhadap filsafat yang dituangkan dalam buku Tahafut Al Falasifah menjadikannya sebagai tokoh Muslim terkemuka. Kritikannya tersebut sekaligus menjadikannya tokoh pujaan bagi sebagian orang dan bahan ejekan bagi sebagian lainnya. Di sisi lain, Ihya Ulumuddin, karyanya yang lain, merupakan karya fenomenal yang rujukan komprehensif utama yang bertahan hingga saat ini bagi para pengikut tasawuf dalam perjalanan ma'rifat. Namun begitu, pemikiran dan pemahamannya tetap menjadi bahan diskusi yang menarik hingga saat ini. Al Ghazali masih dipandang sebagai tokoh besar Islam, setara dengan sosok-sosok cendekiawan lainnya. Hal ini tidak lepas dari kepiawaian dan kecerdasannya dalam menguasai berbagai bidang ilmu, mulai dari logika, ilmu kalam, aqidah, filsafat, dan tasawuf. Namun, fakta juga menunjukkan bahwa Al Ghazali juga menjadi penyebab kemunduran umat Islam dalam bidang ilmu pengetahuan. Hal itu dikarenakan kritikannya yang sangat tajam terhadap filsafat telah mematikan semangat umat Islam dalam mempelajari dan menguasai filsafat, yang pada saat ini justru dipandang sebagai sesuatu yang penting. Bahkan, hanya karena perbedaan pendapat dalam masalah ini, ratusan atau bahkan ribuan orang telah menjadi korban sepanjang sejarah Islam. Dengan mengedepankan metode studi pustaka, kajian ini menekankan pembahasan tentang pandangan Al Ghazali terhadap filsafat dan tasawuf.
Dari buku : The Naqshbandi Sufi Way, History…. Oleh : Syaikh Muhammad Hisham Kabbani, 1995 Beliau dilahirkan di Larnaca, Siprus, pada hari Minggu, tanggal 23 April 1922 -atau 26 Shaban 1340 H. Dari sisi ayah, beliau adalah keturunan Abdul Qadir Jailani, pendiri thariqat Qadiriah. Dari sisi ibunya, beliau adalah keturunan Jalaluddin Rumi, pendiri thariqat Mawlawiyyah, yang juga merupakan keturunan Hassan-Hussein (as ) cucu Nabi Muhammad saw. Selama masa kanak-kanak di Siprus, beliau selalu duduk bersama kakeknya, salah seorang syaikh thariqat Qadiriah untuk belajar spiritualitas dan disiplin. Tanda-tanda luar biasa telah nampak pada syaikh Nazim kecil, tingkah lakunya sempurna. Tidak pernah berselisih dengan siapapun, beliau selalu tersenyum dan sabar. Kedua kakek dari pihak ayah dan ibunya melatih beliau pada jalan spiritual.
Para pemikir Islam terdahulu tidak sedikit meninggalkan khazanah ilmu dan falsafah serta pemikiran mereka. Kesan daripada keilmuan dan kewibawaan mereka itu dapat dirasai sehingga sekarang. Tidak hanya dari segi pemikiran, ilmu dan falsafah mereka yang memberi pengaruh dan kesan mendalam dalam diri umat Islam, tetapi begitu juga kepada bukan Islam. Demikian halnya ilmuwan dan pemikir Islam, Imam Al-Ghazali dan Ibnu Rusyd. Imam Al-Ghazali dan Ibnu Rusyd merupakan sosok pemikir Islam yang tidak asing dalam dunia perubatan dan falsafah. Perjalanan rakyat hidup mereka masih disebut-sebut sehingga kini kerana mereka antara ilmuwan dan pemikir dalam ilmu agama atau ilmu umum yang memainkan banyak peranan dan sumbangan dalam tamadun Islam dan tamadun Eropah pada waktu dahulu.
ﳐ ﺘﺼﺮ ﻭﻣﻨﻬﺞ ﻋﻘﻴﺪﺓ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲ RINGKASAN AQIDAH DAN MANHAJ IMAM ASY-SYAFI'I Rahimahullah Penyusun: Al-Ustadz Nurul Mukhlishin Asyrafuddin, Lc., M.Ag © Copyright bagi ummat Islam. Silakan menyebarkan risalah ini dalam bentuk apa saja selama meny ebutkan sumber, tidak merubah content dan makna serta tidak untuk tujuan komersial . Artikel ini didow nload dari Markaz Dow nload Abu Salma -6 of 40-
OSF, 2024
Artikel ini membahas biografi lengkap al-Zamakhsyari dari kelahiran, masa kehidupan, guru, murid hingga tahun kewafatan. Membahas tentang tafsir Muktazilah dan mengenal Tafsir al-Kasysyaf meliputi nama, penulisan kitab dan hawashi atau catatan untuk kitab al-Kasysyaf.
Al-Bayan: Jurnal Studi Ilmu Al- Qur'an dan Tafsir, 2019
The study of the Qur'anic maqa> s} id is urgent, because by mastering the Qur'anic maqa> s} id will be able to harmonize between the core mission of the Qur'an with the basic principles of life. This paper, which is based on a literature study, was exploring the method of Muh} ammad Al-Ghaza> li> to uncover the Qur'an's ma> qa> shid, including the preresearch that was undertaken before formulating the method of the Qur'an's ma> qa> shid. The al-Ghaza> li> finding offered five methods to be able to reveal the Qur'anic ma> qa> shid. First, deep reflection on the Qur'anic texts and optimizing reason. Second, the use of two mechanisms at once, namely inductive thinking and analysis, and tracking various texts and signs that indicate the existence of ma> qa> shid. Third, a thorough reading of the revelation texts so that they are holistic, not literal and sectarian. Fourth, always mingle with the Holy Qur'an while investigating the verses to explore the depth of their meaning. Fifth, devoting the ability to produce reality fiqh.
Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.
Jurnal Bimbingan dan Konseling Islam
AL-HADIS PBI-3, 2019
El-Afkar: Jurnal Pemikiran Keislaman dan Tafsir Hadis, 2020