Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
2021
…
11 pages
1 file
Politik memiliki banyak arti, dapat didekati dari berbagai paradigma, seperti paradigma kekuasaan (power), kewenangan (authority), kebijakan (policy), pengambilan keputusan (decision making), dan pembagian (distribution). Sehingga kekuasaan menjadi yang paling fundamental dalam sebuah negara. Kekuasan dianggap dan dicurigai sering diselewengkan dan disalahgunakan oleh para penguasa. Hal tersebut yang menjadi dasar pemikiran dari John Locke dan Montesquieu bahwa kekuasan harus dibagi atau lebih dikenal dengan istilah divided of power dalam konsep Trias Politica. Keberadaan Lembaga Eksekutif, legislatif dan yudikatif merupakan perwujudan dari konsep Trias Politica milik Montesquieu. Namun dalam pembahasan kali ini, penulis akan fokus pada perbandingan Kekuasaan Legislatif di Negara Otoriter dan Demokrasi Baru. Sehingga dalam tulisan ini, penulis akan melakukan perbandingan antara Republik Rakyat Tiongkok dan Republik Turki.
Mulawarman Law Review
In the past three years, the profession as a judge has been in the spotlight. The reason is because this profession can be referred to as "God’s Deputy" and as a place for the last hope of the public in seeking justice it turns out that it was also been exposed by the Corruption Eradication Commission’s sting operation (KPK OTT) and so many were proven and punished for violating ethics. This is the reason why the urgency of the management of judges will be echoed. To make improvements, the research should not stand alone, but also see the practice of independence from the judicial power institutions and similar institutions of Judicial Commission (KY). In this regard, it is important to study with practice abroad, which in this paper takes Turkey as the comparative country of Indonesia. It is hoped to get a picture of practices from other countries, there are lessons that can be adopted in Indonesia to be regulated and practiced. In order for writing to be more focused the...
GOVERNMENT : Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2021
The purpose of this research is to describe the Turkish state governance in handling the COVID-19 pandemic. Policies implemented by the Turkish government in suppressing the spread of coronavirus include restrictions on traveling and lockdowns. Economic and social policies are implemented to protect the welfare of its citizens in the face of a pandemic. The normalization process was announced with a few loose policies but remained in vigilant mode against the spread of COVID-19. The method used in this study is a qualitative type. Based on the research that has been done, it can be concluded that Turkey can act quickly and responsively in preventing the spread of coronavirus and face the COVID-19 pandemic with policies implemented so that mortality rates do not continue to increase and recovery rates continue to increase. The implication of this research for the development of science is as consideration for a country's governance in implementing policies to deal with a situation.
Pusat kekuasaan terbesar pada abad ke 15-an adalah kekuasaan Turki Osmani. Kekuasannya membentang dari Asia sampai eropa. Setelah tujuh abad berkuasa, terjadi kegoncangan di dalam kekuasaan ottoman. Pada akhir perang dunia I (1914)(1915)(1916)(1917)(1918) dimana kekuatan imperium Eropa mulai menggerogoti kekuasaan Ottoman baik yang berada di dataran Asia maupun Eropa. Perlahan, sedikit demi sedikit imperium Eropa memcah kekuasaan Ottoman. Mulai dari Afrika, Asia dan Eropa melepaskan diri dari bagian dari Ottoman. Sejak saat itu Turki sendiri telah dikepung oleh Inggris. Keadaan Turki mencekam, sultan tidak bisa berbuat apa-apa. Muncullah tokoh pembaharu dengan mengusung nasionalisme. Tokoh tersebut adalah Mustafa Pasha Kemal Attaturk. Ia dijuluki sebagai bapak Turki dan dijuluki sebagai sang penakluk, karena telah berhasil mengusir orang asing dari wilayah Turki. Mustafa Kemal Attaturk membawa pembaharuan dengan nasionalisme, sekulerisme dan westernisasi. Mustafa Kemal ingin menyelamatkan sisasisa pemerintahan Ottoman dengan mengubah status Kesultanan Ottoman dengan NegaraTurki. Di dalam makalah ini akan dijelaskan Negara Turki pada masa pemerintahan Mustafa Kemal Attaturk. Model pemerintahan apa yang digunakan serta perkembangan-perkembangan yang terjadi pada masa pemerintahan Mustafa Kemal. Beralihnya Kesultanan Ottoman menjadi Negara Turki menjadi kejadian luar biasa tidak hanya oleh orang-orang Turki saja tetapi juga seluruh kawasan Dunia.
IAIN Ambon, 2019
Setelah jatuhnya kota Bagdad pada tahun 1258 M akibat serangan-serangan tentara mongol, kekuatan politik Islam mengalami kemunduran secara drastis. Keruntuhan kekhalifaan Abasiyah ini sekaligus merupakan awal dari kemunduran politik dan peradaban Islam. Bagdad sebagai pusat kebudayaan dan peradaban Islam yang kaya dengan berbagai khazanah ilmu pengetahuan itu lenyap dibumihanguskan oleh pasukan Mongol yang dipimpin Jengis Khan (Timujin) dan Hulagu Khan. Setelah lebih dari satu abad umat Islam menderita dan berusaha bangkit dari kehancuran akibat serangan-serangan Jengis Khan dan Hulagu Khan, malapetaka yang kurang dahsyatnya datang kemabali. Serangan kali ini juga datang dari keturunan bangsa Mongol yaitu Timur Lenk. Berbeda dengan Jengis Khan dan Hulagu Khan dan keturunannya dari dinasti Ilkan, Timur Lenk saat itu sudah masuk Islam, namun sisa-sisa kebiadaban masih melekat kuat. Pada awal abad ke lima belas, para penerus Timur Lenk meredakan kekejamannya dengan merendah kepada sastrawan dan astronom.
https://www.indonesiana.id, 2025
Partai AKP lebih dekat dengan kultur partai kanan tengah, bukan partai bercorak keagamaan.
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah PPKN (Pendidikan Pancasila Kewarganegaraan) Dosen: Drs. D. Wahyudin, M.Pd. Disusun Oleh : Muhamad Mukromin (NIM.1507339) Kelas 1C PGSD UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA KAMPUS DI DAERAH PURWAKARTA Jalan Veteran nomor 8, Purwakarta (41115) Telp. (0264) 200395 ANATOLIA PRASEJARAH DAN TRAKIA TIMUR Semenanjung Anatolia adalah salah satu wilayah berpenduduk yang tertua di dunia. Berbagai populasi Anatolia kuno menetap di Anatolia, dimulai pada periode Neolitikum hingga ditaklukkan oleh Alexander Agung. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Anatolia, cabang bahasa dari rumpun bahasa Indo-Eropa. Bahkan, para peneliti telah mengusulkan Anatolia sebagai pusat hipotesis, di mana bahasa Indo-Eropa menyebar. Bagian wilayah Turki di Eropa disebut Trakia Timur. Wilayah ini tidak berpenduduk sejak empat ribu tahun yang lalu, dan memasuki masa Neolithikum sekitar tahun 6000 SM dengan penduduknya yang mulai bercocok tanam. Göbekli Tepe adalah sebuah situs yang dikenal sebagai struktur tempat suci tertua yang dibuat oleh manusia sekitar 10.000 SM, sementara Çatalhöyük yang merupakan pemukiman Neolitikum dan Kalkolitikum di Anatolia selatan, sekitar tahun 7500 SM sampai 5700 SM. Pada Juli 2012, kedua situs ini masuk dalam daftar Situs Warisan Dunia UNESCO. Pemukiman di Troya dimulai pada Zaman Neolitikum dan terus berlanjut sampai Zaman Besi. Catatan penduduk Anatolia yang paling awal adalah Bangsa Hatti dan Bangsa Huri, bangsa-bangsa non-Indo-Eropa yang dihuni Anatolia tengah dan timur, masing-masing pada awal 2300 SM. Bangsa Het datang ke Anatolia pada tahun 2000-1700 SM. Kerajaan besar pertama di daerah tersebut didirikan oleh bangsa Het, dari abad kedelapan belas hingga abad ke-13 SM. Asiria menaklukkan wilayah bagian tenggara Turki dan menetap di sana pada awal 1950 SM sampai tahun 612 SM. Setelah runtuhnya kerajaan Het pada tahun 1180 SM, Kerajaan Frigia berkuasa di Anatolia sampai kerajaan mereka dihancurkan oleh Suku Kimmeri pada abad ke-7 SM
AL IMARAH : JURNAL PEMERINTAHAN DAN POLITIK ISLAM
This paper aims to compare civil-military relations in Indonesia during Abdurrahman Wahid's (1999Wahid's ( -2001 period with Turkey during Erdogan's (2003Erdogan's ( -2011 by looking at civilian control over the military. The study looks at the differences and similarities between the two countries and the causes of Erdogan's success and Abdurrahman Wahid's failure to control the military. In this research, the author used qualitative approach. The results showed that there were similarities and differences in civil-military relations between Gus Dur and Erdogan, as seen from civil control over the military. The similarities could bee seen at the beginning of their reign. Abdurrahman and Erdogan had strong civilian control over the military, so that they could reduce the military's role in politics with various policies issued. This strong control is also supported by political conditions, political elites, and society. However, there were differences in civil-military relations at the end of the Gus Dur and Erdogan governments. Civilian control over the military weakened at the end of the Gus Dur's reign which caused him to fall from his position as the President of Republic of Indonesia, whereas Erdogan's civilian control over military was getting stronger. The failure factor for Abdurrahman to strengthen civilian control over the military was a radical change. In contrast to Erdogan who made changes gradually with the support of politics and society.
Jurnal Politik
Artikel ini membahas competitive authoritarian regime di Turki pada kasus referendum 2017. Referendum 2017 merupakan inisiasi Erdoğan yang sejak 2011 mengatakan bahwa Turki akan semakin kuat dan stabil apabila menganut sistem presidensial. Erdoğan didukung oleh AKP (Adalet ve Kalkınma Partisi; Partai Keadilan dan Pembangunan) dan MHP (Milliyetçi Hareket Partisi; Partai Gerakan Nasionalis) di Parlemen, sedangkan HDP (Halkların Demokratik Partisi; Partai Demokratik Rakyat) dan CHP (Cumhuriyet Halk Partisi; Partai Rakyat Republik) menolak karena poin-poin amendemen dapat menghasilkan otoritarianisme di Turki. Referendum diselenggarakan pada kondisi darurat negara setelah kudeta gagal pada 2016 oleh kelompok Gülen. Pada perencanaan dan prosesnya, ditemukan beberapa dinamika politik yang terjadi di Turki, yaitu tindak represi terhadap kelompok oposisi, ketimpangan sumber daya dan akses kampanye, serta adanya indikasi kecurangan yang terjadi dalam proses referendum. Dengan demikian, temua...
Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.
Jurnal ICMES
International Society, 2016
Jurnal Hukum PRIORIS, 2016
Kalabbirang Law Journal, 2019
Jurnal Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Kependidikan, 2021
Jurnal Interdependence Unmul, 2017
Jurnal Ilmu Pemerintahan Nakhoda, 2016