Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
…
22 pages
1 file
Dalam sejarah pendidikan Islam di Indonesia, pesantren memiliki peranan yang sangat penting. Perkembangan dunia pendidikan Islam yang ada saat ini tidak dapat dipisahkan dengan dinamika perkembangan dunia pesantren dari awal sejarahnya hingga era modern saat ini dengan segala problematikanya. Peran yang dimaksud tidak hanya terbatas pada penyebaran ilmu dan dakwah Islam ke berbagai penjuru tanah air, tapi juga dalam membangun jiwa perlawanan umat Islam terhadap penjajah di masa awal perkembangannya. Pesantren merupakan salah satu jenis pendidikan Islam Indonesia yang bersifat tradisional. Lembaga ini telah hidup sejak 300-400 tahun yang lampau, menjangkau hampir seluruh lapisan masyarakat muslim. Pesantren telah diakui sebagai lembaga pendidikan yang telah ikut serta mencerdaskan kehidupan bangsa. Di zaman kolonial, pesantren merupakan lembaga pendidikan yang sangat berjasa bagi umat Islam. Tidak sedikit pemimpin bangsa terutama dari angkatan 1945 adalah alumni atau setidak-tidaknya pernah belajar di pesantren. Melihat peranan yang demikian besar dan luasnya pembahasan, maka dalam tulisan ini akan dipaparkan dinamika perkembangan pesantren sejak era kolonialisme hingga masa kini, dan visi pengembangannya di masa yang akan datang. 1 Sebagai sebuah lembaga pendidikan keagamaan, pesantren memiliki ciri dan kekhasan tersendiri dan berbeda bila dibandingkan dengan lembaga pendidikan lainnya. Hal ini dapat dilihat dari sistem pembelajaran yang
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah manajemen pesantren Dosen pengampuh hatta Fakhrurrozi Disusun Oleh: Mitra Nim 191030040 JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM ( MPI-2) FAKULTAS TARBIYAH ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN ) PALU 2021 KATA PENGANTAR Assalamu'alaikum Wr. Wb.
A. PENDAHULUAN Minimnya data tentang pesantren, baik berupa manuskrip atau peninggalan sejarah lain yang menjelaskan tentang awal sejarah kebangunan pesantren, menjadikan keterangan-keterangan pesan yang berkenaan dengannya bersifat sangat beragam. Namun demikian, kekurangan ini justru menjadi faktor determinan bagi terus dijadikannya sejarah pesantren sebagai bahan kajian yang tidak pernah kering. Disamping itu minimnya catatatan sejarah pesantren ini pula kemudian menjadikan alasan tersendiri bagi dilanjutkannya penelusuraan lintasan sejarah kepesantrenan di Indonesia secara berkesinambungan. Tidak dapat dipungkiri bahwa lembaga pondok pesantren memainkan peranan penting dalam usaha memberikan pendidikan bagi bangsa Indonesia terutama pendidikan agama. Pesantren, dari awal mula berdiri hingga saat ini masih terus dapat eksis dan berperan dalam upaya memberikan pendidikan yang bermutu. Makalah ini diarahkan untuk melihat dengan jelas perkembangan yang terjadi pada dunia pesantren dari awal mula kemunculannya hingga saat ini,juga berbagai macam dinamika yang terjadi mengiringi eksistensi pesantren sebagai lembaga pendidikan dan pengayommasyarakat.
Nim : 191030053 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan bertujuan untuk membentuk menusia yang berbudi pekerti luhur melalui proses pembentukan kepribadian, kemandirian dan normanorma tentang baik dan buruk. Sisi lainnya, manusia sebagai makhluk pengemban etika yang telah dikaruniai akal dan budi. Sehingga adanya akal dan budi menyebabkan manusia memiliki cara dan pola hidup yang multidimensi, yakni kehidupan yang bersifat material dan spiritual. Dengan demikian, begitu pentingnya pendidikan bagi setiap manusia.Karena tanpa adanya pendidikan sangat mustahil suatu komunitas manusia dapat hidup berkembang sejalan dengan cita-citanya untuk maju, mengalami perubahan, sejahtera dan bahagia sebagaimana pandangan hidup mereka. Semakin tinggi cita-cita manusia, maka semakin menuntut peningkatan mutu pendidikan sebagai sarana pencapaiannya. Pondok Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang tertua di Indonesia. lembaga pondok pesantren memainkan peranan penting dalam usaha memberikan pendidikan bagi bangsa Indonesia terutama pendidikan agama. Kehadiran pondok pesantren di tengah-tengah masyarakat tidak hanya sebagai lembaga pendidikan, tetapi juga sebagai lembaga penyiaran agama dan sosial keagamaan. Sebagai lembaga penyiaran agama pesantren melakukan kegiatan dakwah di kalangan masyarakat, dalam arti kata melakukan aktivitas menumbuhkan kesadaran beragama untuk melaksanakan ajaran-ajaran Islam secara konsekuen sebagai pemeluk agama Islam. Sebagai Lembaga sosial pesantren ikut terlibat dalam menangani masalah-masalah sosial yang dihadapi masyarakat. Dalam perkembangannya pondok pesantren mengalami dinamika sesuai dengan situasi dan kondisi bangsa Indonesia.
Pluralitas & Minoritas: Batas-batas Kebebasan Beragama di Indonesia, 2015
Sebagai negara dengan religiusitas yang majemuk, bangsa Indonesia memperlihatkan juga sosok keragaman agama dan kepercayaan yang sangat kaya dan variatif. Agama-agama besar seperti Islam (dianut oleh mayoritas bangsa Indonesia), Kristen (Katolik dan Protestan), Hindu dan Budha sudah lama eksis di Tanah Air ini mempunyai komunitas penganut masing-masing. Selain agama-agama besar tersebut, ada pula kepercayaan-kepercayaan lokal yang banyak jumlahnya di Indonesia. Keberadaan kepercayaan-kepercayaan lokal yang banyak dipeluk oleh suku-suku di Indonesia. Dari segi agama dan kepercayaan, masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang multi agama, atau apa yang disebut Tolkhah (2011) sebagai "plural religiousity'. Keanekaragaman paham-paham atau aliran-aliran kepercayaan, ajaran, amalan keberagamaan mencerminkan keberagaman paham keagamaan di Indonesia. Meskipun secara antropologis, kepercayaan-kepercayaan asli Indonesia atau biasa disebut agama lokal, namun sampai saat ini pemerintah belum memasukkan kepercayaan asli Indonesia tersebut sebagai agama yang diakui sah untuk dipeluk oleh orang yang meyakininya. Hingga kini, tak satu pun agama-agama dan kepercayaan asli Nusantara yang diakui di Indonesia sebagai agama dengan hak-hak untuk dicantumkan di KTP, Akta Kelahiran, pencatatan perkawinan di Kantor Catatan Sipil dan sebagainya. Selain kelompok-kelompok paham keagamaan lokal, religiusitas majemuk di Indonesia juga diwarnai oleh adanya aliran-aliran keagamaan yang berada di bawah agama mainstream atau apa S
The writer conducted a qualitative research approach of social phenomenology; the data in this study were collected by using observation, in-depth interviews, and documentations. In order to articulate the leadership of the Islamic boarding school, the data has been analyzed by using qualitative methods with the mindset of deductive-inductive. The process of data analysis carried out in phases: data reduction, data presentation, and conclusion. The dynamics of leadership in Islamic boarding school. The figure of Kiai is the central figure and more of it is a determinant factor to the success of students in the search for knowledge, leadership models used a model of democratic leadership. In that sense, all the information from the outside before being made policies (rules) boarding schools, first in the filter by a caregiver. Development programs are prioritized in formal and non-formal. The inhibitors of Islamic boarding school leadership, namely: Human Resource students, education funds, and the interest of society to change the tendency towards salafiyah and modern values. Supporting; Their means of education oriented to the development of students, and institutions that help students accommodate their talents and interests to develop. Abstrak Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang menempatkan sosok kiai sebagai tokoh sentral dan masjid atau surau sebagai pusat lembaganya. Lembaga ini merupakan institusi pendidikan Islam tertua di Indonesia dan sekaligus merupakan bagian dari warisan budaya bangsa (indigenous culture). Maka, bukanlah kebetulan jika pesantren masih dapat bertahan hingga saat ini. Dinamika kepemimpinan di pesantren. Sosok kiai merupakan figur sentral dan lebih dari itu merupakan faktor determinan terhadap suksesnya santri dalam mencari pengetahuan, model kepemimpinan menggunakan model kepemimpinan demokrasi. Dalam artian, Semua informasi dari luar sebelum dijadikan kebijakan (aturan) pesantren, terlebih dahulu di filter oleh pengasuh. Pengembangan program diprioritaskan pada pendidikan formal dan non-formal. Penghambat dari kepemimpinan pesantren ini, yaitu: Sumber daya santri, Dana pendidikan, dan Minat masyarakat yang mengalami perubahan kecenderungan terhadap nilai salafiyah dan modern. Penunjangnya; Adanya sarana pendidikan yang berorientasi pada pengembangan santri, dan lembaga yang membantu santri mengakomodir bakat dan minatnya untuk berkembang.
Dinamika konstitusi Indonesia, 2021
Abstrak: Kajian tentang pesantren telah banyak dilakukan oleh para ahli, dalam dan luar negeri dengan beragam pendekatan, namun sering menghasilkan kesimpulan yang tidak konsisten dan karenanya tidak memuaskan. Tulisan ini berusaha mendeskripsikan eksistensi pesantren yang telah berlangsung selama enam abad sekaligus menjadi satu-satunya institusi pendidikan milik masyarakat pribumi yang menjadi ujung tombak pembangunan peradaban Melayu Nusantara sekaligus telah memberikan kontribusi sangat besar dalam membentuk masyarakat melek huruf dan melek budaya. Dinyatakan pula, dengan eksistensinya yang semakin bertahan dan memperoleh pengakuan serta variasinya yang semakin beragam telah mengantarkan pada kesimpulan pesantren memiliki karakter plural, beragam dan tidak uniform.Kata kunci: Pesantren, institusi pendidikan, unique,Indonesia Abstract:The study of pesantrenhasbeen carried out by many experts, both Indonesians and abroad with avariety of approachesbut oftenly resultinconsistently, that therefore unsatisfactory. This paper describesthe existence of boarding schools that have lasted for six centuries as the only educational institution belonging to indigenous communities spearheadingthe development of civilization of the Malay Archipelago. These institutions havecontributed greatly in shaping society literacy and culture. In addition, their existence increasingly acknowledgewith increasingly diverseinvariations has led to the conclusion that boarding schools possesspluralcharacters, diverse andarenot uniform.
Khurul Munawaroh, 2021
KHURUL MUNAWAROH 191030005 PENDAHULUAN Suatu hal yang tidak terlepas dalam wacana pendidikan di Indonesia adalah Pondok Pesantren. Ia adalah pendidikan pertama dan tertua di Indonesia. Keberadaannya mengilhami model dan sistem-sistem yang ditemukan saat ini. Ia bahkan tidak lapuk dimakan zaman dengan segala perubahannya. Karenanya banyak pakar, baik lokal maupun internasional melirik Pondok Pesantren sebagai bahan kajian. Tidak jarang beberapa tesis dan disertasi menulis tentang lembaga pendidikan Islam tertua ini. Di antara sisi yang menarik para pakar dalam mengkaji lembaga ini sejak dilancarkannya perubahan atau modernisasi pendidikan Islam di berbagai kawasan Dunia Muslim, tidak banyak lembaga-lembaga pendidikan tradisional Islam separti pesantren yang mampu bertahan disamping karena "modelnya". 1 Sifat ke-Islaman dan ke-Indonesiaan yang terintegrasi dalam pesantren menjadi daya tariknya. Belum lagi kesederhanaan, sistem dan manhaj yang terkesan apa adanya, hubungan Kyai dan Santri serta keadaan fisik yang serba sederhana. Walau di tengah suasana yang demikian, yang menjadi magnet terbesar adalah peran dan kiprahnya bagi masyarakat, negara dan umat manusia yang tidak bisa dianggap sepele atau dilihat sebelah mata. Sejarah membuktikan besarnya konstribusi yang pernah dipersembahkan lembaga yang satu ini, baik di masa pra kolonial, kolonial dan pasca kolonial, bahkan di masa kini pun peran itu masih tetap dirasakan. Di tengah gagalnya sebagian sistem pendidikan dewasa ini, ada baiknya kita menyimak kembali sistem pendidikan pesantren. Keintegrasian antara ilmu etika dan pengetahuan yang pernah dicanangkan pesantren perlu mendapat perhatian, sehingga paling tidak mengurangi apa yang menjadi trendi di tengah-tengah pelajar dan pemuda kita: Tawuran. Sehingga pada 1 Azyumarid Azra, Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Cet.II, Jakarta: Logos wacana Ilmu, 2000. h. 95
JIL: Journal of Islamic Law, 2020
Article 7 of Law No. 1 of 1974 established that the minimum age of marriage for men is 19 years old and women 16 years old. The regulation was amended through Law No. 16 of 2019 which sets the minimum threshold for marriage for men and women to be married is a minimum age of 19 years. Changes to the minimum marital boundaries are of course intended that the age of marriage becomes an inward part with the goal of marriage, animating the basis of marriage and it is hoped that in the future it will be able to minimize conflicts in the household. Unfortunately, the marriage age limit still causes dynamics. By using library research, there are three results of this study. First, Islamic law does not specify a minimum age for a bride and groom who will carry out the marriage. The foqoha' differ in opinion in determining the age of maturity of a person in carrying out marriage but has the same goal, namely to establish goals rather than Islamic law. Second, psychologists think that the age of adulthood (adolescent) is right in carrying out marriage, that is someone who is 21 years old and so on. Third, the consequences of premature marriages will arise legal problems, biological problems, psychological problems, social problems, and problems of deviant sexual behavior. Abstrak: Pasal 7 Undang-Undang No. 1 tahun 1974 menetapkan bahwa usia minimal pernikahan bagi pria adalah umur 19 tahun dan wanita umur 16 tahun. Aturan tersebut dirubah melalui Undang-Undang No. 16 tahun 2019 yang menetapkan batas minimal menikah bagi laki-laki dan perempuan yang akan menikah adalah minimal di usia 19 tahun. Perubahan batasan minimal perkawinan ini tentu dimaksudkan bahwa usia perkawinan menjadi bagian yang inhern dengan tujuan perkawinan, menjiwai dasar perkawinan dan diharapkan kedepanya nanti dapat meminimalisir konflik dalam rumah tangga. Sayangnya, batasan usia perkawinan tersebut masih menimbulkan dinamika. Dengan menggunakan penelitian pustaka, ada tiga hasil penelitian ini. Pertama, hukum Islam tidak menetapkan minimal usia bagi calon mempelai yang akan melaksanakan perkawinan. Para foqoha' berbeda pendapat dalam menentukan usia kedewasaan seseorang dalam melaksanakan sebuah perkawinan, tetapi memiliki tujuan sama, yaitu menegakan tujuan dari pada Hukum Islam. Kedua, para ahli psikologi berpendapat bahwa usia dewasa (edolesen) tepat dalam melaksanakan
Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.
Retno Dyah Wulanfitri, 2021
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), 2018