Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
…
11 pages
1 file
Radikalisme dan terorisme kini menjadi musuh "baru" umat manusia. Meskipun akar radikalisme telah muncul sejak lama, namun peristiwa peledakan bom akhir-akhir ini seakan mengantarkan fenomena ini sebagai "musuh kontemporer" sekaligus sebagai "musuh abadi". Banyak pihak mengembangkan spekulasi secara tendensius bahwa terorisme berpangkal dari fundamentalisme dan radikalisme agama, terutama Islam. heran jika kemudian Islam seringkali dijadikan 'kambing hitam'. Termasuk dan terutama pada kasus bom paling fenomenal: WTC dan kasus termutakhir bom "Boston Marathon". Namun demikian, tidak sedikit pula yang percaya bahwa motif radikalisme dan terorisme tidaklah bersumber dari aspek yang tunggal. Kesadaran ini membawa keinsyafan bahwa upaya penanganannya juga tidak bersifat parsial, namun perlu pendekatan komprehensif secara integral. Berbagai kemungkinan motif teror memang sepatutnya perlu diwaspadai. Karena kenyataannya diakui atau tidak terorisme nyata-nyata terus menghantui, walaupun beberapa pelaku aksi terorisme sudah ditemukan. Dalam konteks Indonesia, misalnya, dalam kurun waktu antara 1962-2012 tercatat puluhan kali aksi peledakan bom. Dari sekian peristiwa peledakan bom yang terjadi, adanya motif yang bernuansa agama memang tak bisa dipungkiri. Namun demikian, motif politik dan kepentingan intelijen justru yang paling banyak terkuak, selain motif kriminal murni.
Rausyan Fikr : Jurnal Pemikiran dan Pencerahan, 2017
Terang saja tuduhan bahwa peledakan 11 september dan terkahir Bom Sarinah berkaitan dengan Islam sebagai "institusi agama"tidak bisa diterima umat Islam. Agama sangat potensial menyulut api kekerasan, tetapi media massa ditengarai juga sangat berperan dalam menyulut api permusuhan ini. Tidak hanya itu, pencarian identitas Muslim yang takkunjung usai serta tekanan sosiopolitik dan sosiohistoris Barat yang merepresentasikan Islam sebagai agama teror, memperburuk representasi Islam di mata agama lainnya. Kata Kunci: Aliran, Radikal A. Pendahuluan Perselisihan dan penyelesaian yang ditimbulkan pasca perang "shiffin", yaitu peperangan antara kubu Ali dan Muawwiyah disinyalir telah melahirkan beberapa aliran dalam Islam seperti aliran Khawarij dalam wilayah politik dan teologi. Bahkan perselisihan yang mulanya ditimbulkan oleh persoalan politik berubah menjadi persoalan teologis, yaitu justifikasi kufur dan menghalalkan darah sesama umat Muslim. Perubahan dan perkembangan fenomena inilah yang akan kita diskusikan dalam Makalah Riset ini. Hal ini didasarkan pada asumsi dasar bahwa, mengapa persoalan-persoalan tersebut dapat timbul dan menghasilkan implikasi politis-teologis, sehingga dalam pemikiran dan tindakannya dapat dikategorikan radikal?
Wira Magazine, May-June edition, 2017
2015
The time of reformation. It's just that since the Reformation movement was radicalization grow more rapidly. At least two factors causing the emergence of Islamic radicalism in Indonesia. First, the internal factors. In this context, the emergence of the reaction of the Muslims because they see religion has been manipulated by political interests and power, used religion as a justification for the launch of particular interest. Second, external factors. This is related to the globalization process. Globalization necessitates the existence of socio-cultural interaction on a broad scale. In this context, Islam as the order of the order value is faced with modern values, which at a certain point is not only not in harmony with the values that brought Islam, but also diametrically opposite, so that the radicals tried to respond in the form of denial, even resistance
Pendahuluan Penulis berpendapat bahwa perilaku teroris tidak lahir begitu saja dari rahim ibunya. Ada proses tertentu sehingga seseorang mempunyai paham-paham radikal dan memaksakan pahamnya dengan tindakan kekerasan yang menakutkan orang lain. Tindakan ini yang disebut dengan aksi terorisme. Istilah terorisme sering digunakan untuk tindakan-tindakan kejam (kekerasan / radikal) yang secara rahasia diarahkan oleh kelompok-kelompok yang tidak setuju terhadap pejabat rezim yang berkuasa untuk memaksakan perubahan-perubahan sosial dan politik 1. Proses-proses pembentukan seseorang/kelompok menjadi radikal inilah yang memerlukan narasi.
Aksi terorisme dan radikalisme PENDAHULUAN Sebagai negara dengan komunitas Islam terbesar di dunia, Indonesia seringkali tertuduh dalam beragam aksi teror yang kerap menyeruak akhir-akhir ini. Pengaitanpengaitan peristiwa peledakan bom di tanah air dan dunia hampir selalu pertama kalinya dikaitkan dengan "fundamentalisme Islam". Misalnya pada peristiwa bom Boston Marathon, 15 April 2013 yang dikait-kaitkan dengan gerakan fundamentalisme Islam. Fenomena ini seolah mengingatkan kembali peristiwa bom WTC yang amat mengharu biru itu. Presiden Amerika saat itu, George W. Bush, langsung menyebut Osama bin Laden sebagai representasi umat Islam yang dituding menjadi dalang. Pernyataan serupa juga pernah dilontarkan Dubes Amerika, Ralph Boyce yang secara spontan menuduh jaringan Al-Qaeda berada di balik teror bom Bali. Ralph Boyce bahkan menyebutkan keberadaan jaringan terorisme internasional Al-Qaeda itu telah beroperasi di Indonesia. Sementara pemimpin senior Singapura saat itu, Lee Kwan Yew bahkan mengatakan Indonesia sebagai dikemukakan Ketua Kadin Bali, I Ketut Gde Wiratna. Menurutnya, kasus bom Bali tidak ada hubungannya dengan agama. Gde Wiratna mengatakan bahwa di Bali, Hindu dan Islam sangat dekat, sangat akrab, hingga berdirinya beragam budaya di Bali selalu terkait dengan dukungan umat Islam sehingga di Bali begitu banyak komponen dan komunitas muslim karena diberikan hak oleh raja-raja di Bali. Terkait dengan masalah terorisme, merupakan suatu usaha untuk melemahkan Indonesia melalui cara ini. Tampaknya, banyak Negara yang khawatir bila demokratisasi di Indonesia menghasilkan Indonesia yang kuat. Kekhawatiran negara lain yang tidak suka Indonesia menjadi kuat. "Indonesia ini Negara yang seksi. Namun, banyak pihak tidak menghendakinya menjadi kuat. Sebab, kalau Indonesia kuat, banyak yang merasa kepentingannya akan terganggu karena mayoritas penduduk negeri ini beragama Islam. Maka itu, terjadinya berbagai upaya yang melemahkan Indonesia," ujarnya. Yang tidak boleh kita lupakan dalam melihat masalah Bali adalah ini sudah menjadi masalah internasional. PBB sudah mendorong semua negara untuk membantu Indonesia mengusut masalah ini, dan negara-negara yang lain juga sudah menganggap ini bukan masalah Indonesia, melainkan masalah internasional. Oleh karena itu, kita perlu mempunyai mental switch, tidak defensif dengan selalu mengatakan ini bukan ulah umat Islam. Umat Islam adalah umat yang baik, umat Islam tidak mungkin berbuat kejahatan serta berbagai sikap apologetik lainnya yang justru tidak membantu untuk mengatasi masalah terorisme yang dimensinya sudah sangat global ini 6 . Di Indonesia, fenomena terorisme juga tumbuh dan berakar dari ideology radikalisme unsur-unsur gerakan DI/TII. Gerakan yang dipimpin oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewiryo ini terobsesi untuk mendirikan Negara Islam Indonesia (NII). Dapat diingat bahwa dalam sejarah awal kemerdekaan Indonesia, terjadi perselisihan antara kelompok nasionalis Islam mengenai dasar Negara Indonesia. Kalangan nasionalis Islam menuntut dan memperjuangkan islam sebagai dasar Negara yang baru merdeka. Namun karena alasan persatuan nasional, Piagam Jakarta yang telah ditanda tangani pada tanggal 22 juni 1945 dikoreksi kembali. Dengan alasan 6 Sofian Munawar Asgart, Melawan Radikalisme dan Terorisme di Indonesia, Research Associate, The Interseksi Foundation, Jakarta hal 5-6 7 Zulfadli, RADIKALISME ISLAM DAN MOTIF TERORISME DI INDONESIA, AKADEMIKA, Vol. 22, No. 01 Januari-Juni 2017 hal 9
Radicalism is a threat to the security and peace of a community, even a threat to the survival of a nation. Experience in a number of countries shows that radicalism can encourage conflict, both horizontally and vertically. Radicalism can be interpreted as positive or negative or constructive and descriptive. Radicalism is positive or constructive if it is lined with tolerance or restraint in society. In Indonesia, the danger of negative radicalism is evident when many young people are exposed to ideas that lead to violence.
Terrorism and radicalism in Indonesia often raise fundamental questions about Indonesia's sense of Indonesianness. Moreover, the perpetrators are also citizens of Indonesia then it is interesting to be studied more deeply how Indonesian citizens of Indonesia when events that shake the diversity of Indonesia. As destiny becomes a diverse and multicultural Indonesia. The method used in this research is the encoding and decoding of Stuart Hall which attempts to represent the meaning of "menjadi Indonesia" in the three readings of dominant hegemonic, negotiable and opposition. Studies on Islamism and Indonesianness are used to describe interview data. The results showed that Indonesianness strengthened. In the third reading, the informants rejected that their Indonesians were torn apart by the actions of radicalism and terrorism.
Politea : Jurnal Politik Islam
The issue of Islamic radicalism and terrorism in Indonesia in the last three decades has become a very serious problem. Not only in Indonesia, the phenomenon of terrorism in the Islamic world appears as an expression of the political movement of some Muslims who make use of Islamic doctrines, political attitudes and political movements that tend to be radical and extremist. By utilizing qualitative research procedures and data collection techniques through library research, this article draws several conclusions. First, international radicalism network named Al-Qaedah and Al-Jama’ah Al-Islamiyyah have influence over terrorist network in Indonesia and other Islamic worlds. The actors are alumni of the Afghan war and a network that been fostered since the 1970s through Al-Jamaah Al-Islamiyyah. Second, contemporary Islamic radicalism and terrorism movements in Indonesia have ideological-political connections with transnational Islamic movements and ISIS in two orientations namely the k...
Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.
Jurnal PASCA, 2019
ISLAMICA: Jurnal Studi Keislaman, 2014
paper pancasila, 2024
ANSIRU PAI : Pengembangan Profesi Guru Pendidikan Agama Islam
Jurnal Hukum Lex Generalis
Akademika, 2017
Proceedings Paper, 2019
TEMALI : Jurnal Pembangunan Sosial
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan
MIQOT: Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman, 2015
Jurnal Pendidikan Agama Islam (Journal of Islamic Education Studies), 2019
YULIA LAILI LUTFINAH, 2019