Pandemi Corona Virus ternyata berdampak pada semua sektor kehidupan manusia, pandemi corona virus di Indonesia diawali dengan temuan penderita penyakit corona virus 2019 (COVID 19) pada 2 Maret 2020. Organisasi kesehatan dunia WHO mengatakan bahwa resiko penyebaran Covid-19 memiliki dampak sangat luas di tingkat global. Hanya dalam waktu kurang dari sepekan (29 Februari 2. Detik News 2020) 85.206 orang di 62 wilayah di seluruh dunia telah terinfeksi. Pemerintah Indonesia telah melakukan beberapa upaya untuk menekan dampak virus corona, pemerintah melakukan Sosial Distancing dipahami sebagai tindakan pengendalian infeksi untuk menghentikan atau memutus mata rantai penyebaran penyakit menular. Tujuan dari pembatasan ini adalah untuk mengurangi kontak antara orang terinfeksi, pemerintah telah melakukan beberapa upaya seperti penutupan sekolah, tempat kerja, isolasi, karantina, menutup atau membatasi transportasi umum. Semua kegiatan dan pekerjaan dikerjakan di rumah. Dampak dari pandemi ini sangat terasa bagi setiap lapisan masyarakat dan jemaat. Namum dari semua yang Tuhan ijinkan menggugah hati saya sebagai pemimpin rohani untuk hadir menjadi berkat bagi masyarakat dan gereja. Dalam tulisan ini adalah kesaksian kecil yang saya coba bagikan untuk berbagi pengalaman. Kegiatan Gerejawi Terkadang saya ingin seperti temen-temen hamba Tuhan lainnya yang dalam situasi pandemic covid 19 ini biasa melakukan pelayanan dengan menggunakan kemajuan teknologi, sepertinya lebih keren dan biasa lebih popular, dengan ibadah streaming kotbah-kotbah online dan lain sebagainya. Namun saya harus sadar ladang pelayanan yang Tuhan percayakan kepada saya berbeda dengan ladang temen-temen lainnya. Satu dusun kecil terpencil yang sinyal saja susah, beberapa jemaat yang gapteg, tidak semua memiliki android bahkan beberapa jemaat yang lansia tentunya sangat sulit dijangkau dengan kemajuan tegnologi saat ini. Saya mendapat mandate ilahi untuk bekerja diladang-Nya bukan untuk menunjukkan siapa saya dengan aktifitas pelayanan saya. Sadar hal ini justru tidak membuat saya menjadi patah semangat atau membandingkan dengan yang lain, saya harus terus bertindak menjadi berkat, bekerja di ladang-Nya. Kreatif dan inovatis tidak selalu menggunakan kecanggihan tegnologi. Pintu gereja tertutup namun ibadah tidak pernah libur. Disinilah saya menemukan seni dan indahnya pelayanan di ladang-Nya, mengerti dan menikmati arti ekklesiologi yang sesunggungnya, gereja bukanah Gedung namun jiwa-jiwa