Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
Tags: alam semesta lahir, jauh dekatnya tuhan, lahirnya tuhan, partikel cahaya, UMUR TUHAN, usia tuhan TUHAN itu adanya bersifat awal dan akhir, artinya Tuhan tidak memiliki usia sebagaimana manusia yang memiliki batasan waktu tertentu untuk hidup. Dalam kitab suci juga disebutkan bahwa Tuhan itu Cahaya Maha Cahaya. Apa ini artinya? Marilah kita telaah dengan kacamata sains modern.
Dalam kehausan akan bacaan sebagai sekarang ini, salinan Saudara La Ode Malim ini sedilkit banyaknya akan dapat ·melayani keperluan pembaca-pembaca Muslim yang menggemari lapangan ini, dan dengan tidak disangka-sangka terbuka pulalah ·lapangan penyelidikan baru; yang secara lebih nyata membuktikan betapa luas dan dalamnya Islam telah meninggalkan jejaknya dalam kehidupan heragama dan bernegara di berbagai tempat di kepulauan Indonesia sebagai di Kesultanan Buton itu
Filsafat agama mengajukan beberapa argumen atau dalil. tentang adanya Tuhan. Salah satu di antara argumen-argumen tradisional dalam filsafat agama adalah argumen ontologis (ontos sesuatu yang berwujud, ontologi adalah cabang filsafat yang berasal dari yunani artinya studi, teori/ilmu tentang wujud tentang hakikat yang ada). ini tentu saja berkaitan dengan kenyataan dan sering disajikan dengan pertanyaan seperti 'apa arti keberadaan?' atau 'apa yang bisa dikatakan ada?'. Argumen ontologis tidak banyak berdasar pada alam nyata, tetapi argumen ini berdasarkan pada logika semata-mata. Argumen ontologis dipelopori oleh Flato (428-348 SM) dengan teori idenya. Menurutnya, tiap-tiap yang ada di alam ini mesti ada idenya. Yang dimaksud dengan ide ialah
Ramli Harahap, 2022
Minggu ini kita akan memasuki Minggu Keduapuluh dua Setelah Trinitatis. Dalam Minggu ini kita akan membahas tema “Hari TUHAN akan Tiba”. Hari Tuhan (Yom Yahwe) adalah misteri sekaligus yang sudah digenapi Allah. Hari Tuhan bukan hanya sekedar hayalan semata, sebab dalam Kitab Perjanjian Lama sudah diungkapkan bagaimana kedatangan Hari TUHAN (Am. 5:18-20, Yes. 13:1-6, Yehz. 7:2-13). Cara dan waktu kedatangan Hari Tuhan itu adalah misteri, dan yang tahu hanyalah Tuhan sendiri. Berbagai bentuk kedatangan hari Tuhan dalam kitab Perjajian Lama, antara lain: a) Hari Tuhan itu sebagai hari yang penuh ratapan dan pemusnahan (Yes. 13:6, Am. 8:3) b) Hari Tuhan itu kebengisan, dengan gemas dan murka yang menyala-nyala untuk membuat bumi menjadi sunyi dan memusnahkan daripadanya orang-orang berdosa (Yes. 13:9, Yehz. 30:3). c) Hari Kegelapan (Am. 5:18, 8:9).
This paper aims to give an alternative of understanding on how to do theology within the context of an urban society of Indonesia. This society characterized by multiculturalism in one hand and individualism on the other hand, which will influence the interaction of the people in daily basis. People therefore need to meet and experience God as they encounter one to another at their boundaries. Relationship, then, could be something more than a routine activity; more than just on the surface. It will be a meaningful one that would affect people's identity. Boundary then can be defined as a place where people negotiate their life. The possibility to change as well as to respect is widely open. God is beyond "the constructed boundaries and identities" created by the people, socially and culturally. God encourage and enable the society to cross these boundaries that many times trapped them on their comfort zone while at the same time make them forget that there are neighbors surround them that need their loving kindness. In so doing, heterogenity of community and the uniqueness of an individual will be cherished. Then, God is here! Pendahuluan Berteologi adalah sebuah proses dinamis yang dilakukan oleh manusia dalam upaya pencarian akan hakikat Tuhan yang menyatakan diriNya dalam kehidupan ciptaan di segala tempat dan segala abad. Dengan pemahaman seperti ini maka teologi itu seharusnya tidak statis melainkan akan terus-menerus berubah seiring dengan perubahan dan perkembangan kehidupan dunia itu sendiri. Dengan kata lain, berteologi haruslah merupakan sebuah upaya pencarian dan pembuatan makna (meaning-making) yang sesuai konteks, bukan penerimaan makna (meaning-receiving). Pemahaman ini tentunya akan mengantarkan pemeluk agama untuk memahami Tuhan dalam konteks yang berbeda-beda yang bertujuan untuk menjawab secara khusus pergumulan konteks tersebut, termasuk di tengah masyarakat urban. Masyarakat urban atau masyarakat perkotaan ini ditandai dengan begitu banyak karakteristik yang secara khusus membedakannya dari masyarakat pedesaan atau masyarakat rural. Dalam tulisan ini 1 Istilah ini terinspirasi dari judul buku karya McSpadden. Lihat Lucia Ann McSpadden, Meeting God at the Boundaries: Cross-CuIturaTCross-Racial Clergy Appointments (Nashville, Tennessee: General Board of Higher Education and Ministry, The United Methodist Church, 2013).
Fx Hendri Firmanto, S.Fil, M.Fil, 2024
Tuhan menciptakan alam semesta dalam urutan waktu temporal dari ketiadaan (ex nihilo). Kendati demikian, Tuhan tidak berada dalam waktu temporal itu sebab Ia tidak berubah dan tidak identik dengan ciptaan. Ciptaan mengalir dari daya Ilahi Tuhan yang tetap. Karena kehendak Ilahi dan kebebasan-Nya, Tuhan yang tidak berubah tetap memperhatikan alam ciptaan-Nya dengan memberikan kehendak dan kebebasan yang mengalir dari kelimpahan ilahi-Nya. Tuhan yang tidak terbatas juga memiliki pengetahuan yang serba benar; yang keluar daripada-Nya. Apakah Tuhan memiliki prapengetahuan tentang sesuatu yang akan terjadi? Pengetahuan Tuhan adalah sempurna. Ia mengetahui apa pun yang ada di alam semesta ini tanpa salah. Karena itu, dalam pembahasan tulisan ini ada penekanan tentang pengetahuan Allah yang membawa pada kebenaran yang sejati dan kepastian apa pun yang akan terjadi di masa depan bagi alam ciptaan ini.
Campur tangan Tuhan dalam alam menjadi bagian problematika filsafat ketuhanan yang banyak mendapat sorotan, karena gagasan keterlibatan atau campur tangan Tuhan dianggap menodai makna kebebasan dan tanggungjawab yang diberikan pada manusia. Muncul dua aliran dalam teologi yang membahas hal ini yakni free will dan predestination.
Pada bagian lampiran ini akan disajikan sebuah tulisan reflektif tentang makna kemahabaikan Tuhan dan adanya kejahatan dalam dunia ciptaan Tuhan ini, dalam perpektif teologi Islam. Tulisan ini berasal dari orasi ilmiah yang disampaikan penulis pada acara pengukuhan Guru Besar filsafat agama di STAIN Kediri, tanggal 21 September 2006.
Keberadaan adanya tuhan sampai saat ini masih dipertanyakan serta diragukan oleh orang-orang. Namun banyak pula yang selalu yakin dan percaya Tuhan itu ada. Mengapa? Karena setiap individu mengasumsikan adanya Tuhan dengan cara yang berbeda-beda. Teruntuk orang yang mengakui adanya Tuhan, alam semesta ini sebagai bukti bahwa sesungguhnya pencipta segala yang ada di bumi, juga alam semesta ini adalah Tuhan. Orang yang tidak mengakui adanya Tuhan, biasa disebut ateisme, yaitu pandangan filosofi yang tidak memercayai keberadaan Tuhan dan dewa-dewi. Dari asumsi-asumsi orang-orang terdahulu atau nenek moyang kita, maka munculah berbagai pandangan atau aliran mengenai ada dan tidaknya Tuhan. Seperti pandangan islam, kristen, ateisme, dan lain-lain.
Dalam hidup ini kita sering mengalami banyak peristiwa buruk namun akhirnya happy ending yang kita nikmati atau malah sebaliknya kisah sedih pada peristiwa yang kita alami. Pertanyaan yang sering muncul saat kita menghadapi hal ini adalah : suatu kebetulan atau malah rencana Tuhan ?
karya seorang perempuan yang mencari tujuan kehidupan
2013
BAGIAN I PENDAHULUAN Makalah ini membahas pandangan dekonstruksi Derrida mengenai Tuhan, yang tentu saja tidak secara eksplisit berhubungan dengan Tuhan, melalui komparasi dengan konsep anatheisme dari Richard Kearney. Makalah ini didasarkan pada 1 tulisan Kearney sendiri dalam buku Derrida and Religion. Ia membandingkan konsep The God Who May Be dengan The Perhaps dari Derrida. Kedua konsep tersebut didasari oleh pemikiran yang mirip, yaitu hubungan antara "yang mungkin" dengan "yang tidak mungkin". Kerumitan hubungan tersebut, yang berputar dan membentuk paradox, kemudian akan ditarik pada penjelasan-penjelasan metafisika, epistemologi dan etika yang lalu akan terlihat kaitannya dengan cara pandang dekonstruktifisme terhadap konsep tentang Tuhan. Pemikiran ini memberikan cara pandang baru yang post-metaphysical, keluar dari teks kitab suci, mengenai Tuhan. Tuhan tidak dilihat dengan segala kekuatan dan kemampuannya. Membongkar tradisi teologi yang kaku. Derrida sendiri tidak mengatakan bahwa dirinya adalah orang yang anti terhadap kebangkitan, ketika ditanya oleh Kearney mengenai pandangannya terhadap hubungan dekonstruksi dengan kebangkitan. Dalam pemikiran dekonstruksinya Derrida harus mematuhi apa yang disebut keniscayaan akan kemungkinan. Ia melihat hubungan tersebut bukanlah hubungan dalam arti terjadi interaksi, atau hubungan yang dialektis dan bukan juga hubungan yang berjenjang, namun sebagai khôra. Lebih sebuah After the Atheism, pandangan jalan ketiga antara ateisme dan teisme, agak sulit dibedakan 1 dengan agnostisisme. Penjelasan Kearney sendiri tertera dalam judul bukunya: Anatheism: Returning to God after God tahun 2009. Menyambut kembali Tuhan setelah Tuhan dianggap mati dan menjadi sesuatu yang asing saat ini.
di padang gurun, sebab segala bangsa tidak bersunat dan segenap kaum Israel tidak bersunat hatinya"
kita telah pelajari bersama terdiri dari beberapa sub materi yaitu Sradha dan Bhakti, Brahmavidya, serta Upaya dan Sarana untuk Memuja-Nya. Dalam kehidupan sehari-hari sudah sangat jelas terlihat penerapan ajaran-ajaran Hindu yang berkaitan dengan Tuhan. Masyarakat Hindu dunia sudah menyakini adanya Tuhan atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan keberadaan-Nya tunggal adanya (monotheisme). Pada mantra Tri Sandya dikatakan " Eko Narayanan a dwityo'sti kaccit " yang artinya Tuhan hanya satu, sama sekali tidak ada duanya. Dasar dari ajaran Hindu adalah Sradha dan Bhakti menjadi jalan untuk memuja-Nya serta mendapat kebahagian yang abadi. Penerapan ajaran Sradha dan Bhakti dalam kehidupan bermasyarakat terlihat pada berbagai Yajna yang dilakukan umat Hindu. Yajna dilakukan dengan harapan memperoleh kebagiaan dan kesejahteraan serta terjadinya keseimbangan dunia sehingga terhindar dari segala sesuatu yang bersifat negatif. Sebagai contoh, dalam proses pernikahan dibuatkannya persembahan (Manusa Yajna), ini dilakukan bertujuan untuk meminta persetujuan dari Tuhan serta memperoleh kebahagiaan dalam pernikahan tersebut. Tidak hanya Yajna, pemujaan Tuhan yang dilakukan sehari-hari seperti Tri Sandya merupakan penerapan kepercayaan terhadap Tuhan. Yajna juga menjadi bukti penerapan ajaran Panca Sradha. Melalui Yajna masyarakat Hindu mengimplementasikan ajaran-ajaran Sradha seperti dalam berbagai upacara Dewa Yadnya masyarakat Hindu menerapkan kepercayaan terhadap adanya Brahman, dalam berbagai upacara Manusa Yajna, masyarakat Hindu menerapkan kepercayaan terhadap Atman, dalam berbagai tindakan baik yang dilakukan oleh umat Hindu didasarkan atas kepercayaan terhadap adanya Karma Pala dan Moksha, serta yang terakhir dalam berbagai upacara Pitra Yajna, masarakat Hindu telah menerapkan kepercayaan terhadap adanya Punarbhawa dan Moksha. Dalam upaya untuk mendekatkan diri dengan Tuhan, diutuhkan sarana agar dapat dengan mudah memfokuskan pikiran kepada-Nya karena Tuhan bersifat abstrak dan sulit dibayangkan. Oleh karena itu, umat Hindu di seluruh dunia meyakini atau menjadikan pura sebagai tempat untuk memusatkan pikiran dan tempat untuk mendekatkan diri dengan Tuhan. Adanya banyak pura di dunia khususnya di Bali menunjukkan besarnya kepercayaan umat Hindu untuk menjadikan pura sebagai tempat