Pemikiran Islam Liberal, sebagai upaya pembaharuan (tajdid) dalam Islam, lahir dalam konteks moderen. Islam liberal adalah produk modernitas, meskipun sebagian rujukannya juga ke tradisi dan masa lalu. Di Indonesia, Islam liberal dipengaruhi gerakan dan pemikiran dari berbagai tempat: Timur Tengah, Amerika, Eropa, Afrika, dan Asia. Pemikiran Islam Liberal memproduksi ilmu pengetahuan yang berakar pada teks-teks Islam, sejarah Islam, sejarah dunia, sejarah pencerahan Eropa dan Barat, tapi juga dipengaruhi realitas Negara bangsa Indonesia dan globalisasi. Islam Liberal muncul dan berkembang sebagai respons terhadap Islam "konservatif" dan "fundamental" yang dinilai terlalu berorientasi pada masa lalu (salaf), sehingga literal, kaku, dan tidak cocok bagi kemajuan umat Islam dan umat manusia secara umum. 1 Persoalan wahyu memang rumit karena sifatnya yang tidak bisa diverifikasi secara empiris dan universal. Ada wahyu dalam teks dan realitas kehidupan (alam semesta, termasuk sejarah manusia), ada masalah teks dan konteks, ada teks yang jelas dan teks yang ambigu, makna khusus dan makna umum, yang dihapus dan yang masih berlaku, perbedaan atau kontradiksi teks-teks yang eksklusif dan teks-teks yang inklusif, dan seterusnya. Pemikiran Islam Liberal belum menyusun metodologi memahami wahyu dan memahami teks Al-Qur'an (dan lebih rumit lagi termasuk teks Hadis yang berkaitan dengan tradisi Nabi Muhammad) dan teks-teks agama-agama serta akal dan tradisi masyarakat yang tidak ber-teks. Pemikiran dan gerakan Islam Salafi dan varian-variannya (jihadis, Islamis, dan post-islamis) terus menjadi lawan ataupun mitra dialog pemikiran Islam Liberal. Masing-masing terus memperkuat akar-akar metodologis dan strategi perjuangan mereka, dipengaruhi konteks sosio-kultural, keagamaan, dan politik masyarakat global dan lokal yang berubah. Salah satu tema penting dalam debat ini adalah posisi wahyu dan agama-agama. Tulisan ini menelaah bagaimana beberapa pemikira Islam Liberal di Indonesia memahami fenomena wahyu dan realitas agama-agama, sekaligus melakukan kritik-kritik yang konstruktif. Pembacaan terhadap wahyu sebagai teks dan konteks, terhadap Islam dan agama-agama yang ada, belum cukup optimal dan belum koheren di kalangan pemikir Islam Liberal sendiri. Pemikiran tentang wahyu dan agama-agama masih terpisah-pisah dan belum tersistematisasikan. Metodologi Islam Liberal tentu tidak perlu monolitik, namun dapat berguna untuk menafsirkan berbagai isu-isu tertentu. Apakah Ahlu Kitab mencakup umat Yahudi dan Kristen zaman 1