Academia.eduAcademia.edu

Omnibus Law untuk Masyarakat Adat

Abstract

PEMERINTAHAN Joko Widodo seperti panik menghadapi melambatnya ekonomi dunia yang mulai terasa di dalam negeri. Untuk mengatasinya, pemerintah akan mengajak DPR untuk menerbitkan dua undang-undang besar: Cipta Lapangan Kerja dan Pemberdayaan Usaha Kecil Mikro, Kecil, dan Menengah. Masing-masing undang-undang tersebut akan menjadi omnibus law, yaitu satu undang-undang sekaligus merevisi beberapa undang-undang. Sekitar 70 undang-undang akan "digerogoti" demi lancarnya dua agenda prioritas itu. Perubahan yang akan terjadi dikelompokkan dalam 11 klaster isu. Salah satunya soal pengadaan lahan-satu isu pokok yang acap dituding sebagai penghalang investasi-tanpa diperiksa lebih jauh problem pokok dari mandeknya modal masuk ke dalam negeri. Sebab persoalan tanah selalu terkait dengan konflik agraria, yang di dalamnya melibatkan komunitas-komunitas adat. Akankah omnibus law menyelesaikan konflik itu atau malah memperburuknya? Saat ini momentum tepat melihat kembali salah satu cita-cita reformasi, sebagaimana yang tertuang dalam Ketetapan MPR RI Nomor IX Tahun 2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam. Pada Pasal 4 ditegaskan, antara lain, pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam harus dilaksanakan dengan menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia; menyejahterakan rakyat, terutama melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia; mewujudkan keadilan termasuk kesetaraan gender dalam penguasaan, pemilikan, penggunaan, pemanfaatan, dan pemeliharaan sumber daya agraria/sumber daya alam; melaksanakan fungsi sosial, kelestarian, dan fungsi ekologis sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat; dan mengakui, menghormati, dan melindungi hak masyarakat hukum adat dan keragaman budaya bangsa atas sumber daya agraria/sumber daya alam. Pasal 5 menegaskan pula bahwa pemerintah perlu mengkaji ulang berbagai aturan yang berkaitan dengan agraria dan pengelolaan sumber daya alam dalam rangka sinkronisasi kebijakan antarsektor; menyelesaikan konflik-konflik pemanfaatan sumber daya alam yang timbul selama ini sekaligus dapat mengantisipasi potensi konflik di masa mendatang guna menjamin terlaksananya penegakan hukum, termasuk pengadaan lembaga dan biaya untuk mengurusnya; serta menyusun strategi pemanfaatan sumber daya alam yang didasarkan pada optimalisasi manfaat dengan memperhatikan potensi, kontribusi, kepentingan masyarakat dan kondisi daerah maupun 1 Dimuat dalam Rubrik Opini Majalah TEMPO, Edisi 7 Desember 2019.