Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
…
5 pages
1 file
Abstrak Tari Gandrang Bulo merupakan tarian khas masyarakat Sulawesi Selatan, khususnya di Makassar. Tarian ini sering di tampilkan pada pembukaan acara-acara berskala nasional sampai internsional. Tulisan ini dibuat agar kita bisa lebih memahami serta mengetahui nilai estetika yang terkandung pada Tarian Gandrang Bulo. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode studi literatur lalu dianalisa dengan metode analisis kualitatif, sehingga akan didapatkan hasil berupa nilai estetika pada Tarian Gandrang Bulo berupa harmonisasi antara tarian, musik, candaan , serta keseragaman para penari. Abstract The Gandrang Bulo dance is a typical community of South Sulawesi, specifically in Makassar. This dance is often performed at opening events-national to international events. This paper is made so that we can better understand and understand the aesthetic value contained in the Gandrang Bulo Dance. The research was conducted using the literature study method which was then analyzed with qualitative analysis methods, so that the results obtained in the form of aesthetic assessment in the Gandrang Bulo dance consisted of harmonization between dance, music, jokes, and uniformity of the dancers.
Andre Christian, 2019
Abstrak Tari Pakarena merupakan jenis tarian tradisional dari Sulawesi Selatan yang diiringi 2 (dua) kepala drum (gandrang) dan sepasang alat instrument semacam terompet atau suling yang disebut juga puik-puik. Dalam pementasannya, tari pakarena dimainkan 4 (empat) orang atau lebih. Pada masa lalu, tarian ini dipertunjukkan sebagai salah satu media pemujaan kepada para dewa atau peri. Filosofi makna dan estetika dari setiap gerakan, kostum, serta sejarah menjadikan tujuan utama dalam penelitian ini. Dimana orang-orang atau masyarakat kadang menilai pertunjukan hanyalah sebuh penampilan demi menghibur siapa yang menyaksikannya. Metode pelaksanaan dimulai dengan observasi data terkait asal-usul latar belakang, serta studi literature, dimana pengumpulan data diambil dari media cetak, juga media digital yang materi dibahas berkaitan dengan tari pakarena. Tarian Pakarena sekarang sudah biasa ditemukan di acara-acara formal. Filosofi tarian ini memiliki kisah yang sangat unik dan estetikanya sehingga patut untuk dibahas lebih lanjut. Abstract Pakarena dance is a type of traditional dance from South Sulawesi accompanied by 2 (two) drum heads (gandrang) and a pair of instruments such as trumpets or flutes which are also called puik-puik. In the performance, expert dance is played by 4 (four) or more people. In the past, this dance was performed as a medium of worship to the gods or fairies. The philosophy of meaning and aesthetics of each movement, costume, and history make the main objective in this research. Where people or the public sometimes judge the show is just an appearance for the sake of entertaining who watched it. The method of implementation starts with observing data related to the origin of the background, as well as literature studies, where data collection is taken from print media, as well as digital media which material is discussed relating to expert dance. Pakarena dance is now common in formal events. This dance philosophy has a very unique story and its aesthetics so it is worth to be discussed further.
2019
Lipa Sabbe is a type of sarong that is different from other types of sarong because the Bugis people also usually make Lipa sabbe 'to be used in special ritual activities, besides Lipa sabbe' has a motif that contains a meaning. This specificity is an interesting thing for the writer to study the aesthetics of the Sabbath. Seeing the forms and motifs of saba lipa which tend to be rectangular boxes is a manifestation of the form of the epic sulapa. By using data collection methods from various journals and literature related to Lipa Sabbe. so that this is a form of a community effort to make a meaning so that the saba lipa is able to exist and not disappear from civilization.
Nurul Ariska , 2020
Abstrak Setiap masyarakat atau individu di dalam menjalani kehidupannya pasti memiliki panutan maupun aturan-aturan untuk mengatur tata cara di dalam menjalani hidup dan kehidupannya. Dan selalu mengalami perubahan baik karena pengaruh alam atau pengaruh hukum-hukum yang di buat masyarakat itu sendiri. Bahkan setiap masyarakat memiliki pola(hukum) dan nilai-nailai dalam kelompoknya yang sama dalam proses perubahannya. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif deskriptif(qualitative descriptive). Dalam penelitian ini akan di deskripsikan tradisi yang masih Di budayakan d dalam suku Bugis yaitu tradisi Mattoana'ase yang dilakukan oleh masyarakat Bugis. Informasi yang diperoleh dari penelitian ini berasal dari hasil penelitian tokoh masyarakat. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini antara lain sistem tradisi Mattoana'ase suku Bugis dan makna dari tradisi Mattoana'ase. Kata kunci: Tradisi, Mattoana'ase, Suku Bugis. Pendahuluan Comte mengatakan bahwa disetiap tahapan akan selalu terjadi sebuah konsensus yang mengarah pada keteraturan sosial, yang Di dalamnya Ada suatu kesepakatan pandangan dan kepercayaan bersama. Dengan kata lain satu masyarakat dikatakan telah melampaui satu tahap perkembangan tersebut apabila suatu anggotanya telah melakukan yang sama sesuai dengan kesepakatan yang ada. Selain itu, ada satu kekuatan dominan yang menguasai masyarakat untuk melakukan konsensus demi tercapainya suatu keteraturan sosial (Martono, 2011). Sama halnya dengan suku bugis masih membudayakan tradisi yang namanya mattoana 'ase pada saat setelah semuah tanaman ksususnya padi di sawa dan di kebun sudah selesai Di panen lalu di keringkan dan di bawa ke rumah. Setelah beberapa hari padi setelah di panen maka akan dilakukan atau di kerjakan yang namanya Mattoana'ase. Tradisi ini Di budayakan oleh suku bugis Khususnya Di desa sadar kecamatan tellu limpoe kabupaten Bone. Tradisi ini merupakan tradisi yang turun temurun dari nenek moyang hinggah kecucu cicitnya sampai sekarang tradisi mattoana'ase ini masih sangat di budayakan di dalam suku bugis. Tradisi mattoana'ase ini dilakukan setelah panen guna melakukan syukuran atau rasa syukur kepada yang maha esa atas apa yang telah diperoleh dari kerja kerasnya yaitu menanam dan memanennya. Mattoana'ase juga merupakan tradisi yang sangat kental pada Suki bugis kususnya di desa Sadar yang terletak di kabupaten Bone Ini. Sehinggah suku Bugis sangat mempercayai atau membudayakan tradisi ini hinggah saat ini. Pada saat melakukan tradisi ini juga tidaklah gampang karena banyaknya bahan yang dipakai dimana bahan tersebut Di dapati di tempat tempat tertentu yakni daun paru, yaitu daun yang pakai atau digunakan dalam melakukan syukuran ini. Tata caranyapun tidaklah mudah maka dari itu syukuran ini atau tradisi yang membudaya ini masih di lestarikan hinggah saat Ini.
Kehidupan manusia di dunia, yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan) secara alamiah mempunyai daya tarik menarik antara satu dengan yang lain untuk dapat hidup bersama, dan membentuk sebuah keluarga atau yang disebut dengan perkawinan. Di dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 B berisi ketentuan bahwa setiap orang berhak melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Pasal
Gerak tari merupakan unsur utama dari tari. Gerak di dalam tari bukanlah gerak yang realistis, melainkan gerak yang telah diberi bentuk ekspresif dan estetis. Gerak tari selalu melibatkan unsur anggota badan manusia. Gerak dalam tari berfungsi sebagai media untuk mengkomunikasikan maksud-maksud tertentu dari koreografer.
Jurnal Fides et ratio, 2017
Tulisan ini bertujuan menjelaskan tradisi harta buang yang berlaku di masyarakat pedesaan Tanimbar dan Kei di Maluku dalam konteks teori pertukaran sosial. Kata " memahami " dalam judul tulisan ini menunjuk pada suatu usaha untuk menemukan pengertian, konsep dan pemahaman. Usaha ini bukan sesuatu yang mudah karena diperlukan sebuah kerja keras untuk menelusuri dimensi kultural dari tradisi harta buang. Selain itu, usaha ini pun harus menjangkau pemahaman tentang teori pertukaran sosial dalam ilmu sosiologi dan antropologi. Kata Kunci: Tradisi, harta buang dan pertukaran sosial.
ABSTRAK Barong adalah salah satu jenis tarian tradisional Indonesia yang berasal dari Bali. Barong merupakan tarian yang diperankan oleh satu atau dua orang yang menggunakan ornament berupa topeng dan kostum badan yang dapat dikenakan oleh pemeran tari. Ada beberapa jenis barong yakni, merupakan warisan dari kebudayaan raja Airlangga saat mengungsi ke Pulau Bali untuk menyelamatkan diri. Sekarang merupakan menjadi tarian untuk keperluan agama hindu di Bali, selain itu juga merupakan daya tarik pariwisata Bali sendiri. Tujuan penelitian " Barong " ini adalah menghasilkan arsip digital dalam bentuk animasi pola gerak tari barong. Hal ini dilatarbelakangi karena tidak ada nya kegiatan pengarsipan budaya Indonesia, dan juga kedambaan tim penelitian untuk membuat arsip pergerakan tarian tradisional untuk generasi masa depan. Kajian estetika yang dilakukan penulis beserta tim selain sebagai catatan dan dokumentasi, karya seni (visual) sebagai medium ekspresi sekaligus penyampai pesan yang konteklstual, juga sekaligus diharapkan mendapatkan sebuah formula bagaimana memposisikan dan membaca sebuah kecenderungan baru pada ranah seni tari, desain, dan animasi.
Tanaman tebu (Saccharum officinarum) merupakan tanaman perkebunan semusim atau annual crops, dimana umur tanaman sejak ditanaman sampai bisa dipanen mencapai kurang lebih satu tahun. Tebu tanaman penghasil gula yang menjadi salah satu sumber karbohidrat. Tebu hidup di daerah tropika dan sub ropika yaitu di antara 39 garis lintang utara dan di antara 35 garis lintang selatan dengan suhu rata-rata 21℃. Tebu dapat ditanam dari dataran rendah sampai pengunungan dengan ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut. Secara morfologi, tanaman tebu dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu batang, daun, akar dan bunga. Batang tebu memiliki sosok tinggi kurus, tidak bercabang dan tumbuh tegak, terdiri dari banyak ruas yang setiap ruasnya dibatasi oleh buku-buku sebagai tempat duduknya daun. Tinggi batang tanaman tebu pada umumnya bisa mencapai 5 meter atau lebih. Kulit batang tebu keras, berwarna hijau, kuning, ungu, merah tua atau kombinasi dari warna-warna tersebut. Batang tanaman tebu memiliki ruas-ruas yang panjang masing - masingnya 10-30 cm. Bentuk daun tebu berwujud helaian dengan pelepah. Panjang daun dapat mencapai 1-2 meter dan lebar 4-8 cm, dengan permukaan kasar berbulu. Bunga tebu berupa bunga majemuk yang berbentuk terurai di puncak sebua poros gelagah. Sedangkan akarnya berbentuk serabut. Tebu mempunyai banyak manfaat, salah satunya sebagai bahan baku utama pembuatan gula.
Abstrak. Di antara ras-ras yang menghuni wilayah Asia, bangsa petutur bahasa Austronesia adalah yang paling luas wilayah pengaruhnya. Pengaruhnya tidak ditemui di Asia Tenggara kepulauan saja, bahkan dijumpai di kepulauan Pasifik dan Madagaskar. Pengaruh itupun tidak saja teridentifkasi pada bahasa yang berkembang di wilayah-wilayah baru, tetapi tampak pula pada jejak-jejak teknologi yang menunjukkan perkawinan teknologi antara tradisi budaya logam Austronesia dan lokal. Demikian pula pada aspek religiusnya, bukti-bukti menunjukkan bahwa adanya pengenalan tradisi penggunaan wadah kubur, bekal kubur, dan pendirian monumen megalitik. Berangkat dari hal tersebut, tulisan ini membahas hasil penelitian arkeologi di Lembah Besoa dalam upaya memahami tradisi budaya Austronesia di Sulawesi sekitar 3000 tahun yang lalu. Pengumpulan data dilakukan dengan ekskavasi pada sejumlah lubang uji, baik pada situs maupun dalam kalamba. Hasil analisis arkeologis menunjukkan bahwa kalamba yang berbentuk tong-tong batu tidak ditemukan di Lembah Besoa saja, tetapi dijumpai pula di Sarawak, Danau Toba, Donggo, Laos, dan Assam. Namun demikian, yang mencirikan tradisi budaya Austronesia adalah lumpang batu dan batu dulang yang mengindikasikan telah dikenalnya kegiatan perladangan dan domestikasi hewan. Di lain pihak, pendukung budaya Lembah Besoa memiliki kedekatan DNA (Deoxyribonucleic acid) dengan masyarakat Kajang yang bermukim di Sulawesi Selatan, yang mengarahkan dugaan bahwa ada kesamaan keturunan atau pernah terjadi interaksi genetik pada kedua komunitas tersebut pada masa lampau. Interaksi tersebut diperkuat dengan bukti-bukti artefaktual, antara lain kesamaan manik-manik dan gerabah slip merah. Abstract. THE DISCOVERY OF LATE PROTOHISTORIC (MEGALITHIC) AUSTRONESIAN CULTURAL TRADITION IN BESOA VALLEY, SULAWESI. Among the races that inhabit the Asian region, the Austronesian-language-speaking people had the most extensive area of influence; the effect was not found only in the islands of Southeast Asia, but in the Pacific islands and Madagascar as well. The influence was not identified only from the language developed in new territories, but also recognized from traces of technology showing a technological marriage between the Austronesian metal traditions and indigenous skill. The religious aspect provide evidence also that suggests the introduction of burial container, grave goods and the erection of megalithic monuments. Based on such knowledge, this paper discusses the results of archaeological research carried out in the Besoa Valley as an effort to understand the Austronesian cultural traditions 3000 years ago in Sulawesi.
Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.
ATRIUM - Jurnal Arsitektur, 2016
Evi Kusnianti, 2020
Anis Khumairah, 2020
Paper mata kuliah Bahasa Indonesia Akademik, Universitas Indonesia
Proceeding of Seminar on Science and Technology (SST), 2000
Seminar Nasional Program Study Magister Arsitektur Universitas Universitas Udayana, 2016