Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
…
11 pages
1 file
Notaris adalah sebuah profesi yang dapat dilacak balik ke abad ke 2-3 pada masa romawi kuno, dimana mereka dikenal sebagai notarius. Pada masa itu, mereka adalah golongan orang yang mencatat pidato.Istilah notaris diambil dari nama pengabdinya, notarius, yang kemudian menjadi istilah/titel bagi golongan orang penulis cepat atau stenografer. Notaris adalah salah satu cabang dari profesi hukum yang tertua di dunia.
Arsitektur lahir dari dinamika antara kebutuhan (kebutuhan kondisi lingkungan yang kondusif, keamanan, dsb), dan cara (bahan bangunan yang tersedia dan teknologi konstruksi). Arsitektur prasejarah dan primitif merupakan tahap awal dinamika ini. Kemudian manusia menjadi lebih maju dan pengetahuan mulai terbentuk melalui tradisi lisan dan praktik-praktik, arsitektur berkembang menjadi ketrampilan. Pada tahap ini lah terdapat proses uji coba, improvisasi, atau peniruan sehingga menjadi hasil yang sukses. Seorang arsitek saat itu bukanlah seorang figur penting, ia semata-mata melanjutkan tradisi. Arsitektur Vernakular lahir dari pendekatan yang demikian dan hingga kini masih dilakukan di banyak bagian dunia.
Pendidikan merupakan suatu proses di dalam menemukan transformasi baik dalam diri, maupun komunitas. Oleh sebab itu, proses pendidikan yang benar adalah membebaskan seseorang dari berbagai kungkungan, intimidasi, dan ekploitasi. Di sinilah letak afinitas dari aspek pedagogik, yaitu membebaskan manusia secara konprehensif dari ikatan-ikatan yang terdapat diluar dirinya atau dikatakan sebagai suatu yang mengikat kebebasan seseorang. Maka dari pada itu, pendidikan adalah merupakan elemen yang sangat signifikan dalam menjalani kehidupan, karena dari sepanjang perjalanan hidup manusia, pendidikan merupakan barometer untuk mencapai maturitas nilai-nilai kehidupan. Hal itu sejalan dengan salah satu aspek tujuan pendidikan nasional sebagaimana yang tercantum dalam UU SISDIKNAS RI No. 20 Tahun 2003, tentang membentuk manusia yang berbudi pekerti luhur melalui proses pembentukan kepribadian, kemandirian dan norma-norma tentang baik dan buruk. Sedangkan di sisi lain manusia sebagai makhluk pengemban etika yang telah dikaruniai akal dan budi. Dengan demikian, adanya akal dan budi menyebabkan manusia memiliki cara dan pola hidup yang multidimensi, yakni kehidupan yang bersifat material dan bersifat spritual Begitu pentingnya pendidikan bagi setiap manusia, karena tanpa adanya pendidikan sangat mustahil suatu komunitas manusia dapat hidup berkembang sejalan dengan cita citanya untuk maju, mengalami perubahan, sejahtera dan bahagia sebagaimana pandangan hidup mereka. Semakin tinggi cita-cita manusia, maka semakin menuntut peningkatan mutu pendidikan sebagai sarana pencapaiannya. Hal ini telah termaktub dalam al-Qur‟an surat al-Mujadalah ayat 11 Artinya:“Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Depag RI, 1974: 911). Relevan dengan hal tersebut, maka penyelenggaraan pendidikan tidak dapat dilepaskan dari tujuan yang hendak dicapai. Buktinya dengan penyelenggaraan pendidikan yang kita alami di Indonesia. Tujuan pendidikan mengalami perubahan yang terus menerus dari setiap pergantian roda kepemimpinan. Maka dalam hal ini sistem pendidikan nasional masih belum mampu secara maksimal untuk membentuk masyarakat yang benar-benar sadar akan tujuan pendidikan yang sesungguhnya. Melihat fenomena yang terjadi pada saat sekarang ini banyak kalangan yang mulai mencermati sistem pendidikan pesantren sebagai salah satu solusi untuk terwujudnya produk pendidikan yang tidak saja cerdik, pandai, lihai, tetapi juga berhati mulia dan berakhlakul karimah. Hal tersebut dapat dimengerti, karena pesantren memiliki karakteristik yang memungkinkan tercapainya tujuan yang dimaksud. Karena itu, sejak lima dasawarsa terakhir diskursus di seputar pesantren menunjukkan perkembangan yang cukup pesat. Hal ini tercermin dari berbagai fokus wacana, kajian dan penelitian para ahli, terutama setelah kian diakuinya kontribusi dan peran pesantren yang bukan saja sebagai “subkultur” (untuk menunjuk kepada lembaga yang ber-tipologi unik dan menyimpang dari pola kehidupan umum di negeri ini) sebagaimana disinyalir Abdurrahman Wahid (1984: 32). Tetapi juga sebagai “institusi kultural” (untuk menggambarkan sebuah pendidikan yang punya karakter tersendiri yang unik, sekaligus membuka diri terhadap hegemoni eksternal), sebagaimana ditegaskan oleh Hadi Mulyo (1985 : 71). Dikatakan unik, karena pesantren memiliki karakteristik tersendiri yang khas yang hingga saat ini menunjukkan kemampuannya yang cemerlang mampu melewati berbagai episode zaman dengan kemajemukan masalah yang dihadapinya. Bahkan dalam perjalanan sejarahnya, Ia telah memberikan andil yang sangat besar dalam ikut serta mencerdaskan kehidupan bangsa dan memberikan pencerahan terhadap masyarakat. Pesantren sebagai salah satu format lembaga pendidikan dipercaya sebagai formula jitu yang dapat menangani permasalahan-permasalahan umat dewasa ini, mengingat perkembangan dunia pendidikan dewasa ini tampak sangat memprihatinkan. Tidak hanya pendidikan Islam saja bisa dengan tanpa mengurangi nilai-nilai dan pandangan hidup yang sudah berjalan di pesantren. Pada dasarnya pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan yang tidak memandang strata sosial, lembaga ini dapat dinikmati semua lapisan masyarakat, laki-laki perempuan, tua-muda, miskin kaya, mereka semua dapat menikmati pendidikan di lembaga ini. Dan satu hal yang perlu kita catat bahwa tidak sedikit pemimpin-pemimpin bangsa ini, baik pemimpin yang duduk dalam pemerintahan maupun yang bukan, formal atau informal, besar maupun kecil, di antara pemikiran mereka diwarnai dengan pola pendidikan pondok pesantren. Di banyak tempat istilah yang identik dengan pondok pesantren ini juga mempunyai banyak persamaan nama, di Jawa dan Madura istilah yang sering digunakan adalah pondok (Dhofier, 1984: 18) atau pondok pesantren (Ali, 1987: 15), sedang di Aceh dikenal dengan istilah “Dayah, Rangkang, atau Meunasah/ Madrasah (Hasbullah, 1999: 32), adapun di Minangkabau pesantren lebih dikenal dengan istilah “Surau”, sedangkan di Pasundan institusi ini disebut dengan “Pondok” (Raharjo, 1985: 2). Sebagai lembaga pendidikan lanjut, pesantren merupakan tempat yang mengkonsentrasikan para santrinya untuk diasuh, dididik dan diarahkan menjadi manusia yang paripurna oleh kyai atau guru.
Seni menurut Popo Iskandar adalah karya cipta manusia yang bersifat kreatif dan memiliki nilai seni yang dapat dikomunikasikan kepada orang lain. Seni memiliki beberapa cabang, antara lain seni musik, seni rupa, seni tari, dan seni teater. Pada materi berikut ini yang kita pelajari adalah cabang seni rupa. Seni rupa di wilayah Nusantara sudah ada sejak zaman prasejarah. Hal ini dibuktikan dengan diketemukannya hasil karya seni rupa, baik berupa lukisan di dinding-dinding gua maupun benda-benda yang digunakan untuk meramu. Hasil seni rupa pada zaman tersebut diperkiraan sebagai sarana untuk melakukan ritual tertentu.
Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.
Progran Studi Magister Pendidikan Sejarah UNY, 2020
Dika Erlina Putri ,. Anidia Putri , Asmaruddin, 2024