Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
2013, https://badilag.mahkamahagung.go.id
…
16 pages
1 file
Artikel ini dipublish pada tahun 2013, lihat link berikut:https://badilag.mahkamahagung.go.id/artikel/publikasi/artikel/peradilan-agama-penegakan-supremasi-hukum-dan-masyarakat-madani-oleh-nurmoklis-shispd-269
Politik Profetik, 2015
Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun, baik secara elektris maupun mekanis, termasuk memfotocopy, merekam atau dengan sistem penyimpanan lainnya, tanpa izin tertulis dari Penulis dan Penerbit.
2024
Religious Courts face various challenges and dynamics in their efforts to realize justice in divorce law. Factors such as differences in interpretation of Islamic legal norms, social and cultural aspects, and community participation have an impact on the implementation of justice. The research was conducted using qualitative methods and literature study techniques. The Religious Courts play an important role as implementers of Islamic law enforcement, household dispute resolution, and providers of Islamic legal information. The Compilation of Islamic Law (KHI) and Law No. 1 Year 1974 became the basis for decisions in divorce cases. Hopefully, counseling and socialization related to current Islamic law can reduce public misunderstanding regarding divorce status.
MODERATIO: Jurnal Moderasi Beragama
Religion-based identity politics is often carried out in the Pilkada and General Elections to accumulate support by the people. This study focuses on exploring religion considerations in the election of regional heads and legislative members for young voters by proposing two problem formulations, namely: 1) what are the views of young voters on religion and the state, especially on aspects of the implementation of elections and leadership in both the executive and legislative branches?; 2) what are the views of young voters on candidates for legislative members and Muslim or non-Muslim regional heads in the 2024 Simultaneous General Election and Regional Head Elections? Using qualitative methods with primary and secondary data sources which were then analyzed descriptively, concluded that: first, young voters view religion as a very important and main thing in determining candidates for regional heads and candidates for legislative members based on the relationship between state and religion in Indonesia which very strong, regardless of religion. Second, the criteria for Muslim or non-Muslim leaders for most young voters are not the first and foremost, because the important factor lies in the candidate's ability to carry out their duties. However, there are still more than 26 percent of respondents who will continue to prioritize Muslim leaders for reasons of Islamic doctrine and history in the past.
Abstrak Peradilan Agama merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman di Indonesia di samping tiga peradilan yang lain, yakni Peradilan Negeri, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara. Keberadaan Peradilan Agama di Indonesia sudah dimulai sejak Indonesia belum merdeka, yaitu sejak masa pemerintahan kolonial Belanda. Dalam perjalanan sejarahnya, Peradilan Agama menempuh proses yang cukup panjang hingga dimantapkannya kedudukan Peradilan Agama oleh pemerintah Indonesia, yaitu dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (UUPA). Dengan UUPA ini maka kedudukan Peradilan Agama sama dan setingkat dengan tiga peradilan lainnya dalam lingkup peradilan nasional. Peradilan Agama memiliki wewenang untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara umat Islam dalam bidang perkawinan, kewarisan, dan perwakafan. Dengan kedudukan dan wewenang Peradilan Agama seperti di atas, Peradilan Agama dapat dikatakan sebagai salah satu institusi penegak hukum di Indonesia khususnya dalam bidang hukum Islam. Namun, harus diakui bahwa jangkauan Peradilan Agama masih sangat terbatas. Peradilan Agama baru menangani perkara-perkara umat Islam dalam ketiga hukum keperdataan seperti di atas, belum menjangkau bidang hukum yang lain, seperti hukum pidana dan hukum-hukum lainnya. Pendahuluan Peradilan Agama merupakan proses pemberian keadilan berdasarkan hukum Islam kepada orang-orang Islam yang di lakukan di Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama. Keberadaan Peradilan Agama, dalam sistem peradilan nasional Indonesia, merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman di Indonesia. Di samping Peradilan Agama, di Indonesia juga dikenal tiga lembaga peradilan lain yang mempunyai kedudukan yang sama dan sederajat dengan kekuasaan yang berbeda, yaitu Peradilan Umum (Peradilan Negeri), Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara (Ali, 1996: 251).
Assalamu"alaikum Wr. Wb. Alhamdulillahirobbil "alamin. Segala puji bagi Allah, Rabb sekalian alam, yang telah melimpahkan nikmat, kesempatan dan kekuatan sehingga buku ini dapat terbit dan sampai di hadapan sidang pembaca yang budiman. Peradilan Agama di samping sebagai "institusi hukum" (aspek yuridis) yang menegakkan kepastian hukum dan keadilan (aspek filosofis) juga sebagai "institusi sosial", yaitu mengakomodir dinamika perkembangan sosial atau masyarakat dari aspek hukum yang berakibat putusan hakim Peradilan Agama mempunyai nilai manfaat (aspek sosiologis).
A. Pendahuluan Perceraian merupakan sesuatu yang dapat timbul atau terjadi karena adanya suatu ikatan perkawinan. Ikatan perkawinan seperti halnya disebutkan dalam KHI yang menyebutkan bahwa " perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah." 1 , dan undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan yang berbunyi " Perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa". 2 Akan tetapi, proses kehidupan yang terjadi terkadang tak jarang yang tidak sesuai dengan apa yang diimpikan. Hambatan serta rintangan pun bermacam-macam dan datang dari segala penjuru. Apabila dalam perkawinan, sepasang suami dan istri tidak kuat dalam menghadapinya, maka biasanya jalan yang ditempuh adalah dengan cara bercerai atau berpisah yang secara hukum dikenal dengan sebutan perceraian. Adanya pengaturan mengenai perkawinan seperti KHI dan UU No 1 Tahun 1974 adalah untuk memberikan perlindungan hukum bagi adanya hubungan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dan perempuan dalam suatu ikatan resmi yang disebut sebagai ikatan perkawinan. Dengan demikian, maka dapat diketahui bahwa adanya perkawinan dapat menimbulkan suatu akibat-akibat yang oleh karena akibat tersebut membutuhkan suatu hukum yang mengaturnya agar tidak menimbulkan permasalahan-permasalahan di kemudian hari.
Indonesia sebagai negara hukum memiliki lembaga yang berwenang dalam menegakkan keadilan yakni Mahkamah Agung dan peradilan-peradilan yang ada dibawahnya. Untuk mencapai suatu keadilan maka tidak boleh adanya pembedaan dalam melayani masyarakat yang mencari keadilan. Karena semua warga negara sama kedudukannya di mata hukum . Maka dari itu siapa saja dapat menuntut untuk mendapatkan haknya. Akan tetapi tidak dapat disamakan antar para pencari keadilan dalam hal keilmuan terkait hukum maupun perekonomian masing-masing. Dan masih ada dikalangan masyarakat yang enggan berperkara di pengadilan (seperti perihal perceraian) karena beranggapan bahwa berperkara di Pengadilan membutuhkan biaya yang banyak, padahal pemerintah (dalam hal ini pengadilan) telah memberikan / menyediakan bantuan layanan hukum bagi masyarakat pencari keadilan yang tidak mampu. Ketidakmampuan masyarakat dalam membayar biaya perkara tidak menutup haknya untuk mendapatkan pelayanan hukum yang sama. Golongan Masyarakat yang tidak mampu ini tetap berhak mendapat pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian Hukum yang adil, serta Perlakuan atau pelayanan Hukum yang sama dihadapan Hukum dengan Warga Negara Indonesia yang lainya, termasuk pula dalam hal beracara didalam Pengadilan . Oleh karena itu dalam lingkungan peradilan terdapat layanan bantuan hukum yakni berperkara secara prodeo (cuma-cuma) bagi masyarakat yang tidak mampu tersebut. Terdapat dua macam prodeo di pengadilan yakni prodeo murni dan prodeo yang ditanggung pemerinatah (DIPA).
Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.
SUMBER HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA, 2018
Hafid Nur Fauzi, 2018
ISU-ISU PENGAJIAN PERADABAN ISLAM KONTEMPORARI, 2024
Dharmasmrti: Jurnal Ilmu Agama dan Kebudayaan, 2021
Jurnal Legislasi Indonesia, 2017