Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
2018, Fraksi Muda Indonesia
Kepercayaan diartikan sebagai elemen kunci yang berkaitan erat dengan kesuksesan organisasi. Kepercayaan atau ketidakpercayaan publik sering digunakan untuk menjelaskan fenomena yang berbedabeda, memiliki cakupan yang luas, dan merujuk pada berbagai bentuk ketidakpuasan atau kekecewaan publik terhadap pemerintah yang dinilai gagal memenuhi harapan publik (Surbakti, 2010)
2019
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji validitas konstruk dari skala political trust yang dimodifikasi dari skala yang disusun oleh Loeber (2011) dan political efficacy dimodifikasi dari skala yang disusun oleh Craig, Niemi, Silver (1990). Political trust terdiri dari tiga komponen yakni trust with politician, trust with institution, dan trust with democracy, sedangkan political efficacy terdiri dari dua komponen yakni internal political efficacy dan eksternal political efficacy. Data yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 337 orang berasal dari subjek penelitian skripsi peneliti yang dilakukan pada bulan Juni 2013. Metode analisis faktor yang digunakan adalah confirmatory factor analysis (CFA). berdasarkan perhitungan dengan CFA dapat disimpulkan bahwa semua subskala political trust dan political efficacy fit (sesuai) mengukur model satu faktor.
2018
The aim of the study is to test the construct validity of political trust scale modified from Loeber (2011) and political efficacy scale modified from Craig, Niemi, and Silver (1990). Political trust consists of three dimensions, 1) trust with politician, 2) political trust with institution, and 3) trust with democracy. Political efficacy consists of two components, internal political efficacy and external political efficacy. Data were collected from 337 participants. Confirmatory factor analysis was used as factor analysis method using Lisrel 8.70. Validity testing of political trust scale was conducted with four analysis model and three analysis model to test the validity of political efficacy scale. The result showed that three dimensions of political trust were significantly fit while tested using three factor model and second order method, and not fit when using one factor model. Similar result was applied to the validity of political efficacy scale. Abstrak Tujuan dari penelit...
Partai-partai berbasis keyakinan agama adalah fenomena politik yang signifikan di seluruh dunia, berakar pada doktrin-doktrin agama tertentu dan sering kali berupaya menerjemahkan prinsip-prinsip agama ke dalam kebijakan politik.
2014
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pola relasi antara karakteristik nilai yang menjadi prioritas individu dengan pilihan partai politik dalam pemilu. Penelitian ini menggunakan kerangka teori sepuluh struktur dan konten nilai dari Schwartz (1992) yang telah divalidasi dalam berbagai konteks budaya. Sebanyak 210 peserta pemilu tahun 2004 (laki -laki = 96; perempuan = 105) dengan rentang usia 17-30 tahun diminta untuk melengkapi skala yang diadaptasi dari Potrait Values Questionnaire (PVQ) yang dikembangkan oleh Schwartz dan self-report religiousity scale serta diminta untuk menuliskan pilihan partai politiknya pada Pemilu tahun 2004. Data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan analisis diskriminan (discriminant analysis) untuk menguji hipotesis: (1) terdapat perbedaan karakteristik nilai antara kelompok pendukung partai dan (2) pendukung partai yang berbasis keagamaan lebih religius dibanding pendukung partai sekular. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai berperan...
Jurnal Psikologi, 2015
The aim of this study was to identify Jakarta residents' perceptions on the trustworthiness of political elites. The study used qualitative content analysis method involving as many as 461 persons as subjects. These political elites referred to the members of the House of Representatives, members of the People's Consultative Council, the president and the members of his governmental cabinet, political parties, people or groups involved in politics and those participating in managing the state. The top ten factors able to degrade people's trust in political elites were identical with the subjects' perception about lie (29.28%), corruption (14.75%), selfishness (8.24%), incompetence (6.07%), scandals (5.64%), irresponsibility (1.95%), abuse of power (1.52%), laziness (1.52%), lack of transparency (1,30%), and lack of firmness (0.22%). The description about political elites worth trusting concerned about their honesty (39.70%), accountability (12.80%), integrity (1280%), caring (8.89%), morality (6.29%), firmness (4.34%), competence (3.69%), transparency (1.74%), and wisdom (1.74%). The study concluded that the trustworthiness of political elites refers to their dispositions that are considered to have good motives and go with any prevailing norms.
Perwakilan politik dalam pengertian bahwa seseorang ataupun sekeklompok orang yang berwenang menyatakan sikap atau melakukan suatu tindakan baik yang diperuntukan bagi, maupun yang mengatasnamakan fikak lain, tentulah pernah dialami dan dianut oleh setiap bentuk kehidupan masyarakat. Sementara masyarakat mulai mengalami perubahan dan perkembangan, wajarlah jika diketahui alasan, tatacara dan gradasi kewenangan yang dilakukan oleh masyarakat berbeda dan berkembang pula. Dengan demikian sudah dapat dipahami, masyarakat yang sudah masuk kepada tahapan perkembangan yang lebih rumit (complex) merumuskan motivasi untuk memanfaatkan wakil secara jelas dan terperinci.
Wijana , 2018
Buku ini menggambarkan bagaimana perilaku politik pemilih khususnya partisipasi politik para pemilih saat pemilihan umum
Publikasi Statistik Politik dan Keamanan 2013 merupakan publikasi ke enam Badan Pusat Statistik Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang menyajikan data tentang keamanan, hasil pemilu legislatif dan pemilihan presiden/wakil presiden, serta data lainnya yang berkaitan dengan politik dan keamanan. Data yang disajikan berupa data sekunder bersumber dari Polres/Polresta/Polda, KPU, DPRD, Bappeda, Humas, dan data primer hasil survei BPS yaitu Podes 2011 dan Survei Statistik Politik dan Keamanan 2013. Publikasi ini menyajikan gambaran tingkat keamanan di Daerah Istimewa Yogyakarta melalui jumlah dan jenis tindak kriminalitas, pelaku, korban, serta upaya penanggulangannya. Sementara situasi politik di Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan informasi hasil pemilu dan gambaran pemilukada serta produk hukum yang dihasilkan DPRD.
Wijana mahadikarya, 2018
Buku yang mengulas tentang partisipasi politik dalam pemilu ditinjau dari perspektif psikologi politik
Mediapsi, 2018
This research aimed to examine the relationship between political trust and political participations among young voters. One hundred and five young voters participated in this quantitative study, sampled by using non-probability sampling (purposive sampling). Data were collected by using Political Trust Scale and Political Participation Scale, both developed by Akhrani (2016). Data obtained from this study were then analysed by using Pearson's Product Moment technique. The result showed that significant correlation between political trust and political participation do exist (r=0.296, n=105, p=0.002). This result implies that the higher the political trust is, the higher the political participation will be. This study have practical implication that votes from young voters matter significantly for political party as they constitute 20% of overall voters. Therefore, in order to win young voters' vote, government and political parties should improve their political performance.
Sampai saat ini, istilah kejahatan politik atau delik politik lebih memiliki makna sosiologis daripada yuridis. Hal ini dikarenakan tidak ada satu pun rumusan di dalam perundang-undangan kita yang memberikan pengertian kejahatan politik atau delik politik. Padahal untuk kepentingan praktis, batasan pengertian kejahatan politik mempunyai arti penting dalam rangka menentukan apakah pelaku kejahatan politik dapat diekstradisi atau tidak. Dalam pasal 5 undang-undang Nomor 1 Tahun 1979 Tentang Ekstradisi, disebutkan bahwa kejahatan politik tidak dapat diekstradisi. Akan tetapi pasal tersebut juga memberi pengecualian terhadap beberapa jenis kejahatan politik tertentu yang pelakunya dapat diekstradisikan sepanjang diperjanjikan antara negara Republik Indonesia dengan negara yang bersangkutan. Pasal 5 undang-undang tersebut lebih lanjut menyatakan bahwa pembunuhan atau percobaan pembunuhan terhadap kepala negara atau anggota keluarganya dianggap sebagai kejahatan politik. Selain pembatasan pembunuhan atau percobaan pembunuhan terhadap kepala negara atau anggota keluarganya dianggap bukan sebagai kejahatan politik, dalam undang-undang ekstradisi terdapat lampiran yang memuat beberapa jenis kejahatan yang dapat diekstradisi. Sungguhpun demikian, tidak dapat secara a contrarie jenis-jenis kejahatan di luar yang ditentukan di dalam lampiran itu merupakan kejahatan politik. Sebab, di luar jenis kejahatan yang disebutkan dalam lampiran tersebut, masih sangat banyak jenis kejahatan yang tidak masuk dalam pengertian kejahatan politik. Sehubungan dengan tidak adanya pengertian yuridis tentang kejahatan politik, maka kita harus mencari pengertian itu melalui berbagai referensi. Tulisan berikut ini akan mengulas tentang berbagai pengertian kejahatan politik dan parameter suatu perbuatan yang dapat dikualifikasikan sebagai kejahatan politik. B. Identifikasi Masalah
Tribun Timur, 2018
Terhadap ulama saja, sebagai golongan paling mulia di dunia ini kita tidak dibolehkan fanatik. Apalagi dengan politik dan politikus yang penuh intrik, ketamakan, ambisi, dan tipu muslihat.
Selama kampanye Pemilu 1999 umumnya media massa Indonesia mengkonstruksikan partai politik ibarat grup musik; dan menjadikan para tokohnya sebagai selebritis. Pada masa itu, koran-koran nasional menggambarkan partai politik sebagai alat pengumpul massa. Sementara fungsi parpol sebagai perantara (broker) dalam suatu bursa ide-ide (clearing house of ideas) dalam kehidupan berdemokrasi tidak terlihat dalam pengkonstruksian tersebut. Menariknya, hal itu terjadi dalam kondisi dimana setiap media memiliki motivasi yang berbeda-beda, entah itu ideologis, idealis, politis, ataupun ekonomis, dalam membuat berita politik.
Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.