Kebijakan Agraria pada Sektor Kehutanan

maklah

Jurnal Pertanian Agros, 2012

Agribusiness Region Integrated Program is one approach to agricultural development program in West Kalimantan. The purpose of this study were (1) identify the resources in the program, social, economic, cultural, and (2) to formulate strategies and policies of the forestry sector to be the Action Plan program. The research was carried out in the program area covers 12 counties or cities in West Kalimantan. The study was conducted from April to December 2006, using primary and secondary data. Data was collected through observation,interviews, and the RRA. The results showed: (1) not all areashave forest areas, necessitating the grouping area, (2) in general from the administrative side, the location of zoning posisitf to elicit a response from the district or city, (3) planning the development of commodities have been good, seen from the availability of adequate raw water, especially for food crops and fisheries, (4) most of the area is safe from the danger of drought.

BHUMI: Jurnal Agraria dan Pertanahan

Dwijananti. All articles published in Jurnal Bhumi are licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International license.

ABSTRAKS Provinsi Riau dianugerahi sumber daya hutan seluas 4.182.358,99 Ha yang terdiri dari hutan lindung (22.793,82 Ha), hutan suaka alam (531.852,65 Ha), hutan produksi terbatas (1.815.949,74 Ha) dan hutan produksi tetap (1.605.762,78 Ha). Namun sumber daya hutan yang menjadi nadi kehidupan ini belum dikelola secara optimal. Permasalahan kehutanan di Provinsi Riau saat ini telah bergeser dari semula berupa pencurian hasil hutan illegal (illegal logging), menjadi perambahan kawasan hutan dan penguasaan lahan. Kegiatan ini menimbulkan kerusakan hutan, menyebabkan lahan kritis, dan selama hampir 18 tahun Provinsi Riau menghadapi kebakaran hutan yang menyebabkan bencana kabut asap setiap tahunnya. Permasalahan lainnya adalah penyelesaian Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Riau yang belum disahkan sampai tahun 2015 ini oleh Pemerintah Pusat. Perlu langkah konkrit dalam menata kebijakan sektor kehutanan di Provinsi Riau. Penulis mengemukakan konsep akuntabitas kebijakan sebagai langkah identifikasi permasalahan di atas dengan tujuan agar terwujud akuntabilitas kebijakan sektor kehutanan oleh Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat, sehingga mampu mengidentifikasi dan memberi solusi konkrit permasalahan kebijakan sektor kehutanan di Provinsi Riau. Model manajemen ekosistem akar rumput (grass roots ecosystem management (GREM)) yang memperhatikan ketanggapan politis, kinerja administratif, dan dimensi normatif yang penulis gunakan dalam menganalisis akuntabilitas kebijakan sektor kehutanan di Provinsi Riau.

2004

"Sejarah bukanlah sekadar kisah di masa lalu, tetapi lebih merupakan wacana teoritis dalam merekonstruksi dan memahami dinamika kehidupan saat ini." ~ Taufik Abdullah, 2008

Keterkaitan Negara, rakyat, dan tanah dalam kerangka kesejahteraan merupakan dinamika yang bergerak secara sentrifugal, maka dengan sendirinya sistem aturannyapun harus berkembang dan mengimbangi pergerakannya secara sentripetal ke arah pembentukan nilai-nilai substantive yang berbanding lurus dengan dinamika peran yang seimbang antara negara (state), kelompok masyarakat (civil society), dan para pelaku ekonomi (market) bukan sekedar dipandang sebagai kotak kosong (empaty box) yang tanpa makna dan manfaat.

Jurnal Aktual Justice, 2019

The responsive character of Law Number 5 of 1960 concerning Basic Regulations on the Principles of Agrarian Law is reflected in the norms contained in Article 5. The politics of agrarian law on customary land also refers to Article 18B paragraph (2) of the 1945 Constitution which emphasizes: "The state recognizes and respect indigenous peoples and their traditional rights as long as they are still alive and in accordance with the development of society and the principles of the Unitary State of the Republic of Indonesia as regulated in law ". The above constitutional guarantees can then be traced in the UUPA, particularly in Article 5 of the UUPA which states that national agrarian law is based on customary law. This means that the legal strength of land rights for customary communities is highly guaranteed in Indonesia's positive law. That the control of ulayat / customary land is not regulated in writing but it is felt in the mind of each member of the customary law ...