Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
…
11 pages
1 file
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik adalah sebuah kondisi universal didalam kelompok manusia. Ia mewujud didalam pembedaan (bukan perbedaan) ekonomi, perubahan sosial, formasi kultural,
NEGOSIASI Negoisasi adalah komunikasi dua arah dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat keduabelah pihak memiliki berbagai kepentingan yang sama atau berbeda.
Tidak ada individu, kelompok, atau organisasi yang dapat bertahan tanpa berbagi informasi di antara para anggotanya. Hanya dengan demikian, kita dapat menyampaikan informasi dan gagasan. Berkomunikasi lebih dari sekedar menyampaikan makna, tetapi makna tersebut harus dapat dimengerti. Oleh karena itu, komunikasi harus meliputi baik pemindahan maupun pemahaman makna.
Negosiasi Distributif dan Integratif (Model dan Karakteristik) Negosiasi sejatinya diperlukan karena adanya sebuah permasalahan yang menjadi satu topik untuk mendapatkan penyelesaian serta mendapatkan solusi yang terbaik diantara dua pihak atau lebih. Negosiasi yang ada saat ini tidak lepas kaitannya dengan perkembangan yang sedang terjadi saat ini, yaitu dengan adanya pengaruh dari globalisasi. Terjadinya globalisasi saat ini bukan hanya pada suatu proses komunikasi saja, melainkan lebih berkembang secara kompleks untuk mencapai sebuah kepentingan. Negosiasi dikatakan sebagai sebuah proses yang terjadi antara dua pihak atau lebih yang dilakukan dalam pertukaran barang atau jasa dan berupaya untuk menyepakati nilai tukarnya atau proses komunikasi yang digunakan untuk mengembangkan solusi terbaik dan menguntungkan bagi pihak-pihak yang terlibat (Stoshikj, 2014). Dalam hal ini negosiasi dibedakan ke dalam dua bentuk, yaitu negosiasi distributif dan negosiasi integratif. Negosiasi distributif merupakan negosiasi yang berupaya dalam menyelesaikan permasalahan untuk membagi sumber daya yang tiada duanya dan dalam negosiasi ini terjadi sebuah tindakan yang bersifat zero sum-game, yaitu terdapat satu pihak yang kalah dan satu pihak yang menang. Selain itu, dalam negosiasi distributif ini juga berkaitan dengan claiming value. Hal ini kemudian membedakan negosiasi ke dalam dua bagian, yaitu sifat hubungan lose-win situation dan win-win situation. Terjadinya lose-win situation dikarenakan pengaruh dari sumber daya yang terbatas. Sedangkan, kondisi win-win situation terjadi karena pengaruh dari situasi yang integratif dan dalam kondisi ini semua pihak yang terlibat mendapatkan keinginannya masing-masing. Dalam pencapaian dua hasil yang berbeda ini pengaruh dari taktik dan strategi yang digunakan juga mempengaruhi, yaitu adanya kondisi zero-sum merupakan strategi value claiming. Hal ini merupakan kondisi untuk mempertegas nilai yang sudah ada. Sedangkan, terdapat non-zero sum merupakan taktik value creation. Dalam hal ini merupakan salah satu cara untuk menciptakan nilai (Salamah ; 2011, 58-59). Dalam negosiasi juga memiliki alasan yang identik dengan penawaran distributif, yaitu adanya pengaruh dari sikap yang harus diambil oleh negosiator karena menghadapi situasi yang distributif dalam menyelesaikan masalah yang ada, pemahaman yang harus dimiliki oleh negosiator baik untuk membaca dan menghadapi taktik lawan (pihak lain), mengambil posisi yang tepat saat terjadi pergeseran nilai dan tidak menimbulkan kelemahan, serta mempertegas power yang dimiliki. Selain itu, dalam negosiasi distributif ini aktor
Makalah ini mendiskusikan konflik keorganisasian dalam konsep Islam, Filsafat, dan Manifestasinya di lembaga pendidikan.
MANUSIA DAN KONFLIK, 2015
Penafsiran terhadap teks suci (al-Qur`an dan hadits) yang berorientasi teologis dengan mengabaikan realitas penafsir dan pembaca akan menghasilkan pemahaman keagamaan yang tertutup dengan melegitimasi hasil penafsiran dan pemahamannya terhadap teks suci sebagai teks suci itu sendiri yang mutlak. Penafsiran seperti ini akan melahirkan otoritarianisme keagamaan yang menafikan perbedaan pendapat dan pemikiran. Sebaliknya penafsiran yang mengakui kreatifitas sekaligus kenisbian sang penafsir sebagai manusia akan membuka cakrawala makna yang kaya dan fungsi al-Qur`an sebagai petunjuk umat manusia tanpa membedakan asal-usulnya akan teroptimalkan. Al-Qur`an bisa menjadi sumber pencerahan bagi sistem ekonomi, hukum, pendidikan dan berbagai persoalan sosial budaya bagi semua manusia tanpa manusia tersebut dipaksa untuk mengakui kebenaran al-Qur`an dan masuk Islam. Pemahaman keagamaan yang mengakui akan keragaman telah dipraktekkan oleh Nabi ketika membangun negara Madinah dengan membuat perjanjian yang disebut Piagam Madinah antar umat Islam, Yahudi dan suku-suku yang ada di Madinah. Perjanjian ini mengakui adanya perbedaan agama, suku dan adat istiadatnya, namun tidak membeda-bedakan di antara mereka soal perlindungan dari kejahatan dan ancaman dari luar termasuk dalam hal tolong menolong dalam soal kebaikan.
Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia selalu dihadapkan pada dua modus eksistensi. Menurut Fromm, ada dua modus eksistensi manusia, modus pertama adalah kecenderungan untuk “memiliki” (to have) dan modus keduanya adalah kecenderungan untuk “ingin menjadi” (to be).1 Modus pertama mengarah kepada keinginan yang kuat untuk memiliki “to have” sesuatu dalam bentuk material dengan simbol-simbol statusnya, seperti merasa sebagai kelompok eksklusif yang terhormat. Sangat menarik dicermati karena obsesi kepemilikan ini justru lebih kuat pada status dan kekuasaan. Karena itu, nafsu memiliki ini menjadi tidak sehat dan bahkan menimbulkan letupan-letupan konflik di masyarakat.
Humaniora, 2013
Conflict may take place in interpersonal, group, and organizational level. In the organizational level, conflict very often influences the organization performance. In the case of interorganizational conflict, Apple and Samsung experienced the open-to-public conflict when Apple filed Samsung on rights violation charges. The purpose of this study is to discuss the role of communication in coping with organizational conflict. Qualitative research method is applied to analyze research problem. Data are obtained from academic journal, and case study published in media. The data are descriptively prepared. This research used the dispute on rights violation between Apple and Samsung in 2012 as the case study. In order to focus on the problem, the case study is discussed using interorganizational conflict and organization change concepts. The analysis resulted on the idea that interorganizational conflict may bring negative and positive impacts to the organization. The conflict may potentially exist when two producers who manufactured identical product variants with different brand dispute innovation exclusive rights. The discussion concluded that conflict is the way organization interact with its environment, learn, and develop. Communication can be used to resolve the conflict.
Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.
Wacana: Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Interdisiplin
Jurnal Riset Manajemen dan Bisnis (JRMB) Fakultas Ekonomi UNIAT, 2018
Buletin Konsorsium Psikologi Indonesia ISSN 2477-1686, 2018