Abstrak Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan dan kinerja aparatur, pemerintah menerapkan kebijakan remunerasi. Kebijakan ini diharapkan dapat menciptakan terobosan terhadap fenomena yang menunjukkan citra kurang baik para aparatur saat ini. Terlebih lagi dengan maraknya perilaku korup aparat yang terjadi hampir di setiap institusi pemerintah baik di pusat maupun di daerah. Namun sayangnya kebijakan pemberian remunerasi yang telah dijalankan belum menunjukkan hasil yang diinginkan ,misalnya di Kementrian Keuangan ,setelah lebih dari dua tahun kebijakan remunerasi dijalankan belum nampak hasilnya secara signifikan, bahkan perilaku korup semakin parah ,berarti ada sesuatu yang tidak beres dalam pelaksanaan kebijakan remunerasi ini. Pemerintah Provinsi Jawa Barat pun tahun 2010 ini mulai melakukan uji coba,hasilnya belum dapat dilihat ,kita berharap akhir tahun ini ada hasil yang positif. Kebijakan remunerasi memerlukan sistem yang terpadu dimana kinerja, kompetensi aparatur serta sikap pengabdian dijadikan titik tolak dengan tetap konsisten menegakkan prinsip reward and punishment. Kata Kunci : Remunerasi, Kinerja aparatur. Pendahuluan Belum lama berselang, kita dikejutkan dengan kejadian yang menyangkut seorang staf pelaksana di Direktorat Jenderal Pajak golongan III.a yang memiliki rekening bank senilai 28 milyar rupiah,uang tersebut disinyalir merupakan hasil penggelapan pajak yang dilakukannya. Walaupun gaji yang diperolehnya berkisar antara 12 sd 14 juta rupiah, di atas gajih rata-rata seorang guru besar, ternyata tidak mampu mencegah penyimpangan keuangan Negara yang kemudian dikenal dengan Kasus Mafia perpajakan. Kementrian Keuangan telah menerapkan kebijakan remunerasi bagi aparatur di lingkungannya lebih dari dua tahun sehingga pendapatan mereka di atas rata-rata pendapatan aparatur Kementrian lainnya dengan harapan akan memicu peningkatan kinerja pelayanan dan mencegah terjadinya penggelapan uang Negara. Kebijakan tersebut ternyata tidak dapat