Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
…
10 pages
1 file
Manusia sebagai makhluk sosial di masyarakat, pasti selalu berhubungan dengan orang lain. hubungan yang timbul antara masyarakat satu dengan yang lain itu bisa dalam hal yang menyenangkan namun juga bisa dalam hal pertentangan atau konflik. Dalam hal pertentangan atau konflik, tentu saja hal ini mengganggu dapat mengganggu kenyamanan dan ketentraman hidup dalam masyarakat. Maka untuk itu konflik harus di selesaikan supay kehidupan masyarakat dapat kembali pulih seperti semula. Untuk menyelesaikan konflik tersebut salah satunya adalah melalui pengadilan sesuai dengan peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Adapun pemeriksaan dari perkara yang diajukan di pengadilan akan diakhiri dengan di tetapkannya putusan oleh hakim sebagai penyelesaian perkara. Dan dari putusan tersebut harus dapat dilaksanakan (ekseskusi). Dari banyak proses yang dilalui oleh para pihak untuk menyelesaikan perkaranya, putusan hakim dan bagaimana melaksanakannya adalah yang menjadi tujuan utama dari adanya persengketaan itu diajukan ke Pengadilan Agama. Maka dalam makalah ini akan sedikit dibahas mengenai pelaksanaan putusan dalam Peradilan Agama. Dari pendahuluan yang telah dipaparkan tersebut, dapat ditarik beberapa rumusan masalah, antara lain: 1 1 Silvi Nur Arofah HES 5E_162111173, Fakultas Syariah Program Hukum Ekonomi Syariah semeseter 5
Peradilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu sebagaimana dimaksud dalam undang-undang. 2 Kekuasaan kehakiman di lingkup Peradilan Agama dijalankan oleh dua Lembaga peradilan yaitu 1) Pengadilan Agama yang wilayah hukumnya berada dalam lingkup kabupaten/kota, dan 2) Pengadilan Tinggi Agama yang wilayah hukumnya dalam lingkup Ibukota Propinsi. Peradilan Agama berdasar pada personalitas islam sehingga yang dapat berperkara di lingkup Peradilan Agama hanya orangorang islam. Peradilan Agama berwenang untuk memeriksa, mengadili, memutus dan menyelesaikan perkara antara orang-orang beragama islam sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009. Sedangkan kewenangan Pengadilan Agama di antaranya adalah perkara perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infak, shodaqoh dan ekonomi Syariah. 3 Dalam peradilan Agama, salah satu upaya untuk menemukan kebenaran hukum adalah dengan diadakannya pembuktian oleh para pihak yang berperkara. Pembuktian wajib dilakukan bagi pihak yang menyangkal tuduhan yang ditujukan padanya. Kemudian pembuktian berfungsi agar hakim dapat memberikan ketatapan hukum yang seadil-adilnya bagi para pihak. Pembuktian dimaksud dalam Pengadilan Agama berbeda dengan pembuktian pada Pengadilan Umum. Sehingga dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai "Pembuktian dalam Perkara Perdata di Lingkup Peradilan Agama".
REUSAM: Jurnal Ilmu Hukum, 2021
Perkawinan beda agama masih ditemukan di Indonesia dengan cara meminta penetapan pengadilan, sebagaimana dalam Putusan No. 622/Pdt.P/2018/ PN.Mks. dengan alasan bahwa para pemohon merasa bertanggung jawab terhadap anak yang lahir di luar perkawinan. Meskipun perkawinan beda agama telah mendapatkan izin Pengadilan Negeri serta telah diakui negara, namun perkawinan tersebut menyalahi aturan hukum sebagaimana pada Pasal 2 ayat (1) UU No. 1 tahun 1974 serta Pasal 40 huruf c dan Pasal 44 Kompilasi Hukum Islam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun perkawinan beda agama telah mendapat izin pengadilan dan dicatatkan pada KCS, namun, persoalan ini belum jelas dari segi kepastian hukum terhadap anak dan cenderung menimbulkan permasalahan yang berkepanjangan terhadap anak, seperti status keabsahan sang anak yang dianggap sebagai anak yang tidak sah, kemudian pada kewajiban orang tua, hak waris, wali nikah serta pendidikan anak.
Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun, baik secara elektris maupun mekanis, termasuk memfotocopy, merekam atau dengan sistem penyimpanan lainnya, tanpa izin tertulis dari Penulis dan Penerbit.
2018
A. Pendahuluan Dalam proses peradilan, setelah adanya tahappersiapan, tahap pembuatan gugatan atau permohonan, tahap pendaftaran gugatan atau permohonan, tahap pemeriksaan perkara, maka akan dapat diketahui oleh hakim apa yang sesungguhnya disengketakan atau peristiwa apa yang menjadi pokok perkara. Dari pernyataan tersebut maka hakim mempunyai tugas mengkonstair, mengkwalifisisr, kemudian mengkonstiituir suatu peristiwa. Meskipun peristiwa atau faktanya itu disajikan oleh para pihak, hakim harus pasti akan peristiwa yang diajukan itu. Hakim harus mengknstatirnya, yang berarti hakim harus mengakui kebenaran peristiwa yang bersangkutan, dan kebenaran peristiwa itu hanya dapat diperoleh dengan pembuktian. Untuk dapat menjatuhkan keputusan yang adil maka hakim harus mengenal peristiwanya yang telah dibuktikan kebenarannya. Tujuan dari pembuktian adalah untuk memberi kepastian kepada hakim tentang adanya peristiwa-peristiwa tertentu. Secara tidaklangsung bagi hakim, tujuan pembuktian adalah putusan hakim yang didasarkan atas pembuktian tersebut. Walaupun putusan itu diharuskan obyektif, namun dalam hal pembuktian dibedakan antara pembuktian dalam perkara pidana yang mensyaratkan adanya keyakinan dan pembuktian dalam perkara perdata yang tidak secara tegas mensyaratkan adanya keyakinan. Berbeda dengan tujuan pembuktian ilmiah adalah suatu konstatasi peristiwa dan bukan semata-mata untuk mengambil kesimpulan atau putusan. Tujuan pembuktian yuridis adalah untuk mengambil putusan yang bersifat definitif, pasti dan tidak meragukan yang mempunyai akibat hukum. Putusan pengadilan harus obyektif dalam arti mengandung unsur kesamaan dalam hukum yaitu kesamaan perlakuan terhadap para pihak.
Suatu perkara di Pengadilan tidak dapat diputus oleh hakim tanpa didahului dengan pembuktian. Dengan kata lain, kalau gugatan penggugat tidak berdasarkan bukti maka perkara tersebut akan diputus juga oleh hakim tetapi putusan yang menolak gugatan karena tidak ada bukti. Pembuktian memegang peranan penting dalam pemeriksaan perkara dalam persidangan di pengadilan. Untuk membuktian seseorang terlibat atau tidak, proses pembuktian memegang peranan sangat penting. Melalui pembuktian inilah ditentukan nasib terdakwa, apakah ia bersalah atau tidak. Dengan adanya pembuktian, hakim akan mendapat gambaran yang jelas terhadap peristiwa yang sedang menjadi sengketa di pengadilan. Sehubungan dengan hal tersebut maka diketahui tentang apa yang harus dibuktikan, siapa yang seharusnya dibebani pembuktian dan hal-hal yang tidak perlu dibuktikan lagi dalam menyelesaikan suatu perkara.
Abstrak Pada dasarnya Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalil hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk 2 0 1 6 memeriksa dan mengadilinya. Ketentuan pasal ini memberi makna bahwa hakim sebagai organ utama Pengadilan dan sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman wajib hukumnya bagi Hakim untuk menemukan hukumnya dalam suatu perkara meskipun ketentuan hukumnya tidak ada atau kurang jelas. Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Pasal 5 (1) menjelaskan bahwa ―Hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. para hakim di lingkungan Peradilan Agama dalam mengambil keputusan terhadap perkara yang diperiksa dan diadili hendaknya mengunakan Teknik pengambilan putusan yang meliputi Tehnik Analitik, Tehnik Equatable, dan Tehnik Silogisme. Kata Kunci: Penemuan Hukum, Hakim, Hukum Acara, Peradilan Agama A. Pendahuluan Hakim dalam memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara, pertama kali harus menggunakan hukum tertulis sebagai dasar putusannya. Jika dalam hukum tertulis tidak cukup, tidak tepat dengan permasalahan dalam suatu perkara, maka barulah hakim mencari dan menemukan sendiri hukumnya dari sumber-sumber hukum yang lain seperti yurisprudensi, dokrin, traktat, kebiasaan atau hukum tidak tertulis. Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Pasal 10 ayat (1) tentang Kekuasaan Kehakiman menentukan 'bahwa Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalil hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya'. Ketentuan pasal ini memberi makna bahwa hakim sebagai organ utama Pengadilan dan sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman wajib hukumnya bagi Hakim untuk menemukan hukumnya dalam suatu perkara meskipun ketentuan hukumnya tidak ada atau kurang jelas. Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Pasal 5 (1) juga menjelaskan bahwa 'Hakim dan Hakim Konstitusi wajib mengali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat'. Kata 'menggali' biasanya diartikan bahwa hukumnya sudah ada, dalam aturan perundangan tapi masih samar-samar, sulit untuk diterapkan dalam perkara konkrit, sehingga untuk menemukan hukumnya harus berusaha mencarinya dengan menggali nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Apabila sudah ketemu hukum dalam penggalian tersebut, maka Hakim harus mengikutinya dan memahaminya serta menjadikan dasar dalam putusannya agar sesuai dengan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Dalam praktek Pengadilan, ada 3 (tiga) istilah yang sering dipergunakan oleh Hakim yaitu penemuan hukum, pembentukan hukum atau menciptakan
2024
Religious Courts face various challenges and dynamics in their efforts to realize justice in divorce law. Factors such as differences in interpretation of Islamic legal norms, social and cultural aspects, and community participation have an impact on the implementation of justice. The research was conducted using qualitative methods and literature study techniques. The Religious Courts play an important role as implementers of Islamic law enforcement, household dispute resolution, and providers of Islamic legal information. The Compilation of Islamic Law (KHI) and Law No. 1 Year 1974 became the basis for decisions in divorce cases. Hopefully, counseling and socialization related to current Islamic law can reduce public misunderstanding regarding divorce status.
Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.
Irgi Rahma Fitri, 2022
AGUNG SANTOSO (734230038), 2024
https://badilag.mahkamahagung.go.id, 2013
Hafid Nur Fauzi, 2018
Ani Ramadhani, 2018