Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
2018, Gus Fara Nur Afandi
…
10 pages
1 file
Tugas Makalah hukum acara peradilan agama di indonesia oleh, Gus Fara Nur Afandi Kelas HES 5 F NIM 162111237, IAIN Surakarta.
Baety Nur Fadhilah, 2018
penulisan karya tulis ini ingin mendiskusikan Eksistensi Peradilan Agama yang ada di Nangroe Aceh Darussalam. bahwa Aceh mendapatkan Otomoni Khusus untuk melaksanakan undang-undang di Wilayahnya.
2007 i PENGHARGAAN لـرحـيـم ا مـن لـر ا لـله ا بـــســم Syukur Alhamdulillah ke hadrat Allah s.w.t. yang dengan redha dan izinNya penulisan tesis ini telah selesai sebagaimana yang diharapkan. Selanjutnya sekalung penghargaan dan jutaan terima kasih diperuntukkan khas kepada Prof. Madya Dr. Zailan Moris sebagai penyelia tesis ini. Beliau telah banyak meluangkan masa, memberikan bantuan, mengorbankan tenaga dan fikiran, serta memberikan petunjuk, nasihat, saranan, dan menyemak dalam upaya penyiapan dan kesempurnaan tesis ini. Berikutnya sekalung penghargaan kepada Universiti Sains Malaysia (USM) yang telah memberikan segala kemudahan untuk kelancaran proses penulisan tesis ini. Berbagai kemudahan tersebut diperolehi daripada Pusat Pengajian Ilmu Kemanusiaan, khasnya kepada Dekan, Prof. Dr. Abu Talib Ahmad, Institut Pengajian Siswazah, khasnya Dekan, Prof. Dr. Syukri, Perpustakaan, dan lain-lain pihak yang menyumbang sama ada langsung mahupun tidak langsung kepada penyempurnaan tesis ini. Dengan harapan semoga Universiti ini tetap dikenang, atas segala jasanya yang amat mulia, iaitu memberikan peluang kepada setiap orang yang menuntut ilmu pengetahuan.
Rili, 2021
Religious Court in Indonesia has a long history in accordance with the history of Islam in Indonesia. This article portrays the development of religious court on Indonesia since the era of Islamic kingdom until the New Order era.
D021181022_KEHIDUPAN NELAYAN DAERAH PESISIR BERBASIS AGAMA, 2019
Dari yang saya tulis, saya mengangkat kasus pencemaran dan krisis lingkungan yang dialami masyarakat daerah pesisir pantai serta kurangnya lagi sumber daya laut yang menjadi sumber penghasilan masyarakat pesisir tersebut. Disini dituliskan bahwa salah satu penyebab utama terjadinya pencemaran dan krisis lingkungan ialah berasal dari keserakahan dan ulah manusia dalam memenuhi hasratnya. Sangat jarang didapatkan upaya atau solusi yang dapat dilakukan untuk mencegah pencemaran dan krisis lingkungan tersebut. Solusi yang paling tepat yaitu bagaimana cara menumbuhkan kesadaran masyarakat daerah pesisir akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan dan sumber daya laut karena tanpanya akan mengancam kehidupan masyarakat daerah pesisir kedepannya. Dengan kearifan lingkungan berbasis agama, diharapkan masyarakat pesisir dapat menyadari pentingnya menjaga lingkungan yang diciptakan oleh Yang Maha Kuasa.
A. Pendahuluan Perceraian merupakan sesuatu yang dapat timbul atau terjadi karena adanya suatu ikatan perkawinan. Ikatan perkawinan seperti halnya disebutkan dalam KHI yang menyebutkan bahwa " perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah." 1 , dan undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan yang berbunyi " Perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa". 2 Akan tetapi, proses kehidupan yang terjadi terkadang tak jarang yang tidak sesuai dengan apa yang diimpikan. Hambatan serta rintangan pun bermacam-macam dan datang dari segala penjuru. Apabila dalam perkawinan, sepasang suami dan istri tidak kuat dalam menghadapinya, maka biasanya jalan yang ditempuh adalah dengan cara bercerai atau berpisah yang secara hukum dikenal dengan sebutan perceraian. Adanya pengaturan mengenai perkawinan seperti KHI dan UU No 1 Tahun 1974 adalah untuk memberikan perlindungan hukum bagi adanya hubungan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dan perempuan dalam suatu ikatan resmi yang disebut sebagai ikatan perkawinan. Dengan demikian, maka dapat diketahui bahwa adanya perkawinan dapat menimbulkan suatu akibat-akibat yang oleh karena akibat tersebut membutuhkan suatu hukum yang mengaturnya agar tidak menimbulkan permasalahan-permasalahan di kemudian hari.
2 sebagai landasan penyusunan sebuah peraturan perundang-undangan, ia juga harus tidak mengalami kontradiksi dengan produk undang-undang lainnya. Dengan adanya landasan ini, conflicting norm antar undang-undang dapat dihindari.
Makalah , 2018
Manusia adalah zoon politicon, yakni makhluk yang tidak dapat melepaskan diri dari berinteraksi satu sama lain dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Dalam melakukan hubungan dengan manusia lain sudah pasti ada persamaan dan perbedaan dalam kepentingan. Perbedaan ini dapat melahirkan perselisihan, pertentangan (conflict), atau dispute. Pertentangan atau konflik dapat dimaknai sebagai suatu kondisi di mana pihak yang satu menghendaki agar pihak yang lain berbuat atau tidak berbuat sesuai dengan keinginannya, tetapi pihak lain menolak keinginan itu. Konflik jika dibiarkan saja dapat mengganggu keharmonisan interaksi sosial, keamanan, atau bahkan perdamaian. Oleh karena itu, setiap adanya konflik membutuhkan penyelesaian, baik melalui pengadilan (litigasi) maupun melalui penyelesaian di luar pengadilan (non litigasi). Salah satu tempat untuk menyelesaikan konflik adalah Peradilan Agama. Peradilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu sebagaimana dimaksud undang-undang. Peradilan Agama merupakan salah satu lembaga peradilan di bawah Mahkamah Agung. Peradilan Agama diatur dalam UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan UU No. 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 7 Tahun 1989. Peradilan Agama merupakan salah satu di antara peradilan khusus di Indonesia. Dua peradilan khusus lainnya adalah Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara. Dikatakan peradilan khusus karena Peradilan Agama mengadli perkara-perkara tertentu atau mengenai golongan rakyat tertentu. Dalam hal ini, peradilan agama hanya berwenang di bidang perdata tertentu saja, tidak termasuk bidang pidana dan hanya untuk orang-orang beragama Islam di Indonesia (yang dimaksud orang beragama Islam di sini adalah orang atau badan hukum yang dengan sendirinya menundukkan diri dengan suka rela kepada hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan Peradilan Agama).
Oleh : Salamah Noorhidayati ABSTRAKSI Perkawinan antar agama merupakan diskursus yang cukup relevan dalam suatu tata masyarakat dunia yang komplek dan plural. Daya relevansinya terletak pada adanya silang pendapat yang tak berkesudahan disatu pihak, dan adanya dorongan untuk kembali kepada ajaran dan sekaligus sumber Islam yang utama yaitu al-Quran dan al-Hadis, di pihak yang lain. Tulisan ini akan mendiskusikan persoalan perkawinan antar agama dalam frame tafsir maudhu'i (tematik) dengan tidak meninggalkan kecenderungan pembahasan legal formal sebagaimana lazimnya dalam wacana fiqh. Pendekatan maudhu'i dipilih karena ia merupakan salah satu metode yang baku dan baik untuk membiarkan al-Quran berbicara sendiri tentang suatu masalah. Dalam banyak tulisan yang hampir semuanya bernuansa kontroversi, para sarjana Islam dalam mendekati persoalan banyak mengedepankan aspek fiqhiyyah dengan kadangkala merujuk kepada tafsir al-Quran yang dikarang oleh seorang jurist yang akibatnya hasil dan kesimpulannya akan memakai tolok ukur hukum yang berlaku. Sebaliknya, tulisan ini akan berupaya menemukan penafsiran lain yang sebenarnya kembali terhadap teks asli sendiri yaitu bahwa perkawinan antar agama baik yang dilakukan oleh pria Muslim dengan wanita non-Muslim maupun antara pria non-Muslim dengan wanita Muslimah merupakan hal yang sah adanya asalkan mereka bukan politeis (musyrik/musyrikah) sebagaimana yang dimaksud oleh al-Quran. Yang memebedakan kajian ini dengan hasil kajian yang lain adalah: pertama, fakta bahwa selama ini penafsiran terhadap al-Quran khususnya ayat tentang perkawinan antar agama selalu dalam bingkai fiqh; kedua, ayat-ayat spesifik yang dimaksud sangat reinterpretable karena keadaan umat Islam dan realitas sosial telah berubah dan membutuhkan tafsir ulang yang sesuai.
Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.
http://ojs.unitas-pdg.ac.id/index.php/azimut/article/view/383/251, 2018