Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
2018
…
101 pages
1 file
Mangrove forest, 2019
Hutan Mangrovemerupakan salah satu komunitas tumbuhan yang hidup di kawasan pinggiran pantai. Ekosistem mangrove, baik sebagai sumber daya alam maupun sebagai pelindung lingkungan memiliki peran yang amat penting dalam aspek ekonomi dan ekologi bagi lingkungan sekitarnya. Mangrove merupakan habitat bagi berbagai jenis satwa liar, seperti primata, reptilia dan aves. Selain sebagai tempat berlindung dan mencari makan, mangrove juga merupakan tempat berkembang biak bagi burung air. Bagi berbagai jenis ikan dan udang, perairan mangrove merupakan tempat ideal sebagai daerah asuhan, tempat mencari makan dan tempat pembesaran anak. Berdasarkan luasnya kawasan, hutan mangrove Indonesia merupakan hutan mangrove terluas di dunia yaitu ± 2,5 juta hektar melebihi Brazil 1,3 juta ha, Nigeria 1,1 juta ha dan Australia 0,97 ha (Noor dkk, 1999). Namun demikian, kondisi mangrove Indonesia baik secara kualitatif dan kuantitatif terus menurun dari tahun ke tahun. Pada tahun 1982, hutan mangrove di Indonesia tercatat seluas 5.209.543 ha sedangkan pada tahun 1993 menjadi 2.496.185 juta ha, terjadi penurunan luasan hutan mangrove sekitar 47,92 %. Di Provinsi Jawa Tengah memiliki kawasan berpotensi mangrove seluas 76.929, 14 hektar yang sebagian besar 99 % terletak di luar kawasan hutan dan 1% terletak di dalam kawasan hutan. Mangrove di Indonesia dikenal keragaman jenis yang tinggi. Ekosistem hutan mangrove di Indonesia memiliki keanekaragaman kurang lebih 202 spesies yang terdiri atas 89 spesies pohon, 5 spesies palem, 19 spesies liana, 44 spesies epifit, dan satu spesies sikas (Bengen 2001).
Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan tumbuhan lainnya. Hutan merupakan sistem penggunaan lahan yang tertutup dan tidak ada campur tangan manusia, masuknya kepentingan manusia secara terbatas seperti pengambilan hasil hutan untuk subsistem tidak mengganggu hutan dan fungsi hutan. Tekanan penduduk dan tekanan ekonomi yang semakin besar, mengakibatkan pengambilan hasil hutan semakin intensif (penebangan kayu). Penebangan hutan juga dilakukan untuk kepentingan yang lain, misalnya untuk mengubah menjadi ladang pertanian atau perkebunan. Akibat dari gangguan-gangguan hutan tersebut akan menyebabkan terjadinya perubahan fungsi hutan. Perubahan-perubahan tersebut lebih menekankan kearah fungsi ekonomi dengan mengabaikan fungsi sosial atau fungsi ekologis. Konsep pengelolaan hutan secara bijaksana, harus mengembalikan fungsi hutan secara menyeluruh (fungsi ekologis, fungsi sosial dan fungsi ekonomi) dengan lebih menekankan kepada peran pemerintah, peran masyarakat dan peran swasta. Langkah-langkah yang sinergi dari ke tiga komponen (pemerintah, masyarakat dan swasta) akan mewujudkan fungsi hutan secara menyeluruh yang menciptakan pengamanan dan pelestarian hutan. Perkembangan pembangunan kehutanan pada masa lalu, telah mengubah banyak wajah hutan Indonesia. Kebakaran hutan, penebangan liar, perladangan berpindah, dan penurunan keragaman hayati adalah cerita yang melekat pada hutan Indonesia. Fenomena-fenomena tersebut telah mempengaruhi cerita bangsa dalam kehidupan masyarakat Internasional. Kerusakan yang terjadi terhadap salah satu ekosistem dapat menimbulkan dampak lanjutan bagi aliran antar ekosistem maupun ekosistem lain di sekitarnya. Khusus bagi komunitas bakau/mangrove dan lamun, gangguan yang parah akibat kegiatan manusia berarti kerusakan dan musnahnya ekosistem. Kerusakan hutan dipicu oleh kebutuhan manusia yang semakin banyak dan berkembang, sehingga terjadi hal-hal yang dapat merusak hutan Indonesia.
Pengenalan Tidak dinafikan sebuah tamadun mempunyai turun naiknya. Seperti mana telah ditulis oleh tamadun berdasarkan karya Ibn Khaldun1 didalam Muqaddimah, sebuah tamadun ada kitarannya. Tamadun bermula kemudian berada di zaman kegemilangan dan kemudian ke zaman kejatuhan dan hancur. Perkara ini berulang kali berlaku dalam tamadun manusia. Dalam rencana ini, saya sebagai penulis ingin menjelaskan tentang factor kejatuhan tamadun atas sebab kejatuhan institusi ilmu dan disebabkan budaya hedonisme yang melampau. Secara logiknya, sebuah tamadun yang sudah mengalami pembangunan yang pesat tidak akan jatuh kerana tamadun itu sudah ke hadapan, namun atas faktor kerosakan moral masyarakatlah yang menyebabkan kejatuhan tamadun.
Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.