Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
Semakin mendalami manusia maka semakin tidak tahu karena begitu banyaknya aspek yang harus diperhatikan dalam mengkajinya, sehingga wajar jika muncul sebuah pernyataan (terlepas dari perdebatan apakah hadis atau perkataan sahabat) bahwa orang yang mengetahui akan dirinya berarti dia telah mengetahui Tuhannya. Betapa membingungkannya manusia, hingga bermunculan berbagai teori tentangnya. Di antara teori tersebut adalah teori evolusi yang ditawarkan Charles Darwin yang diyakini benar oleh sekelompok orang. Teori tersebut merupakan hasil penelitian yang membutuhkan pembuktian keabsahan teori tersebut. Teori evolusi yang menyatakan bahwa spesies makhluk hidup terus-menerus berevolusi menjadi spesies lain, namun ketika dibandingkan makhluk hidup dengan fosil-fosil mereka, ditemukan bahwa mereka tidak berubah setelah jutaan tahun lamanya. Kata Kunci: Manusia-Perspektif-Al-Qur'an Pendahuluan Manusia merupakan hewan yang paling unik dan paling sempurna yang melata di muka bumi ini. Perbedaan manusia dengan makhluk lain itu sangat tampak dan jelas. Manusia memiliki akal, berbudi luhur dan dapat memilih dan memilah sesuatu yang ingin diperbuatnya. Akan tetapi asal usul manusia hingga saat ini masih misteri bagi kalangan ilmuan sehingga Alexis Carrel (1873-1944) seorang ilmuan dan dokter berkebangsaan Perancis dan telah meraih
Lili sholihat, SH PENDAHULUAN "Dan pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?" (QS. adz -Dzaariat: 21) Manusia merupakan salah satu aktor utama dalam al-Qur'an. Keutamaannya itu terletak dari sisi kemuliaannya, 1 dengan banyak disebutkan peristilahan di dalamnya, 2 potensi yang dimilikinya, 3 khitab atau amanah dari Allah Swt. yang harus dipikulnya, 4 tempat yang harus dipelihara dan dirawatnya, 5 pedoman atau aturan yang harus dipegang dan diamalkannya. 6
Manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling indah dan paing yinggi derajatnya. Manusia diciptakan untuk menjadi khalifah atau pemimpin di bum, atau bahkan kirannya di seluruh semesta ciptaan Tuhan. Apakah artinya predikat "paling indah" dan "paling tinggi" itu? Hakikat keindahan artinya rasa senang dan bahagia. Dengan demikian, predikat paling indah untuk manusia dapat diartikan bahwa tiada satupun ciptaan Tuhan yang mampu mendatangkan kesenangan dan kebahagiaan dimanapun dan pada saat apapun, baik bagi dirinya sendiri, orang lain maupun bagi makhluk lainnya 1 .
2018
A. Al-Qur'an Suroh Al-Baqoroh 30-37 Dengan dua ayat berturut-turut, yaitu ayat 28 dan 29 perhatian kita Insan ini disadarkan oleh Tuhan. Pertama, bagaimana kamu akan kufur kepada Allah, padahal dari mati,dia hidupkan kembali.Kemudian Dia matikan, setelah itu akan dihidupkanNya kembali untuk memperhitungkan amal. Bagaimana kamu akan kufur kepada Allah, padahal seluruh isi bumi telah disediakan untuk kamu. Lebih dahulu persediaan untuk menerima kedatanganmu di bumi telah disiapkan, bahkan dari amar perintah kepada ketujuh langit sendiri. Kalau demikian adanya, pikirkanlah siapa engkau ini. Buat apa kamu diciptakan. Kemudian datanglah ayat khalifah.
Para filsuf membagi pembahasan filsafat menjadi dua bagian yakni filsafat teoretis dan filsafat praktis. 1 Secara terperinci, filsafat teoretis dibagi menjadi tiga bagian, yakni metafisika, matematika dan fisika. Sementara itu, filsafat praktis dibagi menjadi tiga pula, yakni etika, ekonomi dan politik. 2 Para filsuf Muslim meyakini bahwa filsafat teoretis lebih tinggi dibanding filsafat praktis. Dalam filsafat teoretis, metafisika memiliki kedudukan sebagai ilmu filosofis tertinggi, karena materi-subjek metafisika berupa wujud non-fisik mutlak, bahkan materi-subjek metafisika ini menduduki peringkat tertinggi dalam hierarki wujud. Sementara itu, matematika menduduki peringkat kedua, dan fisika menduduki peringkat ketiga. Sementara itu, bagian-bagian dari filsafat praktis memiliki kedudukan terendah apabila dibandingkan dengan bagian-bagian dari filsafat teoretis. 3 Dengan demikian, metafisika berkedudukan sebagai cabang ilmu filsafat paling tinggi, bahkan ia menjadi substansi dari pembahasan filsafat itu sendiri.
2013
This paper describes the concept of humans in the Qur'an that were examined by the method of thematic(maudhui). Subject matter includes concepts and functions of human beings, both as individuals and communities. Searching the nature of man is not only based on subjective view, which resulted in the issue of human nature becomes blurred. As a result of the creation work, the issue should not be studied apart from the human point of view of its creators to acquire comprehensive knowledge. If this is accepted-examine the human perspective on its creator-the only way to get to know who the man was referring to the divine revelation, so that the answer can be found. To this effect, certainly not enough to simply refer to one or two verses, but it should refer to all the verses of the Koran (or at least the primary verses) that talks about the issues, the learning context, respectively, and for the affirmation-kind of Prophet explanation, or facts that have been scientifically established. This way are known in the Qur'an disciplines as maudhuiy methods (thematic) Keywords: The Human, the Qur'an, thematic method ABSTRAK Tulisan ini menjelaskan tentang konsep manusia dalam Al-Qur'an yang dikaji dengan metode tematik (maudhui). Pokok pembahasan meliputi konsep dan fungsi manusia, baik sebagai individu maupun komunitas. Pencarian hakekat manusia tidak hanya bertumpu pada pandangan yang subjektif, yang mengakibatkan persoalan hakekat manusia menjadi kabur. Sebagai hasil karya cipta, semestinya persoalan manusia dikaji tidaklah terlepas dari sudut pandang penciptanya untuk memperoleh pengetahuan yang komprehensif. Jika cara ini diterima-mengkaji manusia dalam perspektif penciptanya-maka satu-satunya jalan untuk mengenal siapa manusia adalah merujuk pada wahyu Ilahi, agar jawabannya dapat ditemukan. Untuk maksud tersebut tentu tidak cukup dengan hanya merujuk kepada satu atau dua ayat, tetapi seharusnya merujuk kepada semua ayat Alquran (atau paling tidak ayat-ayat pokok) yang berbicara tentang masalah yang dibahas, dengan mempelajari konteksnya masing-masing, dan mencari penguat-penguatnya baik dari penjelasan Rasul, maupun hakikat-hakikat ilmiah yang telah mapan. Cara inilah yang dimaksud dalam disiplin ilmu Alquran dengan metode maudhuiy (tematik). Kata kunci: Manusia, Al-Qur'an, metode tematik PENDAHULUAN Selain Tuhan, pembahasan tentang manusia merupakan obyek yang selalu banyak dibahas dalam setiap kesempatan maupun dimensi. Setiap disiplin ilmu pun pada hakikatnya juga mempelajari dimensi-dimensi tertentu dari manusia. Psikologi membahas alam pikiran
manajemen dalam prespektif al-quran supriah , 2020
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini sebatas pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Dan juga kami berterima kasih pada Ibu Ade Imelda F, selaku Dosen mata kuliah pendidikan agama islam yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Dunia benda terdiri atas materi dan energi. Tubuh organisme dibangun oleh materi dan hidupnya bergantung pada energi. Tanah, air, udara, tumbuhan dan hewan atau pendeknya semua makhluk yang hidup dan tidak hidup tersusun atas materi. Materi di definisikan sebagai sesuatu yang mempunyai massa yang menempati ruang.
BENCI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR'AN, 2024
Fenomena kebencian yang berkembang di tengah masyarakat, baik dalam dunia nyata maupun di ruang digital, telah menimbulkan keresahan yang signifikan. Kebencian yang diungkapkan melalui ujaran, perilaku, atau tulisan kerap dipicu oleh kesalahpahaman terhadap konteks ayat-ayat Al-Qur'an yang mengandung kata "benci.". Dalam konteks ini, terdapat kebutuhan mendesak untuk memahami ayat-ayat Al-Qur'an tentang kebencian secara tepat agar tidak menimbulkan dampak negatif, seperti polarisasi sosial, intoleransi, dan diskriminasi yang berujung pada konflik antarindividu atau kelompok. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan konsep kebencian dalam Al-Qur'an dengan merujuk pada penafsiran ulama klasik maupun kontemporer. Melalui analisis mendalam, penelitian ini berupaya mengidentifikasi ayat-ayat yang relevan, memahami maknanya dalam konteks yang benar, dan merumuskan solusi berdasarkan perspektif tafsir. untuk memahami konsep kebencian dalam Al-Qur'an secara bijaksana, sehingga mampu mencegah kesalahpahaman dan menciptakan harmoni sosial di tengah keberagaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep kebencian dalam Al-Qur'an diungkap melalui tujuh istilah utama, Maqatā, Qāla, Syana’ā, Al-Bagdā’, Al-Sû’, Kariha, dan Lā yuhibbu. Ayat-ayat terkait melarang kebencian yang dapat menghambat keadilan dan hubungan harmonis antarindividu. Tafsir dari para ulama, seperti Al-Qurtubi, Ibn Katsir, dan Quraish Shihab, menekankan pentingnya memahami konteks ayat-ayat kebencian untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat memicu konflik sosial. Kebencian yang diperbolehkan adalah yang dilandasi keadilan, seperti terhadap tindakan kezaliman, sedangkan kebencian yang merusak hubungan sosial sangat dilarang. Penelitian ini menyoroti pentingnya pengendalian diri, promosi moderasi beragama, dan pendidikan tentang bahaya kebencian untuk menciptakan keadilan dan kedamaian dalam masyarakat.
Menguatnya isu-isu Gender yang disuarakan oleh barat, yang bukan hanya menyentuh tradisi aktual yang berlatarkan tradisi kultur, yang terjadi di belahan Dunia Islam, lebih dari itu tradisi aktual ideologis juga tidak lepas dari perhatiannya. Berbagai problematika yang dihadapi oleh perempuan perempuan di Dunia Islam, oleh sebagian pihak beranggapan bahwa faktor utama penyebabnya adalah tradisi ideologis Islam. Anggapan semacam ini kemudian bukan hanya terjangkit pada kalangan pengkaji Gender Barat, tetapi juga di kalangan Islam itu sendiri. Upaya yang dilakukan adalah dengan melakukan penggusuran besar-besaran, dengan tanpa membedakan antara tradisi kultur dengan tradisi ideologis, asalkan (menurut mereka) bertentangan dengan undang-undang kemanusiaan (hak-hak perempuan), maka harus disingkirkan. Maka muncullah kemudian pendhoi’fan hadits-hadits yang sebelumnya oleh muhaddits dikategorikan sebagai hadits sohih, reinterpretasi ayat-ayat al-Qur’an yang dinilai kurang berpihak kepada kaum perempuan. Bahkan sering ditenggarai penyebabnya adalah mereka (mujtahid) yang melakukan upaya keras dalam pembentukan hukum-hukum, baik ahli hadist, fuqaha, mufassir, karena kebanyakan mereka adalah dari kaum lelaki maka pendiskriminasian terhadap kaum perempuan tidak jarang dilakukan. Karena itulah dalam tulisan ini, penulis akan menguraikan apa kata Al-Qur’an tentang perempuan. Penulis akan mengemukakan pendapat para mufassir yang berkompeten dalam bidangnya. Dengan harapan tulisan ini dapat memberikan sekelumit penjelasan tentang perempuan, apakah demikian bahwa al-Qur’an juga mendiskriditkan, atau mendiskriminasikan kaum perempuan. Laki dan perempuan adalah dua makluk yang keduanya adalah hamba Tuhan yang disebut manusia, lalu kenapa ada perbedaan.
Andragogi: Jurnal Pendidikan Islam dan Manajemen Pendidikan Islam, 2020
Penelitian ini tentang kecerdasan interpersonal humanistik dalam perspektif Al-Qur’an mengusung teori humanis. Hal ini berdasarkan deskripsi Al-Qur’an mengenai intraksi manusia yang satu dengan yang lain. Bahwa manusia yang hidup berdampingan harus saling memahami agar terbentuknya ketentraman majemuk bagi lingkungan sekitarnya. menarik yang ditemukan dalam penelitian ini. Bahwa kecerdasan interpersonal humanistik terbagi menjadi dua. Pertama Internal. Kedua eskternal. Pertama, Internal berisi: a. Repleks Positif terhadap orang yang berkebutuhan khusus, yang diterangkan dalam Surat ‘Abasa/80: 1-4, b. Tidak Menyakiti dengan Tangan, yang termaktub dalam Surat Al-Lahab/111:1-5 dan Surat Al-Humazah/104:1-2, c. Berbagi /Share Nasehat, yang dijelaskan pada Surat Al-‘Ashar/103: 1-3, d. Kepekaan Intelektualitas, yang terdapat Surat Al-‘Alaq/96:1-7, e. Tidak Over Konfident, yang tertulis pada Surat al-Hujarat/49:10-13, f. Pendidikan Dialog Efektif, yang tersurat pada Surat Lukman/31:12-19, g...
Al-Qur'an menegaskan kualitas dan nilai manusia dengan menggunakan tiga macam istilah yang satu sama lain saling berhubungan, yakni al-insaan , an-naas , al-basyar , dan banii Aadam. Manusia disebut al-insaan karena dia sering menjadi pelupa sehingga diperlukan teguran dan peringatan. Sedangkan kata an-naas (terambil dari kata an-nawsyang berarti gerak; dan ada juga yang berpendapat bahwa ia berasal dari kata unaas yang berarti nampak) digunakan untuk menunjukkan sekelompok manusia baik dalam arti jenis manusia atau sekelompok tertentu dari manusia. Manusia disebut al-basyar, karena dia cenderung perasa dan emosional sehingga perlu disabarkan dan didamaikan. Manusia disebut sebagai banii Aadam karena dia menunjukkan pada asal-usul yang bermula dari nabi Adam as sehingga dia bisa tahu dan sadar akan jati dirinya. Misalnya, dari mana dia berasal, untuk apa dia hidup, dan ke mana ia akan kembali. Penggunaan istilah banii Aadam menunjukkan bahwa manusia bukanlah merupakan hasil evolusi dari makhluk anthropus (sejenis kera). Hal ini diperkuat lagi dengan panggilan kepada Adam dalam al-Qur'an oleh Allah dengan huruf nidaa (Yaa Adam!). Demikian juga penggunaan kata ganti yang menunjukkan kepada Nabi Adam, Allah selalu menggunakan kata tunggal (anta)dan bukan jamak (antum) sebagaimana terdapat dalam surah al-Baqarah ayat 35. Manusia dalam pandangan al-Qur'an bukanlah makhluk anthropomorfisme yaitu makhluk penjasadan Tuhan, atau mengubah Tuhan menjadi manusia. Al-Qur'an menggambarkan manusia sebagai makhluk theomorfis yang memiliki sesuatu yang agung di dalam dirinya. Disamping itu manusia dianugerahi akal yang memungkinkan dia dapat membedakan nilai baik dan buruk, sehingga membawa dia pada sebuah kualitas tertinggi sebagai manusia takwa. Al-Qur'an memandang manusia sebagaimana fitrahnya yang suci dan mulia, bukan sebagai manusia yang kotor dan penuh dosa. Peristiwa yang menimpa Nabi Adam sebagai cikal bakal manusia,yang melakukan dosa dengan melanggar larangan Tuhan, mengakibatkan Adam dan istrinya diturunkan dari sorga, tidak bisa dijadikan argumen bahwa manusia pada hakikatnya adalah pembawa dosa turunan. Al-Quran justru memuliakan manusia sebagai makhluk surgawi yang sedang dalam perjalanan menuju suatu kehidupan spiritual yang suci dan abadi di negeri akhirat, meski dia harus melewati rintangan dan cobaan dengan beban dosa saat melakukan kesalahan di dalam hidupnya di dunia ini. Bahkan manusia diisyaratkan sebagai makhluk spiritual yang sifat aslinya adalah berpembawaan baik (positif, haniif). Karena itu, kualitas, hakikat, fitrah, kesejatian manusia adalah baik, benar, dan indah. Tidak ada makhluk di dunia ini yang memiliki kualitas dan kesejatian semulia itu. Sungguhpun demikian, harus diakui bahwa kualitas dan hakikat baik benar dan indah itu selalu mengisyaratkan dilema-dilema dalam proses pencapaiannya. Artinya, hal tersebut mengisyaratkan sebuah proses perjuangan yang amat berat untuk bisa menyandang predikat seagung itu. Sebab didalam hidup manusia selalu dihadapkan pada dua tantangan moral yang saling mengalahkan satu sama lain. Karena itu, kualitas sebaliknya yaitu buruk, salah, dan jelek selalu menjadi batu sandungan bagi manusia untuk meraih prestasi sebagai manusia berkualitas mutaqqin di atas.
Allah SWT sang pencipta telah menurunkan Al-Qur'an yang diantara ayat-ayatnya menjelaskan tentang gambaran konkrit manusia. Penyebutan manusia berbagai macam dalam Al-Qur'an, diantaranya:
Islamida , 2023
The purpose of this article is to discuss humans in a philosophical perspective. The type of research is literature with documentation data collection methods, and the analysis used is content analysis. The results of the study state that humans are given the freedom to endeavor to develop potential tools and basic human potentials. However, growth and development cannot be separated from certain limits, namely the existence of definite and permanent laws governing nature, laws that control objects and human society itself, which are not subject to and do not depend on human will. Based on the explanation of the conception of man based on philosophy, raises the problem of the human dimension in the perspective of philosophy, this writing aims to find the conception of man as a whole in the philosophical review. Humans in the perspective of philosophy are also called homo sapiens, homo laquen, animal rational, homo faber, zoon politicon, homo economicus, homo planemanet, homo religious and homo educandum or educable. The soul as something that stands alone, a complete substance that exists within the prison of the human physical body.
nurul izzah azzahra
Abstrak Manusia adalah makhluk bidimensional (dua dimensi.) ia diciptakan tuhan dari debu tanah dan ruh ilahi, debu tanah membentuk jasmaninya sedangkan ruh ilahi yang diembuskan-Nya melahirkan daya nalar, daya qolbu, dan daya hidup. Dengan membina jasmani, lahirlah keterampilan; Dengan mengasah daya nalar, lahirlah kemampuan ilmiah; Dengan mengasuh daya qolbu, lahirlah antara lain iman dan moral yang terpuji; Dan dengan menempa daya hidup tercipta semangat menanggulangi setiap tantangan yang dihadapi. Jati diri manusia sebagai makhluk sempurna terletak pada pembentukan karakternya berdasar keseimbangan unsur-unsur kejadiannya, yang tercapai melalui pengembangan daya-daya yang dianugrahkan tuhan itu. Jati diri yang kuat serta sesuai dengan kemanusiaan, manusia terbentuk melalui jiwa yang kuat dan konsisiten, serta memiliki integritas, dedikasi, dan loyalitas terhadap tuhan dan sesama makhluk. perlu dicatat bahwa keberhasilan mengasah daya qolbu akan melahirkan kenikmatan jauh lebih dari kenikmatan yang lainnya.
Berbicara dan berdiskusi tentang manusia selalu menarik. Karena selalu menarik, maka masalahnya tidak pernah selesai dalam artia tuntas.
Speaking of leadership, particularly concerning Islamic leadership is an issue that is very interesting to study. Because from a good leadership system, there will be a good order of society as well. In Indonesia the majority of the population is Muslim, but admitted or not, from the beginning until now the implementation of democracy that is also part of the teachings of Islam, has still been quite alarming. This can be seen from the inequality of the social position of women. Since 14 centuries ago, the Qur'an has abolished a wide range of discrimination between men and women, the Qur'an gives rights to women as well as the rights granted to men. In this case is the issue of Islamic leadership in which Islam has given rights to women as that given to men. In addition, Islam has also impose obligations to women as that imposed to men, except the rights or obligations devoted by Islam to men. Keywords: Women leadership, perspective of the Qur'an. Pendahuluan Dalam panggung sejarah, pembicaraan terhadap wacana gender, feminisme dan kesetaraan laki-laki dan perempuan merupakan bagian dari emansipasi, demokratisasi dan humanisasi kebudayaan. Dari waktu ke waktu, gugatan dan pembongkaran terhadap struktur ketidakadilan, diskriminasi, penindasan dan kekerasan terhadap perempuan nampaknya semakin meluas dan menggugat. Berbicara tentang kepemimpinan perempuan sampai saat ini dikalangan masyarakat masih menimbulkan perbedaan pendapat. Hal ini dimungkinkan karena latar belakang budaya, kedangkalan agama, peradaban dan kondisi sosial kehidupan manusia sehingga menyebabkan terjadinya benturan dan perbedaan persepsi dikalangan masyarakat. Sebagai agama yang ajarannya sempurna, Islam mendudukkan laki-laki dan perempuan dalam posisi yang setara baik sebagai hamba (` Abid) maupun posisinya sebagai penguasa bumi (kholifatullah fil ardh). Kepemimpinan perempuan menurut Islam diperbolehkan selama kepemimpinan itu baik dan bisa dipertanggungjawabkan. Namun Islam memberikan batasan terhadap perempuan disebabkan karena beberapa kendala kodrati yang dimilikinya seperti menstruasi, mengandung, melahirkan dan menyusui. Dimana hal itu menyebabkan kondisi perempuan saat itu lemah, sementara seorang pemimpin membutuhkan kekuatan fisik maupun akal. Artinya: dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat
Education in Islam is a complete guidance is not merely connotes authoritative teaching of the educational workers are educators, but also with appropriate guidance to Islamic teachings, the students have ample movement space in mengatualisasikan potential they have. Educators is a very important component in the education system, for educators as a bridge for learners reach predetermined goals, along with other components related. Educators have a noble position, educators are expected to be uswatun hasanan that could provide an example for students, as well as guiding and motivating learners in order to meet the future better.
Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.