Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
…
39 pages
1 file
Abstrak Pengelolaan hutan adat di Indonesia memasuki era baru dengan terbitnya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU-X/2012 sehingga hutan adat tidak lagi menjadi bagian dari hutan negara dan hak ulayat menjadi lebih penuh dalam pengelolaan hutan adat. Karena suatu produk kebijakan baru tidak lepas dari kebijakan-kebijakan sebelumnya, baik mengadopsi, negasi, maupun adaptasi, maka paper ini bertujuan untuk melihat kebijakan-kebijakan pendahulu yang terkait dengan pengaturan hutan adat sehingga dapat diketahui dinamika penguasa dalam memandang masyarakat hukum adat dan hak ulayatnya. Kebijakan-kebijakan ini dikaji secara antar-waktu dan disusun secara periodik, dimulai dari periode kolonial, periode awal kemerdekaan, periode orde lama, periode orde baru, hingga periode reformasi. Melalui pengkajian kebijakan-kebijakan tersebut, didapat enam komponen pengaturan yang dinamis antar periode meliputi 1) sikap terhadap kapitalisme, 2) dualisme hukum, 3) pengakuan terhadap hukum adat dan hak ulayat, 4) pemaknaan terhadap hak ulayat, 5) hubungan antara Negara dan sumber daya lahan, dan 6) penetapan kawasan hutan. Dinamika tersebut menyiratkan saratnya kepentingan, dapat mencerminkan kehendak penguasa khususnya pada masa-masa pemerintahan yang otoriter, atau juga mencerminkan tuntutan publik khususnya di masa ketika iklim berdemokrasi semakin membaik. Dinamika ini akan terus berlanjut pasca putusan MK. Terdapat implikasi-implikasi dari putusan MK yang menjadi pekerjaan berikutnya untuk senantiasa dikawal agar implementasinya tidak keluar dari semangat pengakuan dan penghormatan terhadap masyarakat hukum adat, hak ulayatnya, dan kearifan-kearifannya.
Pengelolaan hutan adat di Indonesia memasuki era baru dengan terbitnya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU-X/2012 sehingga hutan adat tidak lagi menjadi bagian dari hutan negara dan hak ulayat menjadi lebih penuh dalam pengelolaan hutan adat. Karena suatu produk kebijakan baru tidak lepas dari kebijakan-kebijakan sebelumnya, baik mengadopsi, negasi, maupun adaptasi, maka paper ini bertujuan untuk melihat kebijakan-kebijakan pendahulu yang terkait dengan pengaturan hutan adat sehingga dapat diketahui dinamika penguasa dalam memandang masyarakat hukum adat dan hak ulayatnya. Kebijakan-kebijakan ini dikaji secara antar-waktu dan disusun secara periodik, dimulai dari periode kolonial, periode awal kemerdekaan, periode orde lama, periode orde baru, hingga periode reformasi. Melalui pengkajian kebijakan-kebijakan tersebut, didapat enam komponen pengaturan yang dinamis antar periode meliputi 1) sikap terhadap kapitalisme, 2) dualisme hukum, 3) pengakuan terhadap hukum adat dan hak ulayat, 4) pemaknaan terhadap hak ulayat, 5) hubungan antara Negara dan sumber daya lahan, dan 6) penetapan kawasan hutan. Dinamika tersebut menyiratkan saratnya kepentingan, dapat mencerminkan kehendak penguasa khususnya pada masa-masa pemerintahan yang otoriter, atau juga mencerminkan tuntutan publik khususnya di masa ketika iklim berdemokrasi semakin membaik. Dinamika ini akan terus berlanjut pasca putusan MK. Terdapat implikasi-implikasi dari putusan MK yang menjadi pekerjaan berikutnya untuk senantiasa dikawal agar implementasinya tidak keluar dari semangat pengakuan dan penghormatan terhadap masyarakat hukum adat, hak ulayatnya, dan kearifan-kearifannya.
201610020311039 Abstrak Peper ini menjelaskan rangkuman sejarah hukum adat di Indonesia. Pada saat itu, hukum ditentukan oleh penguasa. Itu berarti penguasa memiliki peran penting dalam menerapkan sistem hukum. Ini juga terjadi ketika hukum adat diberlakukan di era kolonial., walaupun masih belum ditemukan bukti adanya hukum adat. Sehingga hukum adat masih dinggap lemah dan rendah drajatnya dibandingkan hukum belanda pada masa ini. Setelah era reformasi banyak perubahan dengan diberlakukannya hukum adat dengan syarat tidak menentang prisip keadilan yang di akui oleh umum. Dan setelah reformasi banyak kemajuan dalam perkembangan hukum adat, dan kemudian hari dimasukkan dalam UU dan menjadikannya hukum nasional sampai sekarang. Kata Kunci : Sejarah, hukum adat, Reformasi, Keadilan, Pendahuluan Istilah "hukum Adat"adalah terjemahan dari istilah dalam bahasa belanda adatrecht ,yang dipelopori oleh Snouck Hurgronje. Istilah adatrecht kemudian dikutip oleh Van Vollenhoven sebagai istilah teknis yuridis. Kalau hukum adat itu sesuatu yang hidup dalam masyarakat, yaitu suatu gejala sosial yang hidup, Perhatian terhadap hukum adat itu tadak hanya terwujud dalam dilahirkannya suatu ilmu hukum adat, tetapi juga terjelma dalam dijalankannya suatu politik hukum adat, pertama-tama oleh VOC, kemudian oleh GovermentHindia Belanda dahulu. Yang disebut pertama belum mengenal hukum adat tetapi telah mengetahui bahwa orang-orang indonesia tunduk pada perturan tradisional yang khas biarpun peraturan itu dianggap peraturan agama islam, dan yang disebut kedua baru pada abad ini mengenal istilah "hukum adat". Perkembangan studi hukum adat selama periode penjajahan Belanda, dapat dibagi ke dalam beberapa periode, Pertama, periode tahun 1602 hingga tahun 1800. Kedua, pada zaman Daendels (1808-1811). Ketiga, pada zaman Raffles (1811-1816), Era Reformasi ( kemerdekaan) hingga sekarang. Sejarah Perkembangan Hukum Adat Pada masa kompeni V.O.C (1602-1800) di pusat pemerintahan dinyatakan berlaku satu stelsel hukum untuk semua orang dari golongan bangsa manapun, yaitu hukum Belanda, naik hukum tatanegara, hukum privat maupun hukum pidana. Diluar wilayah itu adat pribumi tidak diindahkan sama sekali. Jika lambat laun di sana-sini, wilayah di sekitar tempat kediaman Gubernur, de facto masuk kedalam kekuatan V.O.C, maka diwilayah itu juga dinyatakan berlaku hukum Kompeniuntuk orang-orang Indonesia dan Cina. V.O.C juga membuat praturan-praturan mengenai ketetapan hukum adat antara lain: Hukum adat masih belum di temukan sebagai hukum rakyat, sebaliknya hukum adat di diindentifikasikan dengan hukum islam atau hukum raja-raja dan jika ada kesempatan hukum adat itu direproduksikan dengan membuat bayak anaksir hukum barat 2 . V.O.C juga mengira bahwa hukum adat terdapat dalam tulisan-tulisan berupa kitab hukum, dan menganggap hukum adat lebih rendah drajatnya dari pada hukum Belanda. Pada masa pemerintahan Dendels (1808-1811) hukum adat dianggap dilekati dengan beberapa kelemahan (terutama pada hukum pidana) namaun ia merasa segan mengganti hukum adat tersebut. Oleh karena itu ia menempuh jalan tengah, pada pokoknya hukum adat akan diberlakukan untuk bangsa Indonesia. Namun hukum adat tidak boleh diterapkan jika bertentangan dengan perintah dar4i penguasa atau dengan asas-asas keadilan serta kepatutan. Bersdarkan anggapan itu, Daendels memutuskan, Walaupun golongan Bumiputra di jawa tetap dibiarkan memakai hukumnya (materi dan formal) sendiri. Seperti halnya dengan pimpinan V.O.C Deandels pun mengedentifikan hukum adat dengan hukum Islam dan memandang rendah hukum adat itu, sehingga tidak pantas diberlakukan terhadap orang eropa 3 . Pada masa Pemerintahan Rafless (1811-1816) mengadakan banyak perubahan dalam susunan badan-badan pengadilan akan tetapi hukum Materilnya tidak dirubah 4 . Dalam perkara 2 Purwanto Roy. 2005. Hukum Islam dan Hukum adat pada Masa Kolonial. Vol 1 No 2 hal 4 3 Sudiyat Iman. 1985. Asas-asas hukum adat bekal pengantar. Yogyakarta. Liberti: Jakarta Hal 79 4 Ibid Hal 80-81 dengan hak-hak asasi manusia. Pemikiran mengenai peranan hukum adat dalam pembentukan hukum nasional sudah ada sebelum Indonesia merdeka, namun pada saat itu pemikiran tersebut belum dapat diaplikasikan dalam bentuk peraturan. Awal penerapan pemikiran tersebut baru terlihat di awal tahun 1960 dengan dikeluarkannya Tap MPR No II/1960 dan UU No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan dasar Pokok-pokok Agraria 10 . Dalam perkembangan selanjutnya, masyarakat hukum adat sempat terlupakan, namun di era sekarang, negara mulai memperhatikan lagi hak-hak masyarakat adat yang sudah terabaikan. Daftar Pustaka Purwanto Roy. 2005.
Puji dan Syukur penulis ucapkan atas ke hadirat Allah SWT, Zat Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Alhamdulillah berkat Rahmat, Nikmat dan Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan ini. Shalawat beserta salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai pembawa risalah Allah terakhir dan penyempurna seluruh risalah-Nya.
Syilfy Adha SK, 2018
Hadits adalah perkataan, perbuatan, pengakuan atau sifat yang disandarkan Rasulullah SAW. Hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur'an.Sejarah perkembangan hadits berkembang melalui pada masanya atau zamannya, di mana ketika zaman Rasulullah ada beberapa hal-hal yang penting yang berkenaan dengan hadits di mana Rasulullah sendiri lah yang menyampaikan nya dengan alasan yang jelas lalu setelah zaman Rasulullah, muncul pula zaman sahabat di mana pada masa ini sahabat yang memiliki hak untuk membuat ketentuan, serta pada masa ini banyak sahabat yang menuliskan hadits, hingga akhirnya hadits dikenal sampai saat ini, yaitu dikenal sebagai petunjuk kedua setelah Al-Qur'an dan sebagai penjelasan lebih rinci dalam ketentuan Al-Qur'an yang masih bersifat umum. Ada pun sejarah hadits yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu pada masa: (a). Pra-Kodifikasi maksudnya yaitu sejarah hadits sebelum di bukukan sampai ditetapkan pembukuan hadits secara resmi. (b). Periode Rasul di mana pada masa ini metode Rasulullah SAW menyampaikan risallah ketuhanan melalui perkataan, perbuatan, maupun ketetapan. Pada masa ini jugalah Rasulullah melarang para sahabat nya untuk menulis hadits. (c). Periode Sahabat di mana periwayatan hadits berkembang dari para sahabat kepada kaum Muslimin. dan (d). Periode Tabi'in, pada masa ini Al-Qur'an sudah dikumpulkan menjadi satu mushaf sehingga mereka tidak lagi mengkhawatirkan keabsahan Al-Qur'an.
Hadith is the second guideline for Muslims in the world after the Qur'an, which of course also has a very important role in the discipline of Islamic teachings. Hadith or better known as sunnah is everything that originates or is based on the Prophet Muhammad SAW, whether in the form of words, deeds. Thus, the existence of Al-Hadith in the process of its codification is very different from the Qur'an. The history of hadith and the period of its collection is longer and longer than the Qur'an. Al-Hadith took 3 centuries to codify it completely. There were many twists and turns in the history of the codification of hadith that took place at that time
This is materials for studying about Law Custom.
Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.
Jurnal Ilmu Komunikasi, 2008
Perkumpulan Qbar, 2007
Retno Dyah Wulanfitri, 2021