Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
…
212 pages
1 file
PELAYANAN PUBLIK DI ERA REFORMASI. MANAJEMEN PELAYANAN PUBLIK Manajemen pelayanan publik sebagai salah satu isu penting dalam reformasi birokrasi menjadi sesuatu yang terus berkembang dan penuh kritik. Ide awal pelayanan publik memang berasal dari sektor swasta, kemudian ditransformasi dalam sektor publik (Chris Skelcher, 1992). Terma-terma customer atau consumer menjadi referensi dan diterima dalam sektor publik yang kemudian mengalami perubahan menjadi clients, tenants, residents dan claimants. Sekarang ini pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dengan keluasan fungsi yang dimilikinya serta kebijakan publik yang diambil mempunyai dampak terhadap pengguna layanan publik dan masyarakat memposisikan pembangunan yang berorientasi ke pengguna layanan dan melakukan pengembangan kualitas pelayanan publik. Reformasi manajemen pemerintahan yang membutuhkan waktu panjang dengan mengubah sistem pemerintahan dan kinerja yang ada. Kepastian manajemen pemerintahan dapat dilakukan melalui pembangunan platform manajemen baru yang antisipatif. terhadap pasar dan diterimanya asumsi bare bahwa pemerintah dapat dan harus melayani (Cullen and Cushmen, 2000). Manajer pemerintah harus mempunyai responsifitas terhadap kompleksitas dan perubahan dalam peranan pemerintah.
Setelah mempelajari bab ini, pembaca diharapkan dapat :
PENDAHULUAN Sebagai Negara kesatuan Indonesia memiliki sistem pemerintahan yang memberikan mandat kepada Presiden sebagaipenyelenggara kekuasaan pemerintahan tertinggi untuk mengembangkan kebijakan pelayanan yang berlaku secara nasional.Negara memberikan mandat kepada pemerintah pusat untuk mengembangkan standar pelayanan yang berlaku diseluruh wilayah Indonesia.Namun karena Indonesia memiliki sistem pemerintahan yang desentralistik maka pengembangan sistem pelayanan publik nasional harus memberikan ruang kepada daerah untuk mengembangkan manajemen pelayanan yang responsif sesuai dengan aspirasi dan dinamika lokal. Berbagai aspek dari sistem pelayanan, seperti struktur kelembagaan dan peran dari masing – masing lembaga pelayanan, standar pelayanan dan problematika yang terjadi dalam pelaksanaannya, serta hak – hak warga untuk berperan serta dalam penyelenggaraan layanan. Mengawali pembahasan semua itu, bab ini terlebih dahulu mengkaji ulang konsep pelayanan publik, yang dalam UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan publik gagal didefinisikan secara jelas. KONSEP PELAYANAN PUBLIK Pelayanan publik cenderung menjadi konsep yang sering digunakan oleh banyak pihak, baik dari kalangan praktisi maupun ilmuwan, dengan makna yang berbeda-beda. Dalam sejarah perjalanan administrasi publik,pelayanan publik semula dipahami secara sederhana sebagai pelayanan publik semula di pahami secara sederhana sebagai pelayanan yang diselenggarakan oleh pemerintah.Semua barang dan jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah kemudian disebut sebagai pelayanan publik. Literatur terdahulu umumnya menjelaskan bahwa " whatever government does is public service ". Pendapat seperti itu dahulu dapat dimaklumi karena pemerintahan pada saat itu hanya peduli untuk menyelenggarakan pelayanan menjadi barang publik atau pelayanan yang menurut kesepakatan politik dan pertimbangan moral dinilai penting bagi kehidupan warganya.Namun ketika telah terjadi perubahan peran pemerintahan dan non-pemerintahan dalam penyelenggaraan layanan yang menjadi hajat hidup orang banyak dalam era sekarang ini maka definisi pelayanan publik seperti yang telah disebutkan di atas perlu dipikirkan kembali. Munculnya gerakan new public management(NPM) di negara-negara maju telah menimbulkan tekanan terhadap praktik penyelenggaraan publik di Negara-negara tersebut. Keinginan untuk melakukan transpormasi praktik manajemen pelayanan publik dengan mengadopsi nilai-nilai yang selama ini berkembang di sector bisnis, seperti entrepreneursbip, kepedulian kepada pengguna, serta orientasi pada revenue-generating dan penghasilan, telah mendorong telah jadinya perubahan yang sangat berarti dalam praktik pelayanan publik Untuk mengembangkan semangat dan nilai – nilai kewirausahaan, manajer disektor publik dituntut untuk merubah pola pikir dari yang semula sebagai manajer birokrasi pemerintah menjadi wirausaha.Seorang manajer birokrasi sekarang ini dituntut tidak hanya melayani warganya dengan menghabiskan anggaran pemerintah, tetapi apabila memungkinkan juga mencari sumber penerimaan dan penghasilan bagi pemerintah.Dalam situasi tertentu, manajer birokrasi pemerintah dapat melayani warganya sekaligus memberikan konstribusi terhadap sumber penerimaan bagi pemerintah melalui pelayanan yang mereka selenggarakan itu.Pelayanan publik yang dahulunya lebih banyak merupakan domain pemerintah untuk melayani warganya menjadi bergeser bukan hanya ranah pelayanan tetapi juga menjadi komoditas yang dapat dijual kepada warganya.Manajer pelayanan publik dapat melayani warganya sekaligus mencari sumber penerimaan bagi pemerintah. Melihat adanya pergeseran peran pemerintah, korporasi, dan satuan sosial ekonomi lainnya dalam penyelenggaraan layanan barang dan jasa yang menjadi kebutuhan masyarakat maka mendefinisikan pelayanan publik sebagai pelayanan pemerintah menjadi tidak lagi tepat dan dapat menyesatkan.Definisi seperti itu cenderung menyederhanakan persoalan karena
Suatu fenomena yang menarik adalah bahwa hubungan seksual sebelum menikah justru banyak dilakukan oleh remaja yang berpacaran. Meskipun tidak semua remaja berpacaran melakukan hal tersebut, tetapi dari fakta menunjukkan kecenderungan yang mengkhawatirkan dan memprihatinkan. Ironisnya berdasarkan hasil penelitian BKKBN (2008) alasan remaja melakukan perilaku seks dalam pacaran 26% karena dorongan seks, 17% ungkapan rasa cinta, 17% untuk kesenangan, 13% dipaksa atau diajak pacar, 10% agar dianggap modern, 8% uji keperawanan atau keperjakaan, 5% adanya imbalan, dan 3% untuk mengatasi stress. Perkembangan zaman saat ini ikut mempengaruhi perilaku seksual remaja berpacaran, tidak semua remaja menilai bahwa perilaku seksual dalam pacaran itu negatif, misalnya dapat dilihat bahwa hal-hal yang ditabukan oleh remaja sebelumnya seperti berciuman dan bercumbu kini telah dibenarkan oleh remaja sekarang, bahkan ada sebagian kecil dari remaja setuju dengan seks bebas, hal ini akan mengakibatkan terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan, dan dapat memunculkan terjadinya aborsi, penyakit menular seks, HIV atau AIDS, dan kematian (Delameter, 2007). Perilaku seksual dianggap sebagai hal yang biasa di kalangan remaja, bahkan tidak sedikit yang menjadikan sebagai kebutuhan yang harus dipenuhi oleh remaja. Sekarang ini remaja cenderung bersikap permisif terhadap seks bebas. Pernyataan ini 1
Sudah menjadi rahasia umum di negara kita bahwa berurusan dengan birokrasi pemerintah identik dengan prosedur yang berbelit-belit, tidak ada kepastian waktu, biaya mahal, dan sikap aparat yang tidak ramah kepada warga masyarakat. Citra buruk pelayanan publik seperti ini seakan tidak mengalami perubahan berarti semenjak era reformasi berjalan. Birokrasi berserta pejabat publik di dalamnya seolah masih memelihara budaya dan mindset kekuasaan, bukannya mengembangkan suatu budaya baru pelayanan kepada warga negara. Birokrasi masih menampakkan wajah sebagai penguasa di hadapan rakyat, bukannya sebagai 'penyedia layanan' yang senantiasa harus mendengar apa yang menjadi aspirasi pelayanan warga pengguna layanan. Pada suatu rapat dengar pendapat yang diselenggarakan oleh Komisi II DPR RI untuk mencari masukan seputar penyusunan RUU Pelayanan Publik baru-baru ini, permasalahan dasar buruknya kinerja pelayanan publik di Indonesia adalah pada aspek kompetensi dan motivasi aparat birokrasi yang begitu rendah. Bahkan, sebagian besar aparat birokrasi pemerintah belum menyadari bahwa mereka sebenarnya digaji oleh rakyat untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada warga masyarakat (Kompas, 15 Februari 2007). Masih adanya budaya dan mindset yang keliru ini menyebabkan cara pandang birokrasi terhadap warga masyarakat tak ubahnya memposisikan warga sebagai obyek pelayanan yang harus melayani apa yang menjadi keinginan para pejabat birokrasi. Tampaknya kebijakan pemerintah untuk menaikkan gaji PNS selama ini belum banyak memberikan dampak pada perubahan perbaikan kinerja pelayanan publik sesuai yang diharapkan oleh warga masyarakat.
it is about local regulation for upgrade public service in Mataram City area.
Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.