Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
…
20 pages
1 file
Banyak juga pantun telah menggunakan peribahasa (termasuk bidalan, pepatah, perumpamaan dan simpulan bahasa). Yang disenaraikan ini cumalah contoh pantun seumpama itu dalam bentuk empat kerat. Ini disebabkan peribahasa juga digunakan dalam pantun dua kerat, enam kerat, lapan kerat dan lain-lain, termasuk pantun berkait.
GENTA BAHTERA: Jurnal Ilmiah Kebahasaan dan Kesastraan
AbstrakPeribahasa merupakan ungkapan tradisional yang menjadi bagian dari sastra lisan. Di Masyarakat Rejang, peribahasa tersebut dimunculkan secara lisan di acara adat seperti pernikahan dan dimunculkan dalam peraturan adat Rejang. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peribahasa dari Msayarakat Rejang khususnya masyarakat Kabupaten Rejang Lebong. Peribahasa tersebut dideskripsikan dari aturan adat yang sudah direkam dalam bentuk tulis yaitu Kelpeak Ukum Adat (Hukum Adat Rejang). Penelitian ini juga untuk mengetahui fungsi dari peribahasa tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif yang bersumber dari hukum adat Rejang yaitu Kelpeak Ukum Adat Ngen Riyan Ca’o Kutei Jang yang memuat tentang tata cara bermasyarakat, hak dan kewajiban masyarakat, adat pernikahan, warisan, tarian, kepemimpinan, busana, bahasa, dan tulisan. Penelitian ini menitikberatkan pada analisis dokumen. Hasil yang didapatkan, bahwa 29 peribahasa yang ditemukan dalam...
Pantun berkait dalam kerja dokumentasi ini terdiri daripada pantun empat kerat yang baris kedua dan keempat dalam kerat (rangkap) pertamanya diulang pada baris pertama dan ketiga dalam kerat (rangkap) keduanya. Pengulangan itu berterusan dalam kerat-kerat yang lain sehingga tamat pantun itu. Ini bermakna pantun berkait mesti adalah pantun dua kerat seperti yang ditunjukkan dalam pantun no. 13, 14, 21, 22, 23, 41, 42, dan 46 dalam makalah ini. Selain itu, rima akhir pantun berkait berselang seli dengan strukturnya, sementara isi keseluruhan pantun itu ada kaitan antara satu kerat dengan yang lain. Dengan itu, pantun berkait berbeza daripada maksud pantun dua kerat, empat kerat, enam kerat dan lain-lain, iaitu sudah lengkap pada dirinya, sedangkan pantun berkait tidak. Yang menarik ialah isi pantun berkait juga bebas, dalam erti kata kalau ada yang tentang kasih sayang, maka yang lain pula tentang budi bahasa dan sebagainya, seperti dalam pantun dua kerat, empat kerat, enam kerat dan lain-lain yang ditunjukkan dalam contoh-contoh akan diberi di bawah in yang sudah dinyatan sumbernya:
1. Sudah tentu sesuatu perkara yang berlaku tentu ada sebab-sebab yang mendorongnya kerana pepohon pokok tidak akan berliuk-liuk jika tidak ditiup angin. Hakikatnya, pembentukan keperibadian mulia anakanak bermula daripada institusi keluarga.
Saat ini pendidikan karakter menjadi permbicaraan dalam setiap lini kehidupan karena salah satu uapaya yang dapat dilakukan untuk menggali karakter atau nilai-nilai dalam masyarakat adalah dengan tes bahasa sebagai identitas sosial. Walaupun penilaian karakter bisa subjektif, seperti apa yang dikatakan penulis dan bisa juga objektif. Kesubjektifan karakter mencakup keseluruhan nilai-nilai, pemikiran, dan perilaku atau perbuatan yang telah membentuk diri seseorang agar menjadi lebih baik. Keobjektifan kareakter mencakup penggunaan bahasa yang digunakan oleh penutur secara outentik. Dengan demikian, karakter dapat disebut sebagai jati diri seseorang yang telah terbentuk dalam proses kehidupan melalui bahasa oleh sejumlah nilai-nilai etis dimilikinya, berupa pola pikir, sikap, dan perilakunya. Salah satu aspek yang dibahas dalam bab enam ini adalah aspek sosiolinguistik sebagai ceriminan karakter dalam masyarakat melalui tes bahasa.
Kesopansantunan pada umumnya berkaitan dengan hubungan antara dua partisipan yang dapat disebut sebagai ‘diri sendiri’ dan ‘orang lain’. Pandangan kesantunan dalam kajian pragmatik diuraikan oleh beberapa ahli. Diantaranya adalah Leech, Robin Lakoff, Bowl dan Levinson. Prinsip kesopanan memiliki beberapa maksim, yaitu maksim kebijaksanaan (tact maxim), maksim kemurahan (generosity maxim), maksim penerimaan (approbation maxim), maksim kerendahhatian (modesty maxim), maksim kecocokan (agreement maxim), dan maksim kesimpatian (sympathy maxim). Prinsip kesopanan ini berhubungan dengan dua peserta percakapan, yakni diri sendiri (self) dan orang lain (other). Diri sendiri adalah penutur, dan orang lain adalah lawan tutur (Dewa Putu Wijana, 1996). Maksim merupakan kaidah kebahasaan di dalam interaksi lingual; kaidah-kaidah yang mengatur tindakannya, penggunaan bahasanya, dan interpretasi-interpretasinya terhadap tindakan dan ucapan lawan tuturnya. Selain itu maksim juga disebut sebagai bentuk pragmatik berdasarkan prinsip kerja sama dan prinsip kesopanan. Maksim-maksim tersebut menganjurkan agar kita mengungkapkan keyakinan-keyakinan dengan sopan dan menghindari ujaran yang tidak sopan.
2020
This study aims to describe the politeness of language in all pantun based on (1) wisdom maxims; (2) the maxim of generosity; (3) the maxim of reward; (4) the principle of praise / simplicity; (5) consensus maxim; and (6) sympathy principle. The data in this study are utterances in poetry which are categorized as polite if they are in accordance with the maximum assessment indicators and are categorized as impolite if they violate the maximum assessment indicators. Data collection techniques used in this study were observation techniques, recording techniques and data reduction. The data analysis techniques used were: (1) identifying the maxims in each speech data; (2) clarify the speech data from the identification results based on the maxims of politeness; (3) analyzing speech data based on the criteria for assessing the politeness of leech theory learning; (4) describe the results of the analysis of speech data into the principle of leech politeness. The results showed that there...
Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.
STILISTIKA: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya, 2018