Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
…
16 pages
1 file
Sebagai sebuah gagasan dan nilai, kebebasan beragama (religious freedom/ liberty, hurriyya diniyya, liberté de conscience) telah lama menjadi perhatian utama Mas Djohan Effendi baik sebagai intelektual publik maupun aktifis pluralis di Indonesia. Dalam laporan kebebasan beragama dan berkeyakinan di dunia (Freedom of Religion and Belief: a World Report, 1997) dimana Mas Djohan Effendi salah satu peneliti dan penulisnya untuk Indonesia, diakui bahwa belum ada kesepakatan mengenai norma-norma yang mengatur kebebasan berkeyakinan di seluruh dunia setelah Deklarasi Universal HAM tahun 1948. 1
Dalam hidup bermasyarakat dan bernegara, kebebasan beragama dan menjalankan keyakinan, selamanya tidak dapat dipisahkan dari kajian Hak Asasi Manusia seperti banyak digaungkan berbagai kalangan dalam beberapa dekade terakhir. Sebab diyakini bahwa persoalan beragama adalah kebutuhan dasar bagi setiap manusia, sebagai manifestasinya dari seorang hamba Tuhannya. Hal ini yang kemudian disebut sebagai Hak asasi (fundamental rights) artinya hak yang bersifat mendasar (grounded), pokok atau prinsipil. HAM menyatakan bahwa manusia memiliki hak yang bersifat mendasar. Adanya hak pada seseorang berarti bahwa ia mempunyai suatu "keistimewaan" yang membuka kemungkinan baginya untuk diperlakukan sesuai dengan "keistimewaan" yang dimilikinya. Sebaliknya juga, adanya suatu kewajiban pada seseorang berarti bahwa diminta daripadanya suatu sikap yang sesuai dengan "keistimewaan" yang ada pada orang lain. Banyaknya kekerasan yang didasari atas agama dan dimotori oleh oknum 'agama mayoritas' tentunya menjadi pertanyaan yang mendasar bagaiamana sebenarnya Islam mengatur persoalan kebebasan beragama. Mungkin masih terekam jelas bagaimana kasus penusukan terhadap jamaah Gereja HKBP di Bekasi yang terjadi beberapa hari yang lalu, hal itu semakin menjadi tanda tanya bagi kita semua kenapa hal itu bisa terjadi di Negara yang mengklain sebagai Negara demokratis dan agama mayoritasnya juga mentolerir setiap agama yanag ada di Indonesia.
Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan seperangkat hak-haknya yang menjamin haknya sebagai manusia. Hak-hak ini disebut dengan HAM yaitu yang diperoleh sejak kelahirannya sebagai manusia. HAM merupakan hak yang melekat dengan kuat dengan diri manusia dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. HAM juga merupakan suatu bentu penghargaan dan penghormatan terhadap manusia agar tidak di diskriminasi. Tuntutan HAM begitu kuatnya, maka hampir setiap kehidupan mengatasnamakan HAM, salah satunya adalah hak atas kebebasan beragama. Kebebasan tidaklah tanpa batas seperti anarkisme, tetapi dibatasi dengan hak-hak orang lain. Konsep kebebasan juga tidak selamanya satu irama tapi berbeda-beda karena perbedaan lingkungan, pendidikan, cita-cita dan generasi. Kebebasan beragama dan berkeyakinan atau keimanan merupakan persoalan yang sangat penting bagi HAM. Karena itu sering dikatakan bahwa hak dan kebebasan beragama merupakan hak asasi yang bersifat tidak dapat dikurangi dalam bentuk apapun. Hak Asasi Manusia diperolehnya dan dimilikinya sejak kelahiran dalam kehidupan masyarakat bahkan sejak dalam kandungan ibunya dan itu sudah menjadi kodratnya seorang manusia. Lalu bagaimana hak seorang anak untuk memilih agama, apakah ia harus mengikuti agama ibunya atau ia juga memiliki hak untuk memiliki agama yang berbeda dengan ibunya? Dalam hal ini penulis akan sedikit mengulas tentang hak kebebasan beragama bagi seorang anak.
2016
This research aims to collect terms of religious freedom and understanding of them from any experts. This discourse is to construct a comprehensive term of religious freedom especially to Indonesian as a multicultural society. There are many descriptions of religious freedom oriented to: freedom as a human right itself, the relation of individual and society, law that restricted people life, and the implication to life. Therefore, the wide argumentation leads people to consider all of the aspects when they discourse and imply this freedom in life. The different of these points of view could disharmonic society while in discourse and practice. As a multicultural culture, Indonesian should understand all of the aspects to life in peace. Keywords: religious freedom, multicultural society, peace
2013
This article discusses religious freedom is restricted, the state gives the right to independence freedom to the their citizens for religious affairs. But the implementation in government gives freedom to the wiggle room restrictions of religious freedom. There are so many rules that restrict the rights and freedoms of minorities and is more concerned with the majority, resulting in religious conflicts.
Lex Scientia Law Review, 2018
ABSTRAK Pembentukan hukum tidak lepas dari putusan-putusan hakim (judge made law) yang terkait dengan penegakan hukum, sedangkan penegakan hukum pada hakikatnya adalah merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum ide-ide hukum menjadi kenyataan. Tulisan ini mengkaji tentang aspek-aspek hak asasi manusia dalam negara hukum, antara hukum progresif dan hukum positif. Hukum Progresif adalah hukum pro keadilan dan pro rakyat , artinya dalam berhukum para pelaku hukum dituntut mengedepankan kejujuran, empati, kepedulian kepada rakyat dan ketulusan dalam penegakan hukum.
JURNAL CITA HUKUM, 2016
Law and Religious Freedom. Religious Freedom means the rights of person to choose and confess a religion and belief. Religious freedom also perceived, by some people, as the right to choose whatever religion and belief, without considering the rights of others. However, religious freedom is limited by Constitution of 1945 and the regulations below it. Legal policy determines the need of law enforcement consistently aiming to ensure legal certainty, justice and truth, law supremacy and the respect towards human rights. DOI: 10.15408/jch.v1i2.2989
Dina Shinta Lestari, 2019
Merurut historisnya, pembahasan mengenai prinsip kebebasan beragama dalam konstitusi, diawali setelah Rapat Besar BPUPKI pada 11 Juli 1945 yang membentuk Panitia Hukum Dasar dengan anggota 19 orang, dan diketuai oleh Soekarno. Sore harinya, Panitia Hukum Dasar menyelenggarakan rapat membicarakan hal-hal pokok yang hendak dituangkan dalam hukum dasar.Atas kebijakan Soekarno, dalam panitia itu dibentuk lagi Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar yang bertugas menyusun rancangan, Panitia kecil itu beranggotakan 6 orang antara lain Wongsonagoro, Soebardjo, Maramis, Soepomo, Soekiman dan Agus Salim.Atas usul Wongsonagoro, Soepomo ditunjuk sebagai ketua. Sebagai negara yang memiliki pijakan hukum tertinggi berupa UUD 1945, bahkan sejumlah besar kegiatan manusia juga dilindungi oleh pasal-pasalnya, termasuk yang berkatian dengan kebebasan beragama, kebebasan berekspresi, dan kebebasan politik. Ketentuan Pasal 29 UUD 1945 menjadi salah satu representasi bahwa setiap individu mendapat jaminan kemerdekaan dalam memeluk agama. Namun Pasal tersebut seolah kehilangan ruhnya ketika negara (pemerintah) berusaha membuat peraturan organiknya. Berbagai aturan yang mengkhianati prisnip kebebasan beragama secara kentara dipraktekan oleh negara setiap 77 tahunnya. Negara seolah kebingungan dalam menafsirkan Pasal 29 UUD 1945 ke dalam UU organiknya. Keagamaan itu tidak akan terjadi apabila ia memahami secara komprehensif maksud dan tafsir atas Pasal 29 UUD 1945 dan instrumen internasional yang berkaitan dengan kebebasan beragama.
AHKAM:Jurnal Ilmu Syariah, 2015
Apostasy and Religious Freedom in the Alquran. The concept of apostasy should be understood in the context of religious freedom which is a basic principle of every person under Islam. Thus, the apostate merely moves religions without participating in provocative acts against Islam and Muslims, and not having imposed sanctions in this world but in the hereafter as affirmed within the verses in the Alquran. Now, it so happens that sanctions of murder mentioned by the prophet -if hadis is viewed validly- apply to the apostate who participated in provocation and hostility contrary to the administration of Islam and Muslims. This penalty is also just able to be enforced at a new practical level, if the legal provisions have become positive law which has been made into legislation or regulation by a country, so that the law is binding and applies to all the citizens.DOI: 10.15408/ajis.v14i2.1284
Jurnal of International Relation and Global Studies, 2024
Kebebasan beragama merupakan hak asasi manusia yang fundamental dan dijamin dalam konstitusi Indonesia. Namun, realitas di lapangan menunjukkan adanya tantangan signifikan yang dihadapi oleh minoritas agama, seperti penolakan pembangunan tempat ibadah, diskriminasi, dan tindakan kekerasan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dinamika sosial dan hukum yang mempengaruhi kebebasan beragama, mengidentifikasi tantangan yang dihadapi oleh minoritas agama, serta merumuskan rekomendasi dan solusi untuk memperkuat perlindungan hak kebebasan beragama. Metode penelitian yang digunakan meliputi analisis kasus dan studi literatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor sosial seperti stereotip, diskriminasi, dan intoleransi, serta kebijakan hukum yang diskriminatif, berkontribusi terhadap pelanggaran hak kebebasan beragama. Rekomendasi yang diberikan termasuk peningkatan edukasi dan kesadaran publik tentang pluralisme agama, reformasi hukum untuk memastikan perlindungan hak minoritas agama, dan upaya kolaboratif dari berbagai pihak untuk menciptakan lingkungan yang inklusif dan menghargai hak-hak minoritas agama.
Kebebasan beragama di negara kita mengacu pada UUD 1945. Kewajiban negara melindungi dan memenuhi hak atas kebebasan beragama dan kepercayaan mengandung pengertian, bahwa negara tidak mempunyai wewenang mencampuri urusan agama dan kepercayaan setiap warga negaranya. Sebaliknya, negara harus memberikan perlindungan terhadap setiap warga negaranya untuk melaksanakan ibadah keagamaan atau kepercayaan.
Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.
Buku Sumber Hak Atas Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan di Indonesia, 2016
INTERNATIONAL CONFERENCE ON LAW AND ISLAMIC JURISPRUDENCE (ICLIJ 2017), 2017
REVELATIA: Jurnal Ilmu al-Qur`an dan Tafsir, 2021
El Madani : Jurnal Dakwah dan Komunikasi Islam
Al-Tahrir: Jurnal Pemikiran Islam, 2014
FOKUS Jurnal Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan
Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif Ledalero, 2022
Mahakarya: Jurnal Mahasiswa Ilmu Budaya
Majalah Konstitusi, April, 2020