Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
Makalah ini mengulas tentang problematika penggunaan nomenklatur dan taksonomi sejarah arsitektur di Indonesia, penataan sistem klasifikasi sejarah arsitektur di Indonesia, akar-akar nomenklatur Arsitektur Nusantara dan Arsitektur Indonesia, dan langkah-langkah untuk menuju peta besar sejarah arsitektur di Indonesia.
2019
Ibukota pada dasarnya adalah kota terpenting pada suatu negara yang biasanya difungsikan sebagai pusat pemerintahan dan administratif suatu negara. Seluruh kantor utama pemerintahan seperti istana kepresidenan, pengadilan tertinggi, dan gedung legislatif serta pejabat dan pimpinan tinggi suatu instansi difokuskan di ibukota negara. Peran ibukota sebagai jantung pemerintahan tentu membuatnya dikhususkan dan memiliiki daya tarik tersendiri yang tidak dapat diperoleh di wilayah lain negara tersebut. Hal ini membuat paradigma masyarakat terhadap ibukota sebagai tempat untuk mencari kesempatan baru dan meningkatkan kualitas hidup mereka. Konsekuensi-nya adalah kondisi ibukota akan menjadi crowded dan dampaknya meluas ke seluruh aspek kehidupan baik dari segi lingkungan maupun kinerja pemerintah. Peristiwa inilah yang terjadi di Jakarta sekarang ini. Sejarah Jakarta dalam menjadi ibukota sangatlah lama dan telah bertransformasi dari berbagai macam bentuk pemerintahan sampai pada era demokrasi sekarang ini. Kondisi ibukota Jakarta pada masa sekarang dapat dikatakan 'darurat' dengan adanya permasalahan-permasalahan seperti keterbatasan ruang terbuka, kemacetan lalu lintas, polusi udara, dan inefisiensi bahan bakar, serta penurunan air muka tanah akibat global warming. Keadaan ini menyebabkan pemerintah Indonesia cukup khawatir dengan keberadaan ibukota negara yang merupakan induk pemerintahan dalam jangka panjang. Mengingat beban tersebut, pemerintah mulai mengusulkan beberapa opsi alternatif untuk mengatasi masalah tersebut. Salah satunya adalah Pemindahan Ibukota negara. Pemerintah indonesia berniat memindahkan ibukota keluar dari pulau Jawa.
2018
Peutron Aneuk adalah membawa bayi turun ke tanah dengan suatu upacara atau ritual yang dilakukan oleh masyarakat Aceh dengan praktek yang berbeda-beda. Arti dari istilah peutron aneuk ialah menurunkan bayi dari rumah ke tanah, karena pada umumnya rumah masyarakat Aceh tempo dulu merupakan rumah panggung atau yang sering disebut sekarang sebagai rumah Aceh. Adat peutron aneuk disebut juga dengan peugidong tanoh yang merupakan kebiasaan masyarakat Gampong Tokoh membawa anak turun ke tanah. Ada juga sebagian bayi dibawa ke Mesjid, kemudian dimandikan oleh salah satu orang tua Gampong yang paham agama atau alim. Berbagai macam tempat mandi dikunjungi untuk dimandikan bayi sesuai dengan tujuan yang memiliki hajatan peutroen aneuk apakah di Mesjid, sungai, ataukah tempat lain yang dinazarkan khusus. Setelah upacara pemandian bayi selesai, maka dilanjutkan dengan acara baerzanji, yaitu mengumandangkan lagu-lagu atau shalawat yang bernuansa Islam. Setelah serangkaian acara selesai barulah bayi dibawa turun ke tanah. Adapun persiapan yang dilakukan masyarakat Gampong sebelum upacara peutron aneuk adalah sebagai berikut: 1) Rapat keluarga yang punya hajatan peutron aneuk (penentuan hari kenduri peutron aneuk). 2) Mengundang kerabat terdekat, tokoh adat dan agama serta masyarakat lainnya untuk datang pada hari dan tanggal yang sudah ditetapkan pada ritual peutron aneuk. 3) Mempersiapkan bahan-bahan kenduri sesuai dengan kemampuan yang punya hajatan peutron aneuk. 4) Mempersiapkan bahan-bahan yang digunakan pada saat peutron aneuk. Secara keseluruhan tradisi peutron aneuk di masyarakat disesuaikan dengan syariat Islam. Oleh karenaya peutron aneuk itu sendiri dilakukan dengan sunnah Rasul yaitu aqiqah dan pemberian nama, yang dilakukan pada hari ketujuh.
Abstraksi Negara Kesatuan Republik Indonesia dibentuk oleh wilayah-wilayah yang memiliki bermacam-macam karakteristik, bahasa, nilai-nilai, dan simbol-simbol yang unik dan berasal dari budaya masyarakat Indonesia. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui elemen-elemen yang mendorong timbulnya kearifan lokal dalam arsitektur di nusantara ini. Menggunakan metode kualitatif-rasionalistik ditemukan hasil bahwa elemen pendorong timbulnya suatu kearifan lokal adalah elemen manusia beserta pola pikirannya, dan elemen alam beserta iklimnya. Terbukti dengan pola pikir mereka yang menghasilkan kebijaksanaan mereka dalam menyusun pengetahuan yang dianggap baik bagi kehidupan mereka seperti hukum adat, tata kelola, dan tata cara untuk aktivitas mereka sehari-hari. Oleh sebab itulah maka kearifan lokal dalam arsitektur menjadi sangat penting perannya dalam menjaga dan mempertahankan kelestarian budaya Indonesia.
Garis resmi rezim Suharto bahwa Indonesia adalah bangsa yang tidak memiliki penduduk asli, atau bahwa semua orang Indonesia dikategorikan "pribumi" yang diakui secara internasional dan masyarakat suku" (sebagaimana didefinisikan dalam konvensi Organisasi Buruh Internasional 169). Di bawah Suharto, semboyan nasional "Bhinneka Tunggal Ika" dan
Arsitektur adalah seni dan ilmu dalam merancang bangunan. Dalam artian yang lebih luas, arsitektur mencakup merancang dan membangun keseluruhan lingkungan binaan, mulai dari level makro yaitu perencanaan kota, perancangan perkotaan, arsitektur lansekap, hingga ke level mikro yaitu desain bangunan, desain perabot dan desain produk. Arsitektur lahir dari dinamika antara kebutuhan (kebutuhan kondisi lingkungan yang kondusif, keamanan, dsb), dan cara (bahan bangunan yang tersedia dan teknologi konstruksi).
Relasi antar umat beragama di Indonesia mengalami beberapa persoalan yang eskalasinya meningkat pada masa reformasi. Persoalan tersebut menimbulkan berbagai dampak seperti diskriminasi bahkan persekusi. Kelompokkelompok yang disebut sebagai kelompok minoritas keagamaan seperti Kristen di Bogor, Ahmadiyah di Bogor, dan Syiah di Sampang menjadi contoh kelompokkelompok yang mengalami hal tersebut. Dalam persoalan tersebut, Gerakan Pemuda Ansor mengambil peranan sebagai kelompok yang melakukan pembelaan dan advokasi terhadap kelompok-kelompok tersebut.
Mencipta dan menata ruang arsitektur, atau lebih spesifik lagi ruang kota, sesungguhnya adalah menata citra dan identitas bangsa.
Karya tulis ini awalnya diarahkan sebagai upaya deskriptif terhadap bangunan arsitektur filsafat ilmu Islam, yang serlanjutnya dilihat sebagai bentuk kritis terhadap bangunan epistemologi Barat modern. Namun tidak berhenti di sana, karya ini dimaksudkan juga mengatasi tensi epistemologi Islam dan Barat ke arah kesepahaman menuju integrasi epistemologi yang diharapkan dapat membangun kembali tradisi keilmuan ke arah keterbukaan.
ARTEKS Jurnal Teknik Arsitektur, 2019
Keberadaan bangunan hunian yang terserak di kawasan kepulauan nusantara yang selama berabad abad hadir dan meninggalkan jejak panjang baik secara budaya maupun sosial dan menyatu dengan kehidupan masyarakat pemiliknya memiliki kekayaan nilai kearifan lokal yang luar biasa. Realitas ini membawa pada kesadaran logis para peneliti dan pemerhati hubungan budaya konsep dan budaya material yang tidak saja untuk dikaji dan diungkapkan secara tekstual namun juga penting untuk didokumentasikan dalam rangka menambah kekayaan informasi dan dokumentasi aset budaya dan arsitektur yang pada akhirnya akan memberikan kontribusi pada misi utamanya yaitu mengembangkan ilmu pengetahuan Arsitektur. Subroto (2008) menyatakan bahwa pada hakikatnya ilmu pengetahuan digunakan untuk menjelaskan prinsip dasar yang terkandung dalam pengetahuan yang telah diketahui sebelumnya sebagai unsur penting dari ilmu pengetahuan itu sendiri. Kajian ilmiah terkait Arsitektur Vernakular di Indonesia di tataran saintifik pada hakikatnya masih perlu diintensifkan. Beberapa di antaranya yang telah mewarnai khasanah narasi tekstual terkait objek arsitektur yang dibangun oleh masyarakat lokal tanpa intervensi peran arsitek adalah tulisan Paul Oliver (2006) yang berjudul Built to Meet Needs: Cultural Issues in Vernacular Architecture serta Roxana Waterson (1990) yang menulis fenomena arsitektur vernakular di kawasan Asia Tenggara dalam bukunya yang berjudul The Living House: An Anthropology of Architecture in SouthEast Asia. Selain itu terdapat 2 (dua) serial buku berjudul Indonesian Houses Volume 1 terkait tradisi dan transformasinya dalam arsitektur vernakular serta Indonesian Houses Volume 2 terkait survei vernakular arsitektur di Indonesia Timur yang terbit pada 2003 dan diedit oleh Reimar Schefold dkk melengkapi telaah khasanah narasi tekstual ruang hunian di kepulauan nusantara. Eksplorasi terhadap fenomena arsitektur hingga bermuara pada diketahuinya makna simbolik yang termuat di dalamnya perlu dilakukan melalui proses panjang. Secara umum dikatakan oleh Subroto (2017) bahwa proses memahami alam dan budaya masyarakat diperoleh melalui proses eksplorasi yang mendalam untuk menguraikannya. Hal ini dilakukan karena makna simbolis dan nilai filosofis kebudayaan setempat telah menyatu secara inheren atau bersenyawa dengan bangunannya. Hal tersebut menyebabkan sinerji nilai (value) kebudayaan dengan elemen bangunan menjadi sangat sulit untuk dikenali dan dipahami tanpa dilakukan
Definisi dan Karakteristik Arsitektur & Kota Islam
Sufyan Ilyas, 2015
Aceh merupakan wilayah yang menarik perhatian masyarakat di Indonesia maupun di dunia Internasional pada masa yang lalu, saat ini, atau mungkin masa yang akan datang. Perkembangan sejarah dan peradaban suku bangsa Aceh pun menjadi perhatian para ahli sejarah, karena suku Aceh memiliki keunikan tersendiri, terutama banyaknya integrasi etnik atau campuran etnik yang akhirnya terjadilah suatu etnik Aceh. Aceh dalam sejarahnya yang panjang juga memiliki dinamika, pasang surut dan dikagumi oleh kawan dan lawan. Negeri yang berada di ujung pulau Sumatera, menurut komentar-komentar pengkaji memiliki masyarakat yang unik, misalnya disebutkan berani, ulet, tanpa mengenal menyerah dan sebagainya. Namun dalam sisi lain, masyarakat atau orang Aceh cenderung familier, mudah dalam bergaul dengan siapa saja. Kalau pada era kesultanan Aceh begitu terkenal pada bangsa-bangsa di timur dan Barat, hal itu tidak terlepas sifatnya yang ramah dan amat menghormati tamu. Kalaulah sekarang ini setiap Negara lebih tergiur dengan investor asing, demikian juga yang terjadi pada zaman kesultanan. Hanya saja dalam istilah yang berbeda, yaitu dalam kerjasama perdagangan. Dalam hal ini Aceh begitu dikenal di dunia Internasional. Dengan memiliki sifat ramah dalam menerima tamu dan ditambah sumber daya alam yang melimpah hingga sekarang ini, Aceh dikenal secara mendunia. Ditambah lagi prahara kehidupan masyarakat Aceh akibat konflik berkepanjangan serta gempa dan tsunami yang melanda bumi Aceh.
Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.