Academia.eduAcademia.edu

MORALITAS POLITIK SANTRI TERBANG TINGGI

Abstract

Abstrak Prilaku korupsi di Indonesia telah menjadi budaya. Hampir semua sector memiliki potensi korupsi, mulai dari kalangan elit sampai masyarakat biasa. Tidak hanya menjangkiti kalangan yag tidak tahu agama, orang yang ahli agamapun berpotensi terserang penyakit korupsi. Sudah banyak peristiwa korupsi yang melibatkan tokoh agama yang berada di kementerian agama, dan bahkan masih segar dalam ingatan kita, mantan menteri agama terjangkit kasus korupsi dan mendekam di dalam penjara, yang notabenenya memiliki pemikiran agama yang luas. Dan masih banyak lagi tokoh-tokoh agama di daerah yang terjebak lakon korupsi. Kasus ini hanya sedikit gambaran dari demoralisasi politik santri. Pada taraf inilah, rumusan masalah yang diangkat adalah bagaimana terjadinya demoralisasi politisk santri? Untuk menjawab ini, penulis menggunakan metode analisis wacana kritis (critical discourse analysis) dengan pendekatan dekonstruksi Derrida untuk membongkar ekuivokasi (pengelakan) politik santri A. PENDAHULUAN Dewasa ini kita masyarakat Indonesia dikejutkan dengan maraknya penangkapan para koruptor oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), lebih khususnya adalah para pejabat pemerintah. Pera pejabat tidak hanya dari kalangan nasionalis, tetapi juga tidak sedikit dar kalangan santri yang merasakan perihnya bui. Hal ini terjadi karena kuatnya cengkeraman " libibo " politik santri menuntun nurani bergerak dalam medan kuasa dan kepentingan. Era reformasi menjadi sejarah bangkitnya kaum santri berpolitik praksis, sehingga membuat partai politik berlabel agama gandrung dilakukan kalangan santri. Santri berpolitik bukanlah hal yang buruk selama masih memiliki semangat mengabdi dan menegakkan moral politik. Realitas ini membuktikan kaum santri bergerak selaras dengan gerakan Islam yang tidak pernah padam dalam pergulatan politik untuk memperjuangkan moralitas kebenaran dengan cara merebut kuasa atas nama rakyat. Pada taraf inilah, tidak jarang, kaum santri terpeleset dalam jurang immoral dan bahkan mempertontonkan prilaku amoral. Padahal kaum santri dituntut menjadi suri tauladan bagi masyarakat dalam berbagai dimensi sosialnya. Dorongan syahwat politik yang sangat besar merupakan gejala laten yang menyeret sejumlah kaum santri untuk kembali " mondok " rutan prodeo yang ditengarai sebagai perjuangan politik yang menyimpang dari prinsip moralitas. Oleh karena itulah, penyimpangan dan penyelewengan moral dapat dikatakan sebagai (gejala) demoralisasi politik santri. Untuk meraih kekuasaan, kaum santri menghalalkan segala cara. Peristiwa yang tampak adalah menjadikan santri dan kroni-kroninya sebagai obyek fatwa lisan tak tertulis. Fatwa tersebut mengisyaratkan untuk memilih yang didukungnya atau memilih dirinya sendiri. Pada taraf inilah, santri yang memiliki konstituen banyak telah menggeser peranannya menjadi politic broken. Realitas diatas menjadi bukti lemahnya teori Clifford Geertz yang mengatakan bahwa kaum santri merupakan bangunan yang di monopoli oleh orang-orang