Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
…
15 pages
1 file
terorisme adalah salah satu masalah yang perlu penanganan intensif karena korban yang ditimbulkan bisa mencapai ribuan orang. apa itu terorisme? bagaimana kaitannya dengan kriminologi?
Seberapa jauh novel-novel Indonesia merepresentasikan terorisme? Penelusuran terhadap pertanyaan tersebut membutuhkan adanya batasan dan ruang lingkup mengenai konsep terorisme. Selama ini ada semacam kerancuan, penyempitan, bahkan pemutarbalikkan makna berkaitan dengan apa itu terorisme. Tentu saja pemaknaan terhadap pengertian teror (terorisme) berpengaruh terhadap wacana teror di dalam novel-novel. Tulisan ini melakukan penelusuran terhadap beberapa novel untuk mengetahui mengapa wacana teror dihadirkan dalam bentuk-bentuk yang mungkin berlainan. Selain itu, apakah wacana teror itu sesuai dengan kehendak kekuasaan, ataukah secara implisit menegaskan makna-makna yang berbeda, akan menjadi pertanyaan-pertanyaan selanjutnya yang berusaha dijawab tulisan ini.
Sebagaimana diuraikan pada bab sebelumnya, istilah terorisme mengandung pengertian yang luas. Karena itu, ketika mendiskusikan istilah terorisme, ia tidak mengacu kepada suatu definisi tunggal. Ini juga yang menjadi jadi satu alasan mengapa PBB dan sejumlah besar negara di dunia belum mencapai satu konsensus tentang terorisme. Akan berbahaya jika kita secara terburu-buru mempersepsikan terorisme dengan " kekerasan politik ". Sebab dalam dunia politik dan kenegaraan, kekerasan politik bisa mengambil banyak bentuk dan tipe, bergantung pada konteks lokal dan nasional di negara yang bersangkutan. Atas pertimbangan ini, memposisikan kekerasan politik sebagai sesuatu yang sama dengan terorisme atau secara sederhana menjadikanya sebagai sub-kategori terorisme akan keliru (Schmid, 2011: 5). Satu hal yang perlu dicatat adalah, gerakan terorisme tidak muncul secara tiba-tiba. Dari berbagai penelusuran tentang gagasan, jaringan, sel dan organisasi politik radikal, bisa dilihat bahwa terorisme adalah fenomena sosial, politik dan kekerasan yang terbentuk dalam rentang waktu yang panjang. Mengonseptualisasikan terorisme dan paham radikalisme dalam cara ini mengandaikan suatu pemahaman bahwa perkembangan gerakan atau organisasi terorisme biasanya terkait erat dengan dengan proses-proses historis pembentukan negara (state formation). Pada bab ini akan dipaparkan bagaimana gagasan, jaringan, sel atau organisasi terorisme muncul dalam suatu negara. Dengan demikian hubungan antara negara, masyarakat, dan gerakan perlawanan menjadi topik bahasan utama. Proses-proses historis dalam pembentukan negara, khususnya dalam konteks memperebutkan visi dominan dan bentuk-bentuk kehidupan yang dicita-citakan mengandaikan adanya kelompok yang berhasil dalam perebutan visi tadi dan ada pula yang gagal (winners and losers). Ketidaksiapan salah satu dari keduanya dalam melakukan stabilisasi tatanan kehidupan bernegara dan mengorganisir kembali kekuatan mereka dalam konteks kehidupan sipil berpotensi untuk memicu munculnya fenomena terorisme, baik yang dijalankan negara/rezim ataupun yang dilakukan oleh gerakan-gerakan perlawanan. Karena itu, pembahasan dalam bab ini diarahkan pada dua topik utama. Pertama adalah tentang terorisme yang dilakukan atau disponsori negara. Dalam tataran ini, negara menjadi arena perebutan, baik dalam hal visi, ideologi, maupun institusi, antara kelompok yang telah berkuasa maupun kelompok yang ingin menggulingkan kekuasaan yang telah diakui. Pada sejumlah kecil kasus, negara sendiri melakukan teror terhadap warganya yang memberontak atau
Filsafat Islam, 2019
Abstrak: Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki jumlah penduduk pemeluk agama Islam terbanyak didunia, selain itu Indonesia terdiri dari berbagai kemajemukan. Permasalahan fanatisme buta menjadi salah satu masalah di Negeri ini. Kesalahan memahami konsep jihad serta doktrin-doktrin radikal seringakali menjadikan penyebab maraknya peristiiwa teror ditengah-tengah masayarakat bom bunuh diri di Bali, bom bunuh diri di hotel dan gereja di kota Surabaya. Kesalahan memahami konsep jihad ini kerapkali menjadi alasan mendasar yang mengakibatkan dogma bahwa Islam adalah agama yang identik dengan kekerasan dan terorisme. Hipotesa ini adalah sesuatu hal yang wajar, mengingat berbagai peristiwa terorisme di berbagai tempat di belahan dunia dengan senantiasa mengatasnamakan jihad yang dilakukan umat Islam sebagai bentuk ketaatan pada firman Allah. Hal ini menimbulkan berbagai masalah yang akan berimplikasi pada menurunnya stabilitas nasional, bahkan menjadi sorotan dari berbagai belahan dunia. Oleh karena itu diperlukan adanya pelurusan pemahaman terhadap agama sehingga pemeluk agama menyadari bahwa pluralitas adalah sebuah keniscayaan. Kata Kunci : Islam, Terorisme. Indonesia A. Pendahuluan Terorisme merupakan salah satu pembahasan yang sering menjadi topik pembicaraan oleh kalangan akademisi dan para ahli. Beberapa penyebab terjadinya peristiwa terorisme banyak terjadi dikarenakan penyesatan dan doktrin yang menyalah artikan konsep jihad dalam Islam. Di Indonesia banyak terjadi peristiwa-peristiwa yang mengatasnamakan sebagai gerakan jihad, dengan berbagai macam sekenario yang sudah dirancang sebelumnya, seperti contoh bom bunuh diri di Bali, bom bunuh diri di hotel dan gereja di kota Surabaya. Diluar negeripun kerapkali banyak propaganda yang dilakukan oleh orang-orang non muslim, yang salah satunya dimanfaatkan untuk merusak citra Islam dikanca dunia, sehingga Islam terkesan sebagai agama yang penuh dengan kekerasan, penuh dengan teror dan sarat akan pertumpahan darah. Peristiwa terorisme di Indonesia erat kaitanya dengan Islam fundamentalis yang menyimpang sekaligus memiliki paham yang radikal. Fundamentalisme Islam di Indonesia dapat dibagi menjadi dua: tradisional dan modern. Fundamentalisme tradisional diwakili
Center (WTC) di Amerika tanggal 11 september 2001. Aksi-aksi yang dilakukan oleh para teroris juga sudah banyak kita dengar dimana-mana melalui media masa dan banyak aksi teror tersebut tidak hanya ada di suatu wilayah atau daerah tetapi kelompok ini mempunyai jaringan internasional. Tidak hanya di Timur Tengah , jaringan teroris juga menyebar sampai ke Asia Tenggara dan Indonesia juga menjadi negara yang menjadi sasaran aksi teror tetapi bahkan menjadi pusat dari jaringan di kawasan. Aksi teroris ini ini membuat masyarakat cemas karena serangan yang mengejutkan , sasaran yang sulit terlacak dan tentu menimbulkan korban jiwa.
Abstract: Gratification in The Constitutional Court and Discourse of Death Penalty. The gratification case done by an ex-governor and an ex-judge of The Constitutional Court is very irony. As the last gate guard in low enforcement, the Court which concerns in struggling justice has “fallen off” due to greasing the palm done by the ex-chief judge. In view of Islamic perspective, the gratification crime belongs to jarîmah ta’zîr, a punishment relates to the policy of local government. It does not belong to jarîmah qishâs or hudûd which the punishment is determinated by the Qur’an and hadîts. Hence, there is discourse of death penalty for the gratification case in The Constitutional Court in order to make wary effect. It is because one of the ta’zîr punishments is death penalty that causes big hazard effect for all
Terorisme adalah sebuah faham yang berpendapat bahwa penggunaan cara-cara kekerasan, intimidasi dan semacamnya yang menimbulkan kecemasan dan ketakutan, bahkan tejadinya korban jiwa dan harta, untuk mencapai tujuan, baik secara individu maupu secara berkelompok atau dalam sebuah organisasi, yang mempunyai jaringan yang luas, baik berskala nasional maupun internasioanal. Secara akademisi, terorisme dikategorikan sebagai "kejahatan luar biasa" dan dikategorikan pula sebagai "kejahatan terhadap kemanusiaan", yang tidak berprikemanusiaan. Mengingat kategori yang demikian itu, maka pemberantasannya tentulah tidak dapat menggunakan cara-cara yang biasa sebagaimana menangani tindak pidana biasa seperti pencurian, pembunuhan atau penganiayaan. Gerakan-gerakan terorisme selalu menggunakan ancaman atau tindak kekerasan yang mengancam keselamatan jiwa dan harta tanpa memilih-milih siapa yang akan menjadi korbannya. Terorisme memiliki sejarah yang panjang dan perkembangannya mengikuti perkembangan kehidupan manusia dengan situasi yang mendukungnya, sehingga semakin canggih teknologi yang dimiliki oleh manusia, maka jaringan dan tindakan criminal teroris akan semakin mudah melakukan teror dimanapun dan kapanpun, dan terror dimasa sekarang ini fenomenanya berubah-ubah dan dampaknya sangat dirasakan oleh masyarakat luas. Apalagi dengan berkembangnya persaingan ekonomi, perdagangan dan industeri ditambah dengan teknologi informasi yang semakin modern, memberi banyak peluang kepada negara-negara besar dalam menancapkan pengaruhnya, yang melahirkan proses globalisasi dan modernisasi, yang pada akhirnya menjadi lahan subur bagi perkembangan terorisme. Kemudahan menciptakan ketakutan dengan teknologi tinggi dan liputan media yang luas membuat jaringan dan tindakan teror semakin dapat mencapai tujuannya.
Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.
Jundi Satya Pragosa, 2019
Journal of Terrorism Studies, 2021
Jurnal Paradigma, 2017