Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
2014
…
12 pages
1 file
Penelitian tentang degradasi surfaktan menggunakan metode fenton dibuat secara sintetik dengan konsentrasi 20,40 dan 60 ppm dengan masa degradasi 0,20,40,60,80,100 menit. Pengolahan metode fenton menggunakan reagen H2O2 30% dan besi sulfat 100 ppm. Pengolahan limbah surfaktan dilakukan pada pH 3 dengan penambahan NaOH dan HCl 0,1 N pada suhu 27 0C. Metode fenton menghasilkan radikal hidroksil (gugus reaktif) yang dapat memutuskan rantai siklik pada surfaktan sehingga konsentrasinya mengalami penurunan signifikan menjadi 0,65;0,75;0,75 ppm. Pada penelitian ini tetapan kinetika pada metode fenton mengikuti orde 1 dengan nilai koofesien determinasi 0,93;0,97 dan 0,99.
ABSTRAK OPTIMASI PROSES DEGRADASI LIMBAH WARNA OLEH KATALIS HETEROGEN Fe 3 O 4 /SiO 2 MENGGUNAKAN METODE FOTO FENTON. Degradasi warna merah dalam limbah batik telah dilakukan dengan metode foto fenton menggunakan katalis heterogen Fe 3 O 4 /SiO 2. Untuk meningkatkan efektivitas katalis heterogen Fe 3 O 4 , telah dilakukan eksperimen pelapisan Fe 3 O 4 dengan SiO 2 menggunakan larutan Tetraethyl orto silicate (TEOS) dengan metode sol-gel. Untuk mengetahui uji kinerja katalitik Fe 3 O 4 /SiO 2 hasil sintesis dilakukan percobaan degradasi warna merah dalam limbah batik dengan metode foto fenton. Parameter percobaan yang dilakukan adalah pH larutan limbah, waktu iradiasi, jumlah katalis, dan jenis katalis. Kondisi optimum pada degradasi warna merah dalam limbah batik oleh katalis heterogen Fe 3 O 4 /SiO 2 dicapai pada pH 5-7, waktu iradiasi 150 menit, jumlah H 2 O 2 25 mL, dan jumlah katalis 50 mg/50 mL limbah. Pada kondisi optimum tersebut efisiensi degradasi mencapai 94,5%, hasil ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan penggunaan katalis Fe 3 O 4 yang hanya mencapai 78%. Kata-kata kunci: Fenton, foto fenton ,katalis heterogen, katalis homogen, degradasi, Fe 3 O 4 , SiO 2 ABSTRACT OPTIMIZATION OF DEGRADATION PROCESS OF DYES BY HETEROGENEOUS CATALYST OF Fe 3 O 4 /SiO 2 USING PHOTO FENTON METHOD. Degradtion of red color on the waste of batik has been carried out with photo Fenton method using heterogeneous catalyst Fe 3 O 4 /SiO 2. To increase the effectiveness of heterogeneous catalysts Fe 3 O 4 , have been carried out of experiments Fe 3 O 4 coated by SiO 2 using a solution Tetraethyl ortho silicate (TEOS) with the sol-gel method. Photocatalytic performance test of Fe 3 O 4 /SiO 2 synthesized have been conducted for degrading of colour red in batik waste. Parameters experiments conducted are pH, irradiation time, the amount of catalyst, and the type of catalyst. The optimum condition on degradation of red colour in batik waste by heterogeneous catalyst Fe 3 O 4 /SiO 2 achieved at pH 5-7, irradiation time of 150 minutes, the amount of H 2 O 2 25 mL, and the amount of catalyst 50 mg/50 mL waste. In those conditions the degradation efficiency reached 94.5%, these result is higher when compared with the use of catalysts Fe 3 O 4 which only reached 78%.
Arif Syamsudin, 2022
Morfologi grafit dan bentuk matrik mikrostruktur material mempunyai pengaruh besar terhadap sifat mekanik dan sifat fisik. Degenerasi morfologi grafit kadang masih tidak seperti yang diharapkan, begitu juga susunan matrik mikrostrukturnya. Tujuan dari penelitian ini adalah memperbaiki degenerasi grafit dalam pembuatan FCD dari menggunakan metode ladel biasa ke metode ladel sandwich. Peleburan pembuatan cairan FCD dilakukan dengan tanur induksi furnace kapasitas 900kg. sebelum penuangan dilakukan proses mg treatment menggunakan 2 ladel masing-masing kapasitas 450Kg yaitu ladel penuangan type biasa dan ladel penuangan type sandwich, pemberian Fe-Si-Mg 5,4kg dan inoculant 1,8kg. Penuangan dilakukan pada temperature antara 1450 - 1470 oC dan pada sekitar detik ke 16 s/d ke 20 setelah perlakuan mg treatment. Benda cor dalam bentuk Y blok dicetak dengan pasir CO2 proses. Degenerasi grafit dari bentuk serpihan menjadi bulat dengan metode ladel sandwich lebih baik dari metode ladel biasa. Hasil uji kuat Tarik meningkat dari 310,2 N/mm2 menjadi 429,59 N/mm2 dan elongasi bertambah dari 8,51% menjadi 18,82 % kekerasan meningkat dari 139,6 HB menjadi 176 HB
Data gradien gravitasi yang diperoleh melalui teknik pengukuran gradiometer dapat memberikan informasi bawah-permukaan yang lebih detil dibandingkan dengan data gravitasi komponen vertikal saja. Namun demikian pengukuran gradiometer relatif lebih sulit dan memerlukan peralatan khusus sehingga tidak dilakukan secara rutin. Makalah ini membahas penentuan komponen tensor gradien gravitasi dari data gravitasi komponen vertikal (gz) melalui transformasi Fourier. Metode tersebut didasarkan pada hubungan antara komponen horizontal (gx dan gy) serta gradien setiap komponen dengan komponen vertikal gravitasi (gz) dalam domain frekuensi spasial. Tensor gradien gravitasi dari model prisma menggunakan FFT dibandingkan dengan hasil forward modelling dan diperoleh RMS error maksimum 1% (data tanpa noise) dan 11% (data dengan noise 5%). Metode ini diterapkan pula pada data gravitasi dari model sintetik yang lebih kompleks dengan hasil memuaskan yang dapat membantu interpretasi. The gravity gradient obtained from gradiometer measurements give more detailed subsurface information than vertical component of gravity data. However, gradiometer measurements are more difficult and need special instruments such that they are not performed routinely. The paper describes the determination of gravity gradient tensor components from vertical component of gravity data (gz) using Fourier transformation. This technique is based on the relationship between horizontal components of gravity (gx and gy) and gradient of each components to the vertical component of gravity (gz) in the spatial frequency domain. The gravity gradient tensor of a prism model using FFT is compared to results from forward modelling and the maximum RMS error are 1% (data without noise) and 11% (data with 5% noise). The method is also applied to gravity data from a more complicated synthetic model with satisfactoy results, which help the interpretation.
ABSTRAK Terjadi retak-retak pada gedung akibat beban sementara (gempa) perlu dilakukan perbaikan konstruksi dengan jalan memberikan perkuatan pada struktur konstruksi tersebut. Dengan kemajuan teknologi yang ada saat ini perbaikan dapat dilakukan dengan cara memberikan perkuatan dengan memperbesar kolom atau balok yang ada atau memberikan tambahan dengan profil baja ataupun dengan memberikan pemasukan bahan adixtiv kedalam beton baik berupa injeksi ataupun grouting. Perkuatan dilakukan dengan metode grouting dengan menyuntikan bahan perekat pada retak beton yang retaknya antara 0,2 mm sampai dengan 5,00 mm agar menjadi satu kesatuan kembali (homogen) dan metode perkuatan pada struktur beton adalah dengan reinforcing atau dengan menambah baja tulangan dengan menggunakan bahan serat delas/ glass fiber, sehingga retak beton dapat diperbaiki dan komponen beton dapat berfungsi kembali sebagaimana mestinya.
ABSTRAK Dekonstruksi merupakan suatu aliran arsitektur atau dapat dikatakan sebagai suatu langgam arsitektur yang mencoba melepaskan diri dari belenggu bentuk simetris dan taat aturan berkonstruksi. Benarkah dekonstruksi anti ratio? Ataukah aliran dekonstruksi murni conjecture?. Dalam paper ini saya mencoba mengaitkan (membaca) suatu bangunan dekosntruksi dengan metode ratio, intuition, knowing that, knowing how yang bermuara pada konsep conjecutre dan refutation. Karena tidak mungkin sebuah wujud arsitektur itu terbentuk tanpa sebuah pola metode desain. Obyek studi yang saya ambil adalah hotel Marques de Riscal winery karya masterpiece Frank Gerhy. Diharapkan dengan kajian obyek studi ini dapat mengungkapkan abstaksi sang designer deconstruction architecture. Alat membaca dari studi kasus ini yakni mengaitkan (relasi) teori conjecture dan refutation. PENDAHULUAN Munculnya arsitektur modern sekarang ini memberi nuansa baru dalam wujud arsitektur. Kehadiran bentuk arsitektur modern yang menjadi fenomena desain yang serba gigantik, dan terlepas dari belenggu aturan adalah arsitektur dekonstruksi. Filosofis konsep dekonstruksi ini diperkenalkan oleh Jacques Derrida (1930-2004). Konsep dekonstruksi tidak mudah disampaikan dan tidak mudah diterima, tidak seperti pemahaman umum orang tentang kosntruksi. Kemunculan konsep dekonstruksi pada dunia arsitektur yakni pada tahun 1988 dalam sebuah diskusi Academy Forum di Tate Galerry, London. Konsep ini ada kaitannya dengan slogan " Design = Ratio + Intuition ". Konsep " intuition " ini diperkenalkan oleh Henry Bergson (1859-1941) sebagai " bentuk baru pendekatan ilmiah " disamping " ratio " yang sudah lama dikenal. Kedua teori ini muncul lagi ketika lahirnya wujud arsitektur dekonstruksi, akibat kesan dekonstruksi yang anti method. " Ratio " sebagai instrumen untuk mendesain bagi saya sudah jelas; namun " intuition " adalah sesuatu yang menantang untuk digali lebih jauh; apa maksud dari " intuition " ini?, apakah " intuition " ini adalah sesuatu yang bisa diukur? Real atau abstrak jika dikaitkan dengan teori conjecture dan refutation? Subyektif atau obyektif dalam desain dekonstruksi serta bagaimana intuition ini bisa menjadi bagian dan berperan dalam metode desain tersebut?. Kemudian saya menemukan juga konsep " knowing that " dan " knowing how " dari Robert Ryle (1900-1976) ketika arsitektur dekonstruksi dihadapkan dengan teori fungsi-bentuk-dan makna. Dari isu teori-teori ini saya ingin mengkaji relasi teori tersebut (intuition, ratio, conjecture, refutation dan knowing that serta knowing how dalam wujud desain dekonstruksi. PEMBAHASAN 1. " Ratio = Refutation " dan " Intuition = Conjecture " Henry Bergson dalam bukunya " An Introduction to Methapysic " memperkenalkan sebuah teori yang menghantarnya meraih penghargaan Nobel (1927). Bergson menyatakan bahwa ada dua cara untuk mengenali (to know) obyek, yaitu dengan pendekatan " absolut " dan pendekatan " relatif ". " Absolut " adalah pendekatan dengan " ratio " ; sedangkan " relatif " adalah pendekatan " intuition ". Menurut Bergson, ketika berhadapan dengan obyek, " ratio " bekerja dengan menggunakan berbagai simbol untuk mengekspresikan temuannya dan menghasilkan suatu pengetahuan yang bersifat relatif (masih bisa salah). Sedangkan " intuition " merupakan metode " berpikir dalam durasi " dan mencerminkan
Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.
SUATU PERSPEKTIF DEGRADASI LINGKUNGAN , 2017
Abdul Karim Syahputra, 2021
Guru Tua : Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran , 2019