Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
…
7 pages
1 file
Alam semesta yang ada dan tercipta secara struktural dan teratur memampukan setiap makhluk hidup untuk hidup, tumbuh dan berkembang di dalamnya. Segala keteraturan dan daya yang amat luar biasa ini diyakini sebagai suatu anugerah karya ciptaan Tuhan yang amat luar biasa.
karlina , 2016
argument bagaimana, penciptaan dan posisi Tuhan dalam penciptaan ALAM RAY
ULUMUNA, 2013
Human beings are mysterious. Although various studies about humans have been conducted, they fail to totally comprehend them. Therefore, studies about humans are always interesting topics, especially if they attempt to reveal non-physical aspects of humans. One way to look at this neglected aspect is to study spiritual dimensions of humans. Base on their explorations to the Qur’an and hadith, Muslim scholars propose a theory of three cosmos: macrocosmos, microcosmos and metacosmos. Macrocosmos represents the Universe. Microcosmos is human beings and metacosmos is concerned with Allah. These are three cosmologies that Muslims have to find from the scriptural texts so they can understand the central role of human beings in preserving balanced relationships among these three worlds. The Qur’an, for example, gives allegories and signs that Muslims must explore their deep meanings to gain wisdom and get closer to the Creator.
Dari Paguyuban Tasawuf Indonesia oleh: Abas Gozali 1. Tujuan Hidup dan Tugas Manusia serta Permusuhan Syaithan Tujuan hidup manusia adalah untuk beribadah kepada Allah SWT, Sang Maha Pencipta sebagaimana difirmankan Allah dalam Al-Qur'an Surat Adz-Dzaariyaat ayat 56 yang berbunyi "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku" dan Surat Al-Baqarah ayat 21 yang mengatakan "Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertaqwa". Beribadah berarti melaksanakan segala sesuatu (yang baik) dengan semata mengharap ridla Allah.
https://dek-arief.blogspot.com/2018/11/bentuk-macam-macam-dan-hipotesis.html
Understanding the Old Testimony and New Testimony texts about the Kingdom of God is not easy. It has many disputation regarding this topic. Eldon Ladd said that "There is no teaching in the New Testimony which is debated in so much energy as this Kingdom of God topic". Therefore, it can be said that the Kingdom of God topic is something which always attractive to be investigated and observed. Because the research purpose is to analyze the qualitative data in terms of literature review, the research method of this research is qualitative method with the research type of biblical study A. PENDAHULUAN Georgia Harkness dalam bukunya Understanding the Kingdom of God mengatakan bahwa "Jesus preached the kingdom of God. We preach Jesus. In him and through the power of his message the kingdom is available to us. But can we preach Jesus or even understand him without understanding God's kingly rule, the central note in all his preaching? 1 Kutipan ini mempertegas tentang sulitnya untuk mengkhotbahkan Yesus atau memahami Yesus tanpa mengerti Kerajaan Allah sebagai pusat dari pemberitaan Yesus sendiri. Dengan demikian, maka pemahaman tentang Kerajaan Allah merupakan sesuatu yang sunguh-sungguh diperlukan. Banyak buku Teologi Biblika yang melihat kesatuan kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dalam tema utama Perjanjian (covenant). Beberapa buku lainnya melihat kesatuan dari ke-dua kitab ini dalam tema 'Anugerah Allah'. Berdasarkan pengamatan peneliti, setelah melakukan upaya menemukan buku-buku Biblika berbahasa Indonesa, disimpulkan jarang ditemukan buku-buku yang secara khusus melihat hubungan dua kitab perjanjian ini dengan tema Kerajaan Allah di Bumi. Cikal bakal keinginan Allah mendirikan pemerintahan yang ilahi di bumi sudah mulai tampak dalam kepemimpinan Allah atas Israel umatNya, saat sedang dalam perjalanan dari tanah Mesir menuju Kanaan. Allah menjadi pemimpin langsung atas Israel melalui tiang awan dan tiang api, yang menentukan kapan mereka mulai berjalan dan kapan mereka mulai berkemah (Bil. 9). Allah melindungi Israel dari segala upaya bangsa-bangsa yang menghalangi perjalanan Israel menuju Kanaan. Dan dalam usaha merebut tanah Kanaan, Allah memimpin peperangan dan memberikan Israel kemenangan besar. Allah menganugerahkan tanah Kanaan kepada Israel sebagai tempat umat pemerintahanNya. Bentuk pemerintahan Allah setelah di Kanaan terus nampak melalui model kepemimpinan seorang Nabi atas Israel, dimana Nabi sebagai wakil Allah dalam memimpin Israel. Keinginan Allah dalam mendirikan Kerajaan-Nya yang ilahi di bumi semakin tampak jelas, ketika Israel mulai menginginkan raja seperti kerajaan-kerajaan yang ada di Kanaan, maka Allah berkata kepada Nabi Samuel bahwa; "bukan engkau yang mereka tolak, tetapi Aku" (1Sam. 8:7). Jelas Allah tidak menolak model pemerintahan yang diinginkan Israel, tapi Allah kecewa karena ide itu didasarkan pada keinginan menjadi serupa dengan kerajaan-kerajaan yang ada di Kanaan. Allah ingin mendirikan kerajaan-Nya melalui pemerintahan Israel yang dipimpin oleh raja yang dipersiapkan Allah sendiri, yaitu Daud.
Ketahuilah -semoga Allah merahmatimu-bahwa jalan yang menjamin nikmat Islam bagimu hanya satu, tidak bercabang. Allah telah menetapkan keberuntungan hanya untuk satu golongan saja. Allah berrman, Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesunguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung. (QS Al Mujadalah: 22). Dan Dia (Allah) menetapkan kemenangan hanya untuk mereka pula. Allah berrman, Dan barangsiapa mengambil Allah, RasulNya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang. (QS Al Maidah: 56).
WIDYA SASANA MALANG 2010 0 BAB I PENDAHULUAN
Menyelaraskan Isi Kosmos Melalui Upaya Konservasi Lingkungan Hidup, 2014
Kesadaran manusia akan hidupnya bergantung pada aktualisasinya untuk mengakui martabat lingkungan hidup sebagai bagian integral yang tak dapat dilepaspisahkan dari hidup manusia. Interaksi yang saling mengutungkan merupakan wujud relasi resiprositas antara manusia dengan alam. Wujud kesadaran yang paling nyata dari manusia teraktualisasi melalui kehendak baik untuk menjaga dan merawat lingkungan hidupnya dengan bertanggungjawab. Rasa tanggungjawab ini dinyatakan dengan membangun hubungan yang intim dengan lingkungan kehidupannya. Alam sebagai lingkungan kehidupan manusia membutuhkan uluran tangan manusia demi mengakrabkan hubungan yang telah terjalin.
Abstrak: Tulisan ini hendak mengurai definisi dan karakteristik mistisisme sebagai jalan menuju keintiman dan kebersatuan dengan Yang Ilahi. Sebagai jalan menuju yang ilahi, mistisisme didefinisikan sebagai proses yang tak bisa dinalar (irrational) dan tak terjelaskan dalam narasi deskriptif. Karena itulah, pengetahuan mistisisme juga lebih bersifat intuitif, bukan diskursif. Sebab berbeda dengan pengetahuan diskursif yang didapat melalui proses penalaran ilmiah, pengetahuan mistisisme merupakan pengetahuan yang didapat melalui laku spiritual sehingga karenanya ia bersifat personal dan partikular. Selain itu, sebagai jalan menuju keintiman dengan yang ilahi, artikel ini memotret bagaimana refleksi mistisisme berlangsung dalam tiga agama semitik, Yahudi, Kristen, dan Islam. Pendahuluan Agama hadir dalam sejarah manusia tak hanya dalam seperangkat doktrin teologis tentang tuhan dan ciptaan-Nya. Alih-alih demikian, agama juga hadir tak hanya dalam seperangkat peraturan hukum (syari'at) ketat yang mengatur kerumitan hidup individu dan kolektif umat manusia, baik sesama manusia sendiri maupun dengan bagian lain dari semesta ini. Lebih dari itu, agama hadir sebagai medium yang mewadahi dialog sekaligus keintiman relasi antara kholiq dan makhluq. Medium inilah yang disebut, dalam studi agama-agama, sebagai dimensi mistik dalam agama. Sebagai salah satu dimensi, mistisisme menjadi bagian penting dalam agama seperti halnya dimensi-dimensi lain seperti dimensi ritual, dimensi intelektual, dan dimensi doktrinal. Namun berbeda dengan berbagai dimensi lain, mistisisme merupakan dimensi yang cukup unik. Ia merepresentasikan dunia yang tak bisa dinalar rasio dalam prinsip-prinsip ilmiah. Berbeda dengan aspek-aspek lain yang membutuhkan nalar, aspek ini hanya bisa diterima melalui iman dan ditempuh dalam laku spiritual yang ketat. Dalam tulisan sederhana ini, penulis ingin mengurai dimensi mistikal, baik dari sudut pengertian maupun hakikatnya. Selanjutnya, penulis akan melihat realitas tersebut dalam sisi spiritualitas tiga agama besar, yakni Yahudi, Kristen, dan Islam.
Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.
Jurnal Abdiel, 2022
Jurnal IKADBUDI, 2017