Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
…
14 pages
1 file
Pasca krisis moneter (1997/1998), bank syariah mulai dikenal orang bahkan di kalangan bank konvensional, bank syariah memiliki sistem operasional yang berbeda dengan bank konvensional. Bank syariah memberikan layanan bebas bunga kepada para nasabhanya. Dalam sistem operasional bank syariah, pembayaran dan penarikan bunga dilarang dalam semua transaksi. Bank syariah tidal mengenal sistem bunga, baik bunga yang diperoleh dari nasabah yang meminjam uang atau bunga yang dibayar kepada penyimpan dana di bank syariah. Di indonesia sendiri perkembangan bank syariah dimulai dengan didirikannya bank syariah yang pertama yaitu Bank Muamalat pada tahun 1992. Dalam praktiknya, investasi yang dilakukan baik oleh perorangan, kelompok, maupun institusi dapat menggunakan pola non bagi hasil (ketika investasi dilakukan dengan tidak bekerja sama dengan pihak lain) maupun pola bagi hasil (ketika investasi dilakukan dengan bekerja sama dengan pihak lain) Akad Mudharabah adalah akad antara pemilik modal dengan pengelola modal, dengan ketentuan bahwa keuntungan diperoleh dua belah pihak sesuai dengan kesepakatan. Didalam pembiayaan mudharabah pemilik dana (Shahibul Maal) membiayai sepenuhnya suatu usaha tertentu. Sedangkan nasabah bertindak sebagai pengelola usaha (Mudharib).
Akad mudharabah merupakan salah satu produk pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan syari’ah. Seperti yang disebutkan dalam Undang-Undang No 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syari’ah (selanjutnya disebut UUPS). Pasal 19 UUPS menyebutkan, bahwa salah satu akad pembiayaan yang ada dalam perbankan syari’ah adalah akad mudharabah. Selain itu bank Indonesisa juga mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor, 10/16/PBI/2008 Tentang Prinsip Syari’ah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana Dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank Syari’ah, juga menyebutkan mudharabah adalah salah satu akad pembiayaan yang ada didalam perbankan syari’ah. Akad Mudharabah adalah akad antara pemilik modal dengan pengelola modal, dengan ketentuan bahwa keuntungan diperoleh dua belah pihak sesuai dengan kesepakatan. Didalam pembiayaan mudharabah pemilik dana (Shahibul Maal) membiayai sepenuhnya suatu usaha tertentu. Sedangkan nasabah bertindak sebagai pengelola usaha (Mudharib). Pada prinsipnya akad mudharabah diperbolehkan dalam agama Islam, karena untuk saling membantu antara pemilik modal dengan seorang yang pakar dalam mengelola uang. Dalam sejarah Islam banyak pemilik modal yang tidak memiliki keahlian dalam mengelola uangnya. Sementara itu banyak pula para pakar dalam perdagangan yang tidak memiliki modal untuk berdagang. Oleh karena itu, atas dasar saling tolong menolong, Islam memberikan kesempatan untuk saling berkerja sama antara pemilik modal dengan orang yang terampil dalam mengelola dan memproduktifkan modal itu. Pembahasan dalam makalah ini dimulai dari definisi mudharabah,dasar hukum, rukun dan syarat dan ketentuan mudharabah serta implementasinya dalam perbankan syariah
Raihan Ayu Sabila , Dr. Muammar Khadafi, S.E., M.Si, 2022
Pembiayaan atau peminjaman modal atau pemberian modal merupakan salah satu layanan perbankan syariah yang sangat membantu nasabah. Mudharabah adalah akad kerjasama antara pemilik modal dan pengelola modal dimana keuntungan dan kerugian dibagi berdasarkan kesepakatan pihak-pihak yang terlibat. Dalam suatu transaksi pembiayaan yang dikorbankan, akad mudharabah syariah merupakan akad transaksi yang sangat familiar bagi dunia keuangan syariah saat ini, karena akad mudharabah sendiri merupakan akad kerjasama antara kedua pihak, dimana salah satu pihak berperan sebagai pemilik modal dan pihak lain sebagai pengelola modal.Dalam Mudharabah, keuntungan perusahaan dibagi sesuai persetujuan pihak-pihak yang diatur dalam perjanjian kontrak. Jika kemudian mengalami kerugian finansial, pihak pertama akan membayarnya, tetapi jika kerugian tersebut terjadi karena kelalaian pengelola, pengelola dana akan membayar kerugian tersebut. Nilai keadilan dalam akad Mudharabah terletak pada pembagian keuntungan dan resiko masing-masing pihak yang bekerjasama sesuai dengan porsi investasinya. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui penerapan pembiayaan mudharabah, prinsip bagi hasil dan penerapan keadilan dalam pembiayaan mudharabah di perbankan syariah. Penulisan ini menggunakan metode pencarian literatur. Data yang digunakan adalah data sekunder. Hasil kajian menunjukkan bahwa Mudharabah merupakan salah satu pilar ekonomi syariah yang merupakan prinsip Islam untuk mencapai keadilan sosial melalui sistem bagi hasil. Mudharabah umumnya diterapkan pada produk dan produk keuangan. Pembagian hasil usaha mudharabah dapat didasarkan pada pengakuan pendapatan usaha mudharabah.
Ekonomi Islam bukan hanya ekspresi syariah yang memberikan eksistensi sistem islam di tengah-tengah eksistensi berbagai sistem ekonomi modern. Tapi sistem ekonomi islam lebih sebagai pandangan islam yang kompleks hasil ekspresi akidah islam dengan nuansa yang luas dan target yang jelas. Ekspresi akidah melahirkan corak pemikiran dan metode aplikasinya baik dalam konteks kemasyarakatan, kepolitikan atau perekonomian. Perkembangan implementasi sistem ekonomi yang sesuai dengan prinsip syariah diharapkan dapat mendukung tujuan pembangunan yang antara lain adalah kesejahteraan ekonomi dan keadilan sosial. Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan peran dari seluruh pihak secara sinergis dan bahumembahu sesuai dengan peran masing-masing. Dalam kaitan ini, lembaga keuangan syariah diharapkan dapatmenjalankan peran dan fungsinya secara profesional danamanah. Manajemen bank syariah tidak banyak berbeda dengan manajemen bank pada umumnya (bank konvesional), namun dengan adanya landasan syariah serta sesuai dengan peraturan pemerintah yang menyangkut bank syariah antara lain UU No, 10 Tahun 1998, sebagai revisi UU No. 7 Tahun 1992. Tentu saja baik organisasi maupun sistem operasional bank syariah terdapat perbedaan dengan bank pada umumnya, terutama adanya dewan pengawas syariah dalam struktur organisasi dan adanya sistem bagi hasil. Prinsip bagi hasil (profit sharing) merupakan karakteristik umum dan landasan dasar bagi operasional bank syariah secara keseluruhan. Secara syariah, prinsipnya berdasarkan kaidah al-mudharabah. Berdasarkan prinsip ini, bank islam akan berfungsi sebagai mitra, baik dengan penabung maupun dengan pengusaha yang meminam dana. Dengan penabung bank akan bertindak sebagai mudharib ‘pengelola’, sedangkan penabung bertindak sebagai shahibul maal ‘penyandang dana’. Antara keduanya diadakan akad mudharabah yang menyatakan pembagian keuntungan masing-masing pihak. Meskipun demikian, dalam perkembangannya, para pengguna dana bank islam tidak saja membatasi dirinya pada satu akad. Sesuai dengan jenis dan macam usahanya, mereka ada yang memperoleh dana dengan sistem pengkongsian, sistem jual beli, sewa-menyewa, dan lain-lain. Seperti yang kita kenal, bank dan nasabahnya adalah dua pihak yang tidak ingin dirugikan. Kedua belah pihak pada hakekatnya berniat mendapatkan keuntungan, dalam perbankan syariah, niat itu dapat kita temukan dalam konsep Mudharabah dan Musyrakahah. Sistem inilah yang kemudian menjadi karakteristik umum dan pijakan dasar dalam pengelolaan bank-bank islam. Dalam oprasional bank syariah, mudharabah merupakan salah satu jenis akad pembiayaan yang akan diberikan kepada nasabahnya. Sisem mudharabah ini merupakan sistem akad kerja sama antara dua pihak dimana ihak pertama menyediakan modalnya, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Dan keuntungan dibagi menrut kesepakatan awal. Prinsip bagi hasil merupakan karakteristik umum dan sebagai landasan dasar bagi oprasonal bank syar’iah keseluruhan. Secara syar’iah prinsip berdasarkan kaidah mudharabah akan fungsi sebagai mitra baik dengan penabungan demikian jugan dengan pengusaha yang meminjam dana.
Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, akad wakalah dalam produk perbankan syariah perlu benar-benar dipahami apa, bagaimana akad ini seharusnya diterapkan dan diaplikasikan dan produk jasa bank syariah. Di Lembaga Keuangan Syariah umumnya jenis produk yang menggunakan akad wakalah yaitu produk jasa berupa Letter Of Credit (L/C) atau penerusan permintaan akan barang dalam negeri dari bank diluar negeri. Wakalah juga dapat diterapkan untuk mentransfer dana nasabah kepada pihak lain, penitipan, kliring, payment, serta jasa inkaso.
ABSTRAK Dalam konteks perbankan, al-wakalah yaitu jasa melakukan tindakan atau pekerjaan mewakili nasabah sebagai pemberi kuasa. Tugas, wewenang dan tanggung jawab bank harus jelas sesuai kehendak nasabah bank. Kelalaian dalam menjalankan kuasa menjadi tanggung jawab bank kecuali kegagalan karena force majeure menjadi tanggung jawab nasabah.
Al-wadi`ah atau dikenal dengan nama titipan atau simpanan, merupakan titipan murni dari satu pihak kepihak lain, baik perseorangan maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja apabila penitip menghendaki. Akad wadiah dalam perbankan syariah dibedakan menjadi dua jenis, yaitu Wadi’ah yad Amanah dan Wadi’ah yad Dhamanah. Dalam akad Wadi’ah yad Amanah, penitip menitipkan barang/asetnya, baik yang berupa uang, barang, dokumen, dan surat berharga lainnya kepada pihak penyimpan, dimana biaya penitipan dibebankan kepada pihak penitip sebagai kompensasi atas tanggung jawab pemeliharaan. Pihak penyimpan tidak diharuskan bertanggung jawab apabila terjadi kerusakan atau kehilangan atas barang yang dititipkan kepadanya dengan catatan bukan terjadi akibat kelalaian penyimpan. Penyimpan juga tidak boleh memanfaatkan barang yang telah dititipi tersebut serta mencampuradukkannya dengan barang lainnya. Tanggung jawab penyimpan adalah menjaga dengan baik kondisi barang yang telah dititipkan kepadanya. Jadi dapat disimpulkan ketentuan umum tabungan wadiah sebagai tabungan yang bersifat titipan murni yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat (on call) sesuai dengan kehendak pemilik harta yang keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana atau pemanfaatan barang menjadi milik atau tanggungan bank, sedangkan nasabah penitip tidak dijanjikan imbalan dan tidak menanggung kerugian. Bank dimungkinkan memberikan bonus kepada pemilik harta sebagai sebuah insentif selama tidak diperjanjikan dalam akad pembukaan rekening.
Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.
Mella amelia, 2022
JIL: Journal of Islamic Law, 2021
IAIN PAREPARE, 2023