Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
…
9 pages
1 file
Obstruksi saluran napas paru dapat disebabkan oleh berbagai kelainan yang terdapat pada lumen, dinding atau di luar saluran napas. Kelainan pada lumen dapat disebabkan oleh sekret atau benda asing. Pada dinding saluran napas, kelainan bisa terjadi pada mukosanya akibat peradangan, tumor, hipertrofi dan hiperplasi akibat iritasi kronik; dapat juga terjadi kelainan yang menimbulkan bronkokonstriksi otot polos. Berbagai kelainan di luar saluran napas yang dapat menimbulkan obstruksi adalah penekanan oleh tumor paru, pembesaran kelenjar dan tumor mediastinum. Dua penyakit paru obstruktif yang sering menjadi masalah dalam penatalaksanaannya adalah penyakit asma bronkial dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Asma bronkial didefinisikan sebagai suatu sindrom klinik yang ditandai oleh hipersensitivitas trakeobronkial terhadap berbagai rangsangan. Penyakit paru obstruktif kronik adalah kelainan yang ditandai oleh uji arus ekspirasi yang abnormal dan tidak mengalami perubahan secara nyata pada observasi selama beberapa bulan. PPOK merupakan penyakit yang memburuk secara lambat, dan obstruksi saluran napas yang terjadi bersifat ireversibel oleh karena itu perlu dilakukan usaha diagnostik yang tepat, agar diagnosis yang lebih dini dapat ditegakkan, bahkan sebelum gejaladan keluhan muncul sehingga progresivitas penyakit dapat dicegah.
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) didefinsikan sebagai penyakit atau gangguan paru yang memberikan kelainan ventilasi berupa ostruksi saluran pernapasan yang bersifat progresif dan tidak sepenuhnya reversible. Obstruksi ini berkaitan dengan respon inflamasi abnormal paru terhadap partikel asing atau gas yang berbahaya. Pada PPOK, bronkitis kronik dan emfisema sering ditemukan bersama, meskipun keduanya memiliki proses yang berbeda. Akan tetapi menurut PDPI 2010, bronkitis kronik dan emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK, karena bronkitis kronik merupakan diagnosis klinis, sedangkan emfisema merupakan diagnosis patologi. Bronkitis kronik merupakan suatu gangguan klinis yang ditandai oleh pembentukan mukus yang meningkat dan bermanifestasi sebagai batuk kronik. Emfisema merupakan suatu perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai oleh pembesaran alveoulus dan duktus alveolaris serta destruksi dinding alveolar. 1,2
Materi KMB | Pernapasan | Laporan Pendahuluan | Konsep Dasar Asuhan Keperawatan | PPOM | PPOK | Penyakit Paru Obstruksi Kronik |
Jurnal Komplikasi Anestesi, 2023
Pendahuluan: PPOK merupakan penyakit yang sering, dapat dicegah dan dapat diobati, namun sering tidak terdiagnosa dan misdiagnosa sehingga pasien tidak mendapatkan pengobatan atau pengobatan yang tidak tepat. Kasus: Seorang laki-laki usia 76 tahun rujukan dari rumah sakit tipe D dengan diagnosa PPOK dengan CAP, AKI, dan CHF cf III dan membutuhkan hemodialisa. Pasien datang ke rumah sakit sebelumnya dengan keluhan sesak nafas 1 bulan yang lalu dan memberat 1 minggu SMRS, sesak nafas dirasakan memberat saat aktifitas, keluhan disertai batuk (+) berdahak warna putih. 1 minggu SMRS pasien dirawat di RS perujuk, karena keluhan sesak memberat pasien dilakukan intubasi dan dirawat di ICU di RS perujuk selama 1 hari. Pasien kemudian dirujuk ke RSS dan dilakukan perawatan di ICU selama 12 hari, kemudian dilanjutkan perawatan di HCU. Diskusi: Penggunaan intubasi dan weaning pada pasien PPOK sangat menarik dan menantang. Pasien selama 12 hari perawatan di ICU diberikan medikamentosa sesuai diagnosa dan manajemen ventilasi dengan pemberian NIV diselang seling dengan NRM setelah pasien autoextube pada hari ke-5. Rontgen thorax terakhir menunjukkan perbaikan pada pneumonia dan edem pulmo, sehingga pasien dipindah di HCU untuk perawatan selanjutnya. Problem pasien dengan PPOK dan proses menyapih dari ventilator dapat membutuhkan waktu yang lama. Kesabaran intesivis dan pasien dibutuhkan dalam proses ini. Kesimpulan: PPOK yang didiagnosa disertai dengan komorbid penyakit lainnya dapat menyulitkan untuk proses perawatan dan weaning ventilator jika pasien menggunakan ventilator ketika masuk di ICU.
Talenta Conference Series: Tropical Medicine (TM), 2018
Kebiasaan merokok adalah salah satunya penyebab kausal yang terpenting untuk penyakit PPOK. Asap rokok mempunyai prevalensi yang tinggi sebagai penyebab gejala respirasi dan gangguan fungsi paru.Prevalensi PPOK selalu mengalami peningkatan dengan makin banyaknya perokok karena 90% penderita PPOK adalah perokok atau mantan perokok. Upaya untuk membantu individu untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal adalah dengan memberikan edukasi menghindari pencetus (berhenti merokok). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi upaya edukasi untuk berhenti merokok dengan peningkatan perawatan diri pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Desain penelitian quasi eksperimen pre and post tet dengan48 responden yang diambil secara consecutive sampling.Uji statistik yang digunakan yaitu Wilcoxon Signed Rank Test terdapat perbedaan upaya berhenti merokok antara sebelum intervensi dengan sesudah intervensi edukasi, rerata self care sebelum intervensi dengan mean 6.78 dan setelah intervensi 10.38 serta p value 0.00dengan artian terdapat perubahan upaya edukasi berhenti merokok antara sebelum dan sesudah intervensi pada pasien PPOK. Diharapkan peran dan upaya aktif tenaga kesehatan untuk membantu pasien PPOK berhenti merokok.
JURNAL MANAJEMEN DAN PELAYANAN FARMASI (Journal of Management and Pharmacy Practice), 2021
Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is a complex respiratory disorder that requires multiple approaches to assess treatment response, no specific therapy can stop the progression of disease cure. This study aimed to measure the response of COPD treatment in outpatients at Hospitals in Yogyakarta. The study was designed descriptive observational cross-sectional involved COPD outpatients in July 2018 - June 2019 (N = 156). Inclusion criteria the subjects: age> 40 years, without other respiratory diseases (asthma, lung cancer), took theophylline for at least the last one month, complete the CAT questionnaire, and sign an informed consent. Data collected were characteristics of respondents, treatment profile (exacerbation, maintenance), and response therapy data. Evaluation of treatment response was measured using the COPD Assessment Test (CAT) questionnaire and classified the response into effective, quite effective, and not effective. These data were then presented in for...
FISIO MU: Physiotherapy Evidences
PPOK merupakan penyakit umum yang dapat dicegah dan diobati, ditandai dengan gejala pernapasan persisten dan keterbatasan aliran udara yang disebabkan oleh saluran napas dan / atau kelainan alveolar yang biasanya disebabkan oleh paparan yang signifikan terhadap partikel atau gas berbahaya yang menyebabkan berbagai gangguan diantaranya sesak napas, perubahan pola pernapasan, spasme otot, dan penurunan ekspansi thoraks. Untuk mengetahui pelaksanaan fisioterapi dalam mengurangi derajat sesak napas, normalisasi pola pernapasan, rileksasi otot, dan meningkatkan ekspansi thoraks dengan modalitas infra red, sustained maximal inspiration, chest physiotherapy, dan latihan batuk efektif. Setelah dilakukan terapi selama tiga kali diperoleh hasil penilai derajat sesak napas T0: 6 menjadi T3: 4, penurunan nyeri pada nyeri tekan T0: 4 menjadi T3: 2, nyeri gerak T0: 2 menjadi T3: 1, perubahan pola pernapasan T0: prolonged expiration menjadi T3: prolonged expiration, peningkatan ekspansi thoraks pada ICS T0: 1 cm menjadi T3: 1,5 cm, pada processus xiphoideus T0: 1 cm menjadi T3: 1,5 cm dan peningkatan aktivitas T0: 70 menjadi T3: 80. Infra red, sustained maximal inspiration, chest physiotherapy, dan latihan batuk efektif dapat mengatasi gangguan yang ada pada kasus penyakit paru obstruktif kronik eksaserbasi akut. Kata Kunci: Penyakit paru obstruktif kronik eksaserbasi akut, infra red, sustained maximal inspiration, chest physiotherapy, dan latihan batuk efektif.
Jurnal Respirasi
Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is an inflammatory airway disease and complicated lung tissue. The airways of patients with COPD contain many inflammatory cells including neutrophils, macrophages, CD8 T lymphocytes, CD4 T lymphocytes and dendritic cells, each of which has its own role and interacts with COPD immunopathogenesis. The inflammatory response in people with COPD involves innate immunity (neutrophils, macrophages, eosinophils, mast cells, natural killer cells, and dendritic cells) and adaptive immunity (T and B lymphocytes), but there is also activation of structual cells such as alveolar epithelial cells endothelial cells and fibroblasts. Inflammation of the respiratory tract in COPD will persist even after quitting smoking, this can be caused by damage to the extracellular matrix will release proinflammatory cytokines which are neutrophil and monocyte chemotaxis, impaired alveolar macrophages which result in impaired cleaning of apoptotic cells and pathogeni...
Hasanuddin Journal of Public Health, 2021
Background: Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is a non-communicable disease that can cause chronic morbidity and death for individuals worldwide with high mortality and morbidity rates. COPD is currently a risk for all people, especially adults and the elderly. Several factors can cause COPD, namely genetics, history of respiratory infections, gender, age, nutrition, cigarette smoke, indoor and outdoor air pollution, and lifestyle. Purpose: To determine the risk factors for COPD in polypulmonary patients at Makassar City Hospital in 2020. Methods: This type of research is an observational analytic study using a case control study design. This research was conducted at the pulmonary polyclinic at the Makassar City Hospital in December 2020-January 2021. The population in the study were all patients of the Pulmonary Polyclinic at the Makassar City Hospital with a total sample of 105, namely 35 cases and 70 controls. Results: The results showed that the risk factors for COPD events, namely gender, obtained OR=2.82 (95% CI=1.08-7.35), income obtained OR=1.25 (95% CI=0.55-2.83), exposure to cigarette smoke obtained OR=4.31 (95% CI=1.59-11.6), income obtained OR=1.25 (95% CI=0.55-2.83), exposure to mosquito coil smoke obtained OR=2.74 (95% CI=1.16-6.45), and consumption of soft drinks obtained OR=1.15 (95% CI=0.46-2.86). Conclusion: Gender, income, exposure to cigarette smoke, exposure to mosquito coils and consumption of soft drinks are risk factors for COPD, but income and consumption of soft drinks are not significant. Therefore, it is hoped that the community will avoid these risks that cause COPD.
Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.
NURSCOPE: Jurnal Penelitian dan Pemikiran Ilmiah Keperawatan, 2021
Jurnal Penelitian Kesehatan "SUARA FORIKES" (Journal of Health Research "Forikes Voice"), 2019
Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, 2020
Jurnal Kedokteran Meditek, 2008
MEDIA ILMU KESEHATAN
Conferences of Medical Sciences Dies Natalis Faculty of Medicine Universitas Sriwijaya, 2020