Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
Born in eastern Iran, Abu Hamid al-Ghazali was known as Islam's most gifted scholar. He taught law in Baghdad, but in 1095 resigned and for 12 years wandered the desert as a Sufi mystic. Al-Ghazali is considered the most influential Islamic philosopher of the medieval period, known for reviving mysticism and critiquing rationalism within orthodox Islam. In 1106 he returned to teaching, the most renowned Islamic theologian of his time. His most famous books are Tuhafat al-Falasifa (The Incoherence of the Philosophers) and Ihya al-'Ulum al-Islamia (The Revival of the Religious Sciences). Al-Ghazālī has contributed a lot in the area studied and is the most distinguished thinkers in the development of knowledge in his era. Until today, his work is still being referred to in facing the challenges of contemporary era. The ideas in the area studied never stop expanding day by day.
KALIMAH, 2015
The concept of the creation of universe offered by Neo-Platonism philosopher such as al-Kindi, al-Farabi, and Ibnu Sina are philosophical concept existed and came as an early moment of development of Islamic philosophy interrelated to God, ultimately about his Existence and Characteristics. One of the topics is how God created the universe. According to al-Farabi and Ibnu Sina, God created this universe by way of emanation in order to prevent Himself from the new attitudes. Consequently, universe has eternal feature (qadi> m) as God as well, in the case of everything overflowed from qadi> m is also qadi> m. Al-Ghazali refuted this theory because it contradicted with al-Qur'an's thought which clearly explained that God created the entire universe. The universe should not qadi> m and it means that God existed in the first, and then created universe later as we know today. On the contrary, in the view of Muslim philosopher, the universe should be qadi> m because God created it from all eternity. For them, it is impossible that God existed by Himself without any creation before. God, according to them is impossible to be changed, so that is impossible as well if God changed from did not create yet before and then creates. Al-Ghazali persistently opposed the concept of eternity. Al-Ghazali saw if this universe is qadi> m so it is impossible that universe created by God. The concept of qadi> m will led to the conclusion that universe born by itself, it was not created by God. This critique has been written by al-Ghazali in Taha> fut al-Fala> sifah. This paper will present the concept of eternity which was discussed by al-Farabi and Ibn Sina and al-Ghazali's critique toward it as well.
Menjelaskan tentang tuduhan yang ditujukan kepada Imam al-Ghazali sebagai penyebab kemunduran sains dunia Islam dan bantahannya.
Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad at-Thusi al-Ghazali adalah nama lengkap dari Imam al-Ghazali. Lahir di Thus, Khurasan, suatu tempat kira-kira sepuluh mil dari Naizabur, Persia. Tepatnya lahir pada tahun : 450 Hijriyah. Wafatnyapun di negeri kelahiran tersebut, pada tahun 505 Hijriyah.[1] Di masa hidupnya, Al-Ghazali dikenal sebagai seorang ahli keTuhanan dan seorang filosof besar. Disamping itu juga masyhur sebagai seorang ahli fiqih dan tasawuf yang tidak ada tandingannya dizaman itu, sehingga karya tulisnya yang berupa kitab "IHYA' 'ULUMUDDIN" dipakai oleh seluruh dunia Islam hingga kini.[2] Ayahnya tergolong orang yang shaleh dan hidup secera sederhana. Kesederhanaanya dinilai dari sikap hidup yang tidak mau makan kecuali atas usahanya sendiri. Ayahnya pada waktu senggang sering berkesempatan berkomunikasi dengan ulama pada majelis-majelis pengajian. Ia amat pemurah dalam memberikan sesuatu yang dimiliki kepada ulama yang didatangi sebagai rasa simpatik dan terima kasih. Sebagai orang yang dekat dan menyenangi ulama', ia berharap anaknya kelak mejadi ulama' yang ahli agama serta member nasehat pada umat.[3] Al-Ghazali, selain mendapat bimbingan dari ayahnya, dibimbing pula oleh seorang sufi kenalan dekat ayahnya. Disamping mempelajari ilmu tasawuf dan mengenal kehidupan sufi, beliau juga mendapat bimbingan studi al-Qur'an dan hadits, serta menghafal syair-syair. Ketika sufi pengasuh Al-Ghazali merasa kewalahan dalam membekali ilmu dan kebutuhan hidupnya, ia dianjurkan untuk memasuki salah satu sekolah di Thus dengan beasiswa.[4] Pengembaraan Al-Ghazali dimulai pada usia 15 tahun. Pada usia ini, Al-Ghazali pergi ke Jurjan untuk berguru pada Abu Nasr al-Isma'ili. Pada usia 19 atau 20 tahun, Al-Ghazali pergi ke Nisabur, dan berguru pada al-Juwayni hingga ia berusia 28 tahun. Selama di madrasah Nisabur ini, Al-Ghazali mempelajari teologi, hukum, dan filsafat.[5] Sepeninggal Al-Juwayni, Al-Ghazali pergi ke kota Mu'askar yang ketika itu menjadi gudang para sarjana disinilah beliau berjumpa dengan Nizam al-Mulk. Kehadiran Al-Ghazali disambut baik oleh Wazir ini, dan sudah bisa dipastikan bahwa oleh karena kedalaman ilmunya, semua peserta mengakui kehebatan dan keunggulannya. Dengan demikian, jadilah al-Ghazali "Imam" di wilayah Khurasan ketika itu. Beliau tinggal di kota Mu'askar ini hingga berumur 34 tahun. Melihat kepakaran al-Ghazali dalam bidang fiqih, teologi, dan filsafat, maka Wazir Nizam al-Mulk mengangkatnya menjadi "guru besar" teologi dan "rector" di madrasah Nizamiyyah di Baghdad, yang telah didirikan pada 1065. Pengangkatan itu terjadi pada 484/Juli 1091. Jadi, saat menjadi guru besar (profesor), al-Ghazali baru berusia 34 tahun.
Teguh prayogo
Abstrak Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi sosio-historis pada masa Imam al-Ghazali, biografi Imam al-Ghazali, karya-karya Imam al-Ghazali, pemikiran tasawuf Imam al-Ghazali, dan terakhir bagaimana pengaruh tasawuf Imam al-Ghazali. Pemikiran tasawuf Al-Ghazali yang dikenal sebagai orang yang pada mulanya syakk (ragu-ragu) terhadap segala-galanya. Perasaan syakk ini kelihatannya timbul dalam dirinya dari pelajaran ilmu kalam atau teologi yang diperolehnya dari al-Juwaini. Setelah al-Ghazali, melalui pengembaraannya mencari kebenaran akhirnya memilih jalan tasawuf. Menurutnya, para sufilah pencari kebenaran yang paling hakiki. Lebih dari itu, jalan para sufi adalah paduan ilmu dengan amal, sementara buahnya adalah moralitas. Diantara hasilnya adalah bahwa jenjang (maqamat) yang harus dilalui oleh seorang calon sufi, diantaranya: tobat, sabar, kefakiran, zuhud, tawakal, dan makrifat. Sedang pengaruh ajaran al-Ghazali telah tersebar di berbagai wilayah dunia Islam hingga sekarang ini. Dengan merumuskan ajaran-ajaran Islam yang dipenuhi muatan-muatan sufistik dengan bahasa yang mudah, sehingga pemikiran al-Ghazali dapat diterima oleh orang lain.
Al Ghazali's criticism of the philosophy set forth in Tahafut Al Falasifah made him a prominent Muslim figure. That criticism is at the same time making it a figure of idol for some people and mockery for some others. On the other hand, Ihya Ulumuddin, his other work, is a phenomenal work of the ultimate comprehensive reference that survives to this day for the followers of Sufism for the sake of reaching ma'rifat. Nevertheless, his thoughts and insights remain an interesting discussion to this day. Al Ghazali is still seen as a great figure of Islam, equivalent to other intellectual figures. This can not be separated from the expertise and intelligence in mastering various fields of science, from logic, theology, faith, philosophy, and Sufism. However, the fact also shows that Al Ghazali is also the cause of the decline of Muslims in the field of science. That's because his very sharp criticism of philosophy has dampened the spirit of Muslims in studying and mastering philosophy, which at the present time is seen as something important. In fact, just because of differences of opinion on this issue, hundreds or even thousands of people have been victimized throughout Islamic history. By highlighting the literature study method, this study emphasizes the discussion of Al Ghazali's view of philosophy and Sufism. - Kritikan Al Ghazali terhadap filsafat yang dituangkan dalam buku Tahafut Al Falasifah menjadikannya sebagai tokoh Muslim terkemuka. Kritikannya tersebut sekaligus menjadikannya tokoh pujaan bagi sebagian orang dan bahan ejekan bagi sebagian lainnya. Di sisi lain, Ihya Ulumuddin, karyanya yang lain, merupakan karya fenomenal yang rujukan komprehensif utama yang bertahan hingga saat ini bagi para pengikut tasawuf dalam perjalanan ma'rifat. Namun begitu, pemikiran dan pemahamannya tetap menjadi bahan diskusi yang menarik hingga saat ini. Al Ghazali masih dipandang sebagai tokoh besar Islam, setara dengan sosok-sosok cendekiawan lainnya. Hal ini tidak lepas dari kepiawaian dan kecerdasannya dalam menguasai berbagai bidang ilmu, mulai dari logika, ilmu kalam, aqidah, filsafat, dan tasawuf. Namun, fakta juga menunjukkan bahwa Al Ghazali juga menjadi penyebab kemunduran umat Islam dalam bidang ilmu pengetahuan. Hal itu dikarenakan kritikannya yang sangat tajam terhadap filsafat telah mematikan semangat umat Islam dalam mempelajari dan menguasai filsafat, yang pada saat ini justru dipandang sebagai sesuatu yang penting. Bahkan, hanya karena perbedaan pendapat dalam masalah ini, ratusan atau bahkan ribuan orang telah menjadi korban sepanjang sejarah Islam. Dengan mengedepankan metode studi pustaka, kajian ini menekankan pembahasan tentang pandangan Al Ghazali terhadap filsafat dan tasawuf.
Tribakti: Jurnal Pemikiran Keislaman
This paper aims to describe, explain, and analyze by conducting an in-depth exploration of various literature that is in line with current topics, including those related to the covid-19 outbreak. Departing from the moral problems of humanity that are created from human responses to the current adult co-19 outbreak, thus forming panic and fear. The humanitarian crisis has become a fact that really happens in the field, many poor people who are starving, criminality, and of course related co-19 namely the rejection of the body is also related to the critical reasoning of a human and servant's religiosity. This research is a qualitative literature study, with a descriptive-analysis approach, which is an approach used to describe the data obtained and then analyzed and presented in the form of a description. In addition, the approach in this study uses the concept of the ‘ma'rifat’ and Sufism Al-Ghazali. The main sources of data in this study are covid-19 news and Al-Ghazali...
Sustainable Jurnal Kajian Mutu Pendidikan
Tulisan ini mencoba untuk sedikit mengungkap tentang pendidikan akhlak dalam perspektif Al-Ghazali. Pemikiran Al-Ghazali digunakan karena ia adalah salah satu pemikir Muslim terbesar. Banyak pakar menilai bahwa pemikiran Al-Ghazali ini memberikan pengaruh yang signifikan bagi para pemikir Muslim setelahnya, bahkan sampai sekarang. Pemikiran Al-Ghazali tetang akhlak dan pendidikan akhlak disandarkan pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dengan begitu, pandangannya tidak terlepas dari pandangannya tentang manusia yang banyak mewarnai pemikirannya dalam bidang apa pun. Meskipun sebagian bernuansa normatif, namun beberapa bagian pandangannya terlihat sangat praktis. Maka tidak mengherankan apabila pemikiran Al-Ghazali ini masih kerap digunakan dalam konteks reformasi pendidikan, khususnya di era globalisasi yang penuh tantangan seperti sekarang.
Jurnal Keislaman
Menarik menyimak pemikiran sang Hujjatul Islam ( حُجّةُ اْلاِسْلاَمِ ), Imam Al Ghazali, mengenai pendidikan. Ghazali menaruh perhatian yang besar akan penyebarluasan ilmu dan pendidikan, karena beliau yakin bahwa pendidikan adalah sebagai sarana untuk menyebarluaskan keutamaan, membersihkan jiwa dan sebagai media untuk mendekatkan manusia kepada Allah. Dengan itulah, pendidikan menurut Al-Ghazali adalah suatu ibadah dan sarana kemashlahatan untuk membina umat. Oleh sebab itu, disamping meningkatkan karirnya sebagai filosof dan ahli agama, Ghazali juga sebagai reformer masyarakat. Hal ini menjadikan Al-Ghazali merupakan salah satu tokoh fenomenal yang memberi concern pendidikan, seperti halnya Plato, J.J Rousseau dan Pestalozzi bagi dunia Barat.
El-Afkar: Jurnal Pemikiran Keislaman dan Tafsir Hadis, 2020
This study aims to explore the main milestones of the method used by Muhammad al-Ghazali to reveal the Qur'anic maqasid by answering a number of questions as follows: Does al-Ghazali have a special method in approaching the Qur'anic maqasid? If it turns out there really is a special method, what are the advantages and characteristics of the method? What are the main features? How far the method was successfully applied in several studies and studies of the Koran. This research aims to explore the main milestones of the method used by Muhammad al-Ghazali to reveal the Qur'anic maqasid by answering a number of questions as follows: Does al-Ghazali have a special method in approaching the Qur'anic maqasid? If it turns out there really is a special method, what are the advantages and characteristics of the method? What are the main features? How far the method has been successfully applied in several studies and studies of the Koran. The result s showed that al-Ghazali o...
2021
Abstra ct Tasawwuf is one of the most valuable aspects of Islamic teachings. Al-Ghazali had a great influence on the world of Sufism and the Sufis. His thoughts are used as a reference by Muslim and non-Muslim scientists in the fields of psychology.. In this article, the author tries to discuss the concept of tasawwuf al-Ghazali and his criticisms of the Sufis. This research is a literature study with content analysis of the data that has been collected. The results of this study are: 1. al-Gh azali’s tasawwuf is a psychomoral tasawwuf which emphasizes moral development and purification of the soul; 2. Al-Ghazali's criticisms were aimed at Sufis who forgot or were far from the essence of Sufism itself . Keywords: al-Ghazali, Criticism, Ghazali, Islamic Psychology, Psychology, Sufi, Tasawwuf
LITERASI (Jurnal Ilmu Pendidikan), 2017
There are many controversial views in assessing Al-Ghazali thought. For example, there is an opinion that the reason of Islam deterioration is caused by his categorisation of fard…
Mengapa Islam di saat dinasti Abbasiyah yang berpusat di Baghdad begitu cemerlang? Mengapa ia dipuji selaku mercusuar perdaban dunia? Mengapa karyakarya berskala dan berkaliber ensiklopedia muncul saat itu? Mengapa dia menjadi sumber ilmu mengetahuan modern? Karena khalifah Abu Ja'far al Mansur bukan sekedar penguasa biasa yang asyik memerintah dan memungut pajak. Karena ia punya pandangan jauh ke depan. Karena mencerdaskan manusia. Karena ia menyebarkan wawasan Karena ia menggalakkan terjemahan. Karena ia perintahkan Baikhtaisyu Kabir dan Fadl ibn Naubakht serta Abdullah ibn Muqaffa menterjemahkan pelbagai buku ilmu pengetahuan ke dalam bahasa Arab. Segala rupa buku: kedokteran, ilmu pasti, falsafah, dari bahasa Yunani, Persia, dan Sansekerta. Lewat pen terjemahan itu, orang Arab meningkat mutunya. Bukan sekedar Abu Ja'far al Mansur saja. Khalifah berikutnya juga mengikuti jejaknya. Khalifah al Ma'mun ibn Harun al Rasyid mendirikan ''Darul Hikmah", sebuah Akademi Ilmu Pengetahuan. Sudah pasti inilah akademi jenis itu pertama di dunia. Dilengkapi perpustakaan. Dilengkapi badan penterjemah. Dilengkapi observatorium bintang. Dan sebuah universitas pimpinan Muhammad ibn Sallam. Anggota akademi berhamburan kemana-mana, membawa pulang ke Baghdad tumpukan bukubuku untuk diteliti dan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Mereka kembali ke rumah bagaikan lebah yang sarat dengan madu, diisap oleh murid-murid yang bersemangat dan membentuk iklim kerja keras yang luar biasa. Memang benar, Hulagu Khan 1258 M., menerobos masuk Mesopotamia, dan dari atas kudanya memporak porandakan Baghdad. Memang benar tamatlah dinasti Abbasiyah. Apa betul kegemilangan ilmu juga ikut musnah? Tidak. Gudang buku yang begitu banyak memang diboyong habis. Tapi tidak dibuang ke comberan. Bukubuku itu dibawa ke Samarkand. Kota Rusia ini mengambil alih peranan Baghdad, bahkan ditambah dengan teropong bintang, dan Hulagu Khan memeluk Agama Islam. Dan pada-saat yang nyaris berbarengan, sang saudara Kubilai Khan memeluk agama Budha, memindahkan ibu kota kerajaannya ke Cathay, mengatur administrasi KATA PENGANTAR Kaum Muslimin yang budiman, semoga Allah membahagiakan kita dengan keridhaan-Nya. Bahwa ibadah adalah buah dari ilmu, faedah dari umur, hasil usaha hamba-hamba Allah yang kuat, barang berharga dari para aulia, jalan yang ditempuh oleh orang-orang yang bertakwa, bagian untuk mereka yang mulia, tujuan dari orang-orang yang berhimmah, syi'ar dari golongan terhormat, pekerjaan orangorang yang berani berkata jujur, pilihan orang-orang yang waspada, dan jalan menuju Surga. Allah SWT. berfirman: Dan aku Tuhan kamu sekalian, berbaktilah kepada-Ku. Allah SWT. juga berfirman: Ini adalah ganjaran bagi kamu, atas usaha kamu yang bersyukur. Masalah ibadah cukup menjadi bahan pemikiran, dari awal hingga tujuan akhirnya yang sangat dicita-citakan oleh para penganutnya, yakni kaum Muslimin. Ternyata, merupakan perjalanan yang amat sulit, penuh liku-liku, banyak halangan dan rintangan yang harus dilalui, banyak musuh, serta sedikit kawan dan orang yang mau menolong. Demikianlah kenyataannya, sebab ibadah adalah jalan menuju surga, sesuai dengan sabda Rasulullah SAW.: Perhatikan, surga itu dikelilingi oleh berbagai kesukaran, sedangkan neraka dikelilingi oleh hal-hal yang menarik. Rasulullah SAW, juga bersabda: Perhatikan, jalan ke surga itu penuh rintangan dan liku-liku, sedangkan jalan ke neraka mudah dan rata. Ditambah lagi dengan kenyataan, bahwa manusia adalah makhluk lemah, sedangkan zaman sudah susah dan payah, urusan agama mundur, kesempatan kurang, manusia disibukkan dengan urusan dunia, dan umur yang relatif pendek. Sedangkan penguji sangat teliti, kematian semakin dekat, perjalanan yang harus ditempuh sangat panjang. Maka, satu-satunya bekal adalah taat! Waktu yang telah berlalu tidak akan kembali lagi. Pendek kata, beruntung dan berbahagialah orang-orang yang taat. Dan sebaliknya, rugi dan celakalah orangorang yang tidak mau taat. Mengingat masalahnya sulit dan risiko yang dihadapinya besar, maka jarang sekali orang menempuh jalan itu. Bahkan, di antara orang-orang yang telah menempuh jalan itu pun sangat sedikit yang benar-benar menjalankannya. Orang-orang yang menempuh jalan itu, sangat sedikit yang sampai kepada tujuannya dan mencapai apa yang dikejarnya. Dan yang berhasil itulah orang-orang mulia pilihan Allah SWT. untuk ma'rifat dan mahabbah kepada-Nya. Allah memelihara dan memberikan taufik kepada mereka, dan Allah menyampaikan-Nya penuh karunia dengan keridhaan dan surga-Nya. Kita berharap, semoga Allah SWT. memasukkan kita ke dalam golongan orang yang beruntung dengan memperoleh rahmat-Nya. Melihat jalan menuju ke arah itu demikian keadaannya, kami pun berpikir dan merenung, bagaimana cara menempuhnya, sarana apa yang diperlukan? Mudahmudahan saja dengan ilmu dan amal, seseorang dapat menempuhnya dengan taufik Ilahi, sampai selamat, tidak terhenti oleh berbagai rmtangan sehingga putus di jalan, dan masuk golongan orang yang, celaka dan binasa. Na'udzu billah. Oleh sebab itu, kami berusaha menyusun beberapa buku tentang jalan ke arah itu dan cara menempuhnya. Seperti, antara lain, kitab Ihya', al-Qurbah, dan sebagainya. Akan tetapi, kitab-kitab tersebut membahas masalah-masalah yang sangat halus dan mendalam, sehingga sulit dimengerti oleh masyarakat awam. Akibatnya, menimbulkan kritik dan celaan, mereka mengecam apa saja yang belum mereka pahami dalam kltab-kitab tersebut. Hal itu tidaklah mengherankan, sebab tiada satu kitab pun yang lebih baik dan mulia dibanding al-Qur'an. Tetapi, yang mengherankan adalah, al-Qur'an, pun tidak luput dan celaan orang-orang yang tidak mau menerimanya. Dikatakan oleh mereka, bahwa al-Qur'an hanyalah dongengan kuno belaka. Pernahkah anda mendengar perkataan Zainal Abidin, dan Ali bin Husain bin Ali bin Abu Thalib ra.? Beliau pernah berkata dalam sya'ir sebagai berikut: Dari berbagai ilmuku mutu manikamnya kusembunyikan agar orang tak mampu tidak melihatnya karena akhirnya ia tersesat. Hal itu adalah wasiat Abu Hasan (Sayyidina Ali bin Abu Thalib ra.) kepada Husain dan Hasan. Sebab, kadang-kadang terdapat llmu yang Jika terungkap rahasianya akan ada orang yang menuduhku musyrik, serta menghalalkan jiwaku, karena mereka mengira perbuatan keji (membunuh) suatu amal yang baik. Kenyataan yang demikian menuntut para ulama agar mengasihani mereka, tanpa perselisihan. Oleh sebab itu, penyusun berdoa kepada Allah SWT. agar diberi petunjuk, hingga dapat menyusun sebuah buku yang sesual untuk mereka. Kiranya Allah SWT. mengabulkan doa penyusun, sehingga penyusun dapat menulis sebuah kitab dengan susunan yang apik, yang belum pernah tercipta dalam karangan ku sebelumnya. Kitab tersebut adalah kitab Minhajul 'Abidin, yang penyusun sajikan dalam buku ini. TAHAPAN ILMU DAN MA'RIFAT Penyusun awali dengan seruan, "Wahai orang-orang yang ingin terbebas dari segala mara bahaya dan yang ingin beribadah dengan benar, semoga Allah melimpahkan taufik-Nya kepada kita. Untuk itu, kita harus membekali diri dengan ilmu. Sebab, beribadah tanpa bekal ilmu adalah sia-sia, karena ilmu adalah pangkal dari segala perbuatan." Perlu diketahui, ilmu dan ibadah adalah dua mata rantai yang saling berkait. Karena, pada dasarnya segala yang kita lihat, kita dengar, dan kita pelajari adalah untuk ilmu dan ibadah. Dan untuk ilmu dan ibadah itulah al-Qur'an diturunkan. Juga Rasul dan Nabi-nabi, diurus Allah hanya untuk ilmu dan beribadah. Bahkan, Allah menciptakan langit, bumi dan segenap isinya hanya untuk ilmu dan ibadah. Renungkanlah firman Allah di bawah ini: Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu (atb-Tbalaq. 12). Dengan merenungkan keberadaan langit dan bumi, diharapkan kita akan memperoleh ilmu darinya. Dengan menyimak ayat di atas, kiranya sudah cukup menjadi bukti bahwa ilmu itu mulia. Lebih-lebih ilmu tauhid. Sebab, dengannya kita dapat mengenal Allah dan sifat-sifat-Nya. Juga renungkanlah firman Allah di bawah ini: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (adz-Dzariyat: 56). Pada hakikatnya, mereka belum mengetahui, apa sebenarnya hakikat elektrisitet, demikian pula apa sebenarnya hakikat aether. Oleh sebab itu, janganlah sekali-kali mendasarkan Iktikad hanya pada hasil perhitungan. Seyogyanya, kita mengetahuinya secara global, karena hal tersebut ada orang yang melarang agar pintu tidak dibuka sama sekali. Kadang-kadang, ada orang yang mendapat ilham dari Allah dengan. dibersihkan hatinya dan inkisyaf Sebelum mati, ia sudah inkisyaf, dan nanti setiap orang juga akan inkisyaf walaupun bukan seorang wali. Tetapi, wali pun kadang-kadang sudah inkisyaf semasa hidupnya. Para wali mengerti adab kesopanan. Mereka hanya terdiam, karena tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Dan jika hal Itu dibahas, akan menimbulkan banyak bahaya. Permasalahann.ya sangat sulit, sehingga akal manusia tidak mampu menelaah sifat-sifat dan dzat Allah. Untuk mendekatkan diri kepada-Nya, cukup dengan perasaan, tidak perlu dengan akal. Dan dengan keyakinan dalam hati itu, para wali kadang-kadang membuat peristilahan yang hanya dapat dimengerti oleh mereka. Inilah sebab yang pertama. Sebab yang kedua dari sifat suul khatimah, dikarenakan iman yang lemah, yang sebagian besar disebabkan karena pergaulan. Jika seseorang bergaul dengan orangorang yang lemah imannya, maka ia pun akan semakin lemah imannya. Juga dikarenakan sering membaca buku yang dapat membuat iman lemah. Bahkan orang akan menjadi atheis dan kufur. Kedua sebab yang membuat lemah iman itu ditambah lagi dengan sifat hubbud-dunya. Jika iman sudah lemah, maka kecintaan terhadap Allah pun akan lemah. Akibatnya, ia akan mementingkan diri sendiri dan kecintaan terhadap urusan duniawi yang semakin kuat. Akhirnya, ia benar-benar dikuasai oleh sifat hubbud-dunya, tidak punya waktu...
Islamic Learning Journal, 2023
This research aims to uncover Al-Ghazali's thoughts on Sufism and unveil and to highlight Al-Ghazali's role in the development of Sufism as an academic discipline and spiritual movement within the Islamic world. The methodology employed in this study involves literature review and analysis of Al-Ghazali's works, particularly his seminal work "Ihya Ulum al-Din" (Revival of the Religious Sciences). The results of this study indicate that Al-Ghazali regarded Sufism as a means to achieve self-realization and the highest spiritual goals through the integration of knowledge and mystical experiences. Al-Ghazali's understanding of the relationship between human will and the divine will, as well as the significance of overcoming desires and ego in attaining spiritual perfection, is also illuminated. His significant contributions in developing Sufism as an academic discipline and spiritual movement are evident through his influential writings.
Ketika filsafat Islam dibicarakan, maka terbayang disana hadir beberapa tokoh yang disebut sebagai filosof muslim seperti Al-Kindi, Ibnu Sina, Al-Farabi, Ibnu Rusyd, Al-Ghazali, dan seterusnya. Kehadiran para tokoh ini memang tidak bisa dihindarkan, tidak saja karena dari merekalah kita dapat mengenal filsafat islam, akan tetapi juga karena pada mereka benih-benih filsafat Islam dikembangkan. Bertambah masa, bertambah berkembanglah pemikiran manusia. Begitu pula dengan perkembangan filsafat Islam. Pada abad ke-5, filsafat Islam mengalami perkembangan yang dapat dikatakan merubah pola filsafat Islam yang banyak dipertentangkan. Ini dibuktikan dengan pemikiran-pemikiran Imam Al Ghazali sebagai pionir filsafatnya yang dominan relevan dengan konsep Islam. Dalam makalah ini, pemakalah hanya membatasi pemaparan mengenai Al-Ghazali, seorang ulama besar yang pemikirannya sangat berpengaruh terhadap Islam dan filsafat Dunia Timur. Beliau adalah seorang sufi sekaligus seorang teolog yang mendapat julukan Hujjah al-Islam. Pemikiran Al-Ghazali begitu beragam dan banyak, mulai dari pikiran beliau dalam bidang teologi (kalam), tasawuf, dan filsafat. Dalam Hal ini akan dibahas tentang filsafat Al-Ghazali yang berkaitan dengan biografi, hasil karya, pemikirannya dan kritik terhadap filosof Muslim lainnya.
Al-Bayan: Jurnal Studi Ilmu Al- Qur'an dan Tafsir, 2019
The study of the Qur'anic maqa> s} id is urgent, because by mastering the Qur'anic maqa> s} id will be able to harmonize between the core mission of the Qur'an with the basic principles of life. This paper, which is based on a literature study, was exploring the method of Muh} ammad Al-Ghaza> li> to uncover the Qur'an's ma> qa> shid, including the preresearch that was undertaken before formulating the method of the Qur'an's ma> qa> shid. The al-Ghaza> li> finding offered five methods to be able to reveal the Qur'anic ma> qa> shid. First, deep reflection on the Qur'anic texts and optimizing reason. Second, the use of two mechanisms at once, namely inductive thinking and analysis, and tracking various texts and signs that indicate the existence of ma> qa> shid. Third, a thorough reading of the revelation texts so that they are holistic, not literal and sectarian. Fourth, always mingle with the Holy Qur'an while investigating the verses to explore the depth of their meaning. Fifth, devoting the ability to produce reality fiqh.
Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.