Academia.eduAcademia.edu

Kebudayaan sebagai Tanda

Semiotik pada perkembangannya digunakan menjadi perangkat teori yang digunakan untuk mengkaji kebudayaan manusia. Semiotik melihat gejala budaya yang timbul dalam masyarakat sebagai suatu tanda yang berkaitan satu sama lain dengan cara memahami makna yang ada di dalamnya. Keterkaitan tersebut bersifat konvensional-berdasarkan pada kesepakatan bersama. Mulanya, Ferdinand de Saussure (1916) menyatakan bahwa bahasa adalah sistem tanda-tanda. Ia juga yang mengemukakan bahwa memungkinkan suatu ilmu mengkaji kehidupan tanda-tanda dalam masyarakat. Ilmu tersebut bagian dari psikologi sosial yang dinamakan semiotik (Ind.). Semiotik hadir untuk mengkaji tanda dalam kehidupan manusia. Semua yang hadir dalam kehidupan kita dapat dilihat sebagai tanda yang harus diberi makna. Kemudian muncul pertanyaan apa itu tanda dan ditemukan masalahnya. Saussure mewakili para strukturalis hadir untuk menjawab dengan melilhat tanda sebagai pertemuan antara bentuk (yang tercitra dalam kognisi seseorang) dan makna (atau isi, yakni yang dipahami oleh manusia pemakai tanda). Saussure menggunakan istilah penanda (Ind.) untuk segi bentuk suatu tanda dan petanda (Ind.) untuk segi maknanya. Saussure dan para pengikutnya seperti Roland Barthes melihat tanda sebagai sesuatu yang menstruktur, yaitu proses pemaknaan berupa kaitan antara penanda dan petanda dan terstruktur, hasil proses tersebut, dalam kognisi manusia. Barthes (1957) mengembangkan teori penanda dan petanda Saussure untuk menjelaskan kehidupan masyarakat yang didominasi oleh konotasi. Konotasi adalah pengembangan dari segi petanda oleh pemakai tanda sesuai dengan sudut pandangnya. Apabila konotasi sudah menguasai masyarakat akan menjadi mitos. Sesuatu yang dalam masyarakat diterima sehari-hari sebagai kebudayaan dan 1 Tulisan ini dibuat untuk memenuhi Ujian Tengah Akhir matakuliah Teori Kebudayaan, Pascasarjana FIB UI pada 22 DEsember 2016 yang diajar oleh Dr. Suma Riella R.