Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
…
18 pages
1 file
Prosiding Nadwah Ulama Nusantara (NUN) IV: Ulama Pemacu Transformasi Negara, 2011
Abstrak: Sejarah Kerajaan 'Uthmaniyyah turut dibincangkan oleh golongan ulama Alam Melayu dalam karya-karya mereka. Antara tokoh yang menulis tentang sejarah Kerajaan Turki 'Uthmaniyyah ialah Shaykh Wan Ahmad al-Fatani melalui karyanya, Hadiqat al-Azhar wa al-Rayyahin. Matlamat kajian ini adalah untuk memaparkan ketokohan Shaykh Wan Ahmad al-Fatani dalam penulisan berkaitan Islam. Selain itu, kajian ini bertujuan untuk mencerakinkan maklumat tentang sejarah ketenteraan 'Uthmaniyyah dalam karyanya, Hadiqat al-Azhar wa al-Rayyahin. Keseluruhan kajian ini menggunakan kaedah pendekatan kajian kualtitatif menerusi metode historical study dan content analysis iaitu penelitian terhadap karya Shaykh Wan Ahmad al-Fatani, Hadiqat al-Azhar wa al-Rayyahin. Hasil kajian mendapati Shaykh Wan Ahmad al-Fatani ada menulis berkaitan isu-isu ketenteraan dalam sejarah Turki 'Uthmaniyyah. Justeru, karya Hadiqat al-Azhar wa al-Rayyahin merupakan penulisan tentang Kerajaan Turki 'Uthmaniyyah berdasarkan perspektif ulama Alam Melayu.
2018
Bab ini menelusuri pengenalan kepada latar belakang daulah Uthmaniyyah. Sebelum memahami dan mengkaji Undang-undang Sivil Turki tahun 1926 yang menjadi pilihan penulis dalam kajian ilmiah ini, perlulah mengenali latar belakang daulah Uthmaniyyah meliputi zaman pembukaan, kegemilangan, statik, konflik dalaman dan ancaman Barat. Di akhir bab ini menjelaskan tentang pembubaran pemerintahan Kesultanan dan Khalifah Uthmaniyyah. Subtopik ini penting dalam mengenali daulah Uthmaniyyah agar pemahaman dan penghayatan setiap era pemerintahannya dapat difahami dengan lebih mendalam. Sejarah berkenaan daulah cUthmāniyyah wajar diketengahkan oleh penulis agar menjadi panduan pada penulisan bab seterusnya yang mempunyai kaitan secara langsung. Kehebatan dan kegemilangan daulah ini suatu ketika dahulu pernah menjadi model dan ikon kepada kemajuan dunia serta menjadi inspirasi abad pertengahan Eropah. Namun, kejatuhan daulah ini merupakan satu tamparan hebat kepada umat Islam sejak abad ke 20 sehinggalah kini. Konflik Islam dan Barat masih lagi berpanjangan walaupun daulah Uthmaniyyah dibubarkan sejak hampir 100 tahun yang lalu.
BITARA International Journal of Civilizational Studies and Human Sciences, 2020
Sultan Abu Bakar very well-known as a Malay’s king who transformed and modernist in his administration. His Majesty friendship with British also closed during his reigning. Some researchers had concluded that his administration was associated with the western influence of the British. However, there is less discussion from perspective of Islamization policy in the administration of Sultan Abu Bakar and Sultan Ibrahim in Johore. This question sequence of diplomatic relationships between Johore Government and Ottoman Government, the Islamic Caliphate located in Istanbul in the 19th century. This article aims to analyse the policy of Islamization influenced by the Ottoman Empire in the context of modernization in the administration of Sultan Abu Bakar and Sultan Ibrahim. The enactment of the Johor Government Constitution in 1895 stipulated that the state of Johor was recognized as a sovereign state and independent to practice its Islamization policies. That diplomatic relationships also strengthened the political position of the Johore state from the British threat. The methodology using qualitative design based on historical research approach sourced from contemporary data. The objective of this writing is to display and make an analysis based on contemporary historical sources on the transformation of the policy of Islamization of Sultan Abu Bakar and Sultan Ibrahim in the state of Johore. This paper finds that Sultan Abu Bakar and Sultan Ibrahim had adopted the policies of Islamization effects of diplomatic relationships with the Ottoman Government applied in the Islamic administration of Johore, such as the title of sultan and Islamic legislative.
2014
A. PENDAHULUAN Setelah Khilafah Abbasiyah di Baghdad runtuh akibat serangan tentara Mongol, kekuatan politik Islam mengalami kemunduran secara drastis.Wilayah kekuasaannya tercabik-cabik dalam beberapa kerajaan kecil yang satu sama lain saling memerangi. Beberapa peninggalan budaya dan peradaban Islam banyak yang hancur akibat serangan bangsa Mongol. Keadaan politik umat Islam secara keseluruhan baru mengalami kemajuan kembali setelah muncul dan berkembangnya tiga kerajaan besar, diantaranya Uthma> ni di Turki, Mughal di India dan Safawi di Persia. Sebagai Dinasti terakhir dalam kerajaan Islam, Turki Uthma> ni telah membuktikan eksistensinya di seluruh dunia dengan berkuasa selama lebih dari 7 Abad dan menguasai hampir dua pertiga dunia. Namun sangat disayangkan bahwa peradaban ini pun tidak mampu menghadapi gejolak modernisasi setelah kekalahan yang ke sekian kalinya termasuk pada Perang Dunia I oleh aliansi bangsa-bangsa Eropa sehingga harus kehilangan banyak daerah kekuasaannya. Langkah-langkah penyelamatan yang dilakukan oleh Sultan Abdul Hamid II pun dinilai sudah terlambat sehingga kaum sekularis berhasil mengambil alih kekuasaan menurunkan sultan dari kedudukannya sebagai khalifah bahkan menghapus sistem kekhalifahan dan mengubah turki menjadi negara sekular. Makalah ini membahas proses pertumbuhan Pemerintahan Dinasti Turki Uthma> ni, perkembangan, kemajuan dan kemunduran sampai kehancuran peradaban islam Dinasti Turki Uthma> ni B. PEMBAHASAN Sejarah Munculnya Dinasti Turki Uthma> ni 1. Turki Pra Islam Bangsa Turki berasal dari sebuah rumpun bangsa Ural Altaic (rumpun bangsa kulit kuning). Mereka hidup dikaki pegununan Altaic, bagian barat dari padang rumput Mongolia. Kemungkinan besar nenek moyang bangsa Turki mempunyai hubungan yang erat dengan bangsa asli yang mendiami benua Amerika yang berkulit merah (Indian) daripada dengan bangsa yang berdiam di Cina, Bangsa Samoye, Bangsa Hungaria maupun Mongolia. Mereka berkiprah dan mengukur sejarah tidak dengan sebutan bangsa Turki, tetapi bangsa Hun. 1 Pola kehidupan bangsa ini adalah nomaden serta masih berbudaya primitif. Sistem kekuasaan yang mereka lakukan didasarkan pada aturan adat. Penopang kehidupan mereka adalah penggembala ternak serta melakukan penjarahan terhadap suku-suku yang lebih lemah. Model kehidupan ini telah memupuk kebangaan akan anak laki-laki. Sejak kanak-kanak mereka telah dibiasakan untuk melakukan permainan yang dapat membentuk watak pemberani dan tubuh yang kuat. Mereka mengorganisasi diri dibawah pimpinan yang disebut syah. Dari segi keyakinan, bangsa Altaic menganut kepercayaan Syaman yakni menyembah unsur-unsur alam dengan perantara totem dan roh. 2 Menurut kepercayaan mereka, dengan upacara penyembahan ini orang akan mampu memiliki kekuatan yang besar untuk digunakan kebaikan ataupun kejahatan. Dalam kancah politik, bangsa ini telah mampu membangun kerajaan besar yang bernama Attilia pada abad ke-5 M yang terletak ditengah daratan Eropa setelah mereka berpindah dari pegunungan Altaic pada abad ke 3 SM. Kondisi geografis yang didiami bangsa Turki saat itu secara umum menuntut pola hidup berpindah-pindah. Situasi itu memunculkan bentuk kehidupan yang bersuku-suku. Daerah perpindahan bangsa Turki tersebut juga menrupakan 1 A. Syafiq Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam Di Turki.( Jakarta: Logos, 1997), hal. 54-57 2 Ibid, hal. 6 daerah transit serta menjadi pusat bertemunya berbagai budaya bangsa yang sedag bermigrasi. Di Daerah oase inilah bangsa Turki memulai kehidupan yang bersifat semi-menetap. 3 Karena menyadari akan watak bangsa Turki yang suka berpindahpindah dan menjarah suku lain yang lebih lemah, maka kerajaan-kerajaan yang berkuasa di Timur Tengah mendirikan pertahanan di Transoksania untuk mempertahankan eksistensi mereka dari ancaman bangsa Turki. Kelompok bangsa Turki yang menetap diperbatasan dengan Timur Tengah inilah lambat laun berasimilasi dengan budaya setempat (Islam). Dalam proses asimilasinya, kelompok ini mulai menyukai budaya baru yang mereka kenal tersebut sehingga mereka berupaya menahan masuknya kawan sesama bangsa Turki yang masih belum berbudaya dan suka merusak. dan inilah awal persinggungan bangsa Turki dengan budaya Islam.
Husnaini Jamil, 2019
Menggambara kembali ke masa lalu, saat Islam mencapai puncak kejayaan yang entah kapan bisa terulanng. Daulah Utsmaniyah dengan Al Fateeh sebagai lakonnya, membuat dunia takjub dengan pencapaiannya, selama 6 Abad berkuasa, daulah Utsmani benar-benar mencatatkan diri sebagai daulah Islam terakhir yang mempunyai prestasi gemilang.
latar belakang berdirinya dinasti umayyah I, khalifah-khalifah yang memimpin pada masa dinasti Umayyah I, keberhasilan yang diperoleh pada masa dinasti umayyah I dan penyebab keruntuhannya
Journal of Al-Tamaddun, 2020
Turki Uthmaniyah merupakan sebuah khilafah Islam yang pernah wujud di wilayah Anatolia yang terletak di Turki, manakala ibu negaranya terletak di Istanbul. Kerajaan ini muncul sejak akhir abad ke-13 dan mencapai kemuncak ketika abad ke-15 dan abad ke-16. Kerajaan Turki Uthmaniyah juga sering dianggap khilafah Islam yang menjadi pengganti kepada khilafah Bani Abbsasiyah yang dijatuhkan pada abad ke-13, sekali gus menjadi penaung dan pemelihara kepada umat Islam di seluruh dunia. Objektif kajian ini ialah membincangkan sejarah kerajaan Turki Uthmaniyah selain sumbangan kerajaan Turki Uthmaniyah dalam aspek politik dan sosial. Skop kajian ini ialah sejak penubuhan kerajaan Turki Uthmaniyah pada awal abad ke-14 iaitu sekitar 1300 sehingga keruntuhan kerajaan Turki Uthmaniyah pada awal abad ke-20 iaitu pada tahun 1924. Kajian ini menggunakan pendekatan kualitatif, iaitu kaedah kajian perpustakaan dengan meneliti pelbagai sumber primer seperti fail dan dokumen, iaitu fail Foreign Office (FO) yang diperoleh di The National Archive, London, serta akhbar seperti The Singapore Free Press and Mercantile Advertiser dan The Straits Times, selain sumber sekunder seperti buku, artikel dan tesis. Kajian ini mendapati bahawa kerajaan Turki Uthmaniyah telah memberikan sumbangan yang besar dalam bidang politik dan sosial, khususnya pada dua abad pertama penubuhan kerajaan tersebut iaitu akhir abad ke-13 sehingga akhir abad ke-16.
Islam pada masa lalu untuk mengambil iktibar dan pengajaran daripadanya. Penulis menegaskan bahawa melihat kepada pencapaian-pencapaian pada masa lalu sahaja tidak cukup. Oleh kerana itu makalah ini meneliti akar-akar peradaban Islam yang dibina semenjak zaman Rasulullah lagi. Penulis memberi tumpuan pada aspek pembangunan insan yang menyeluruh, pemerkasaan identiti dan jati diri umat Islam melalui Tawhid, ketinggian budaya ilmu dan aspek-aspek moral seperti ketinggian akhlak, keadilan dan kebijaksanaan para pemimpin dan semangat kekitaan ('asabiyyah). Penulis juga melihat bahawa kerosakan pada akarakar peradaban Islam seperti kekeliruan epistemologi, kerendahan dan ketidakcerdasan pemikiran, hilangnya 'asabiyyah dan nilai moral yang tinggi, berleluasanya absolutisme dan kuku besi sebagai punca keruntuhan tamadun Islam. Semua perkara ini patut menjadi bahan pemikiran dan sumber aspirasi ketika umat Islam berusaha untuk bangkit semula pada abad ke-21 ini. Kata Kunci: Tamadun Islam, faktor kemajuan, pembangunan insan, budaya ilmu, keadilan. ABSTRACT This article is an attempt to analyse the factors behind the rise and fall of Islamic civilisation. The author contends that looking at the achievement of Muslims in the past is inadequate. Hence, the article underlines the civilisational foundations laid down since the Prophet's era. It stresses the holistic development of human being, the strengthening of Islamic identity through the concept of
Ta'dib: Jurnal Pendidikan Islam dan Isu-Isu Sosial
The purpose of this study is to analyze the history and progress of the Ottoman Turks for the Islamic World. Historically, the founder of this kingdom was a Turkic nation from the Oghuz tribe, whose name was Ertugrul, he was the pioneer of the Ottoman Empire who died in 1289 AD. Later, the leadership was continued by his son, Uthman. Uthman bin Ertugrul is considered the founder of the Ottoman empire. There are nine phases, namely the first and second phases as the pioneering and founding phases of the Ottoman Empire, phases three and four as the glory phase, phases five to 8 as the phase of stagnation, decline and dissolution of the Ottoman Empire, while the ninth phase is the phase of the Republican caliphate. Factors that influenced the glory and progress of the Ottoman Turks were political, military, economic factors, the paradigm of rulers/sultans, and socio-political factors. Meanwhile, the territory of the Ottoman Turks in parts of Asia, North Africa to Eastern Europe can b...
Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.
Jurnal Tamaddun : Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam, 2018
I-Finance: a Research Journal on Islamic Finance, 2022
Fitri Handayani, 2021
Jurnal Kinabalu, 2020
Makalah Pascasarjana PTIQ, 2018