Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
PENDAHULUAN Dalam tradisi Intelektual Islam, para ulama telah membuat klasifikasi ilmu berdasarkan sudut pandangan Islam. Diantara mereka, pendapat Ibnu Khaldun cukup penting diutarakan. Dalam muqaddimah ibnu Khaldun membagi ilmu menjadi dua jenis. Dapat ditegaskan bahwa para ulasma menempatkan tasawuf sebagai sebagian dari ilmu – ilmu agama, meskipun sebagian
Resume Buku Gerbang Tasawuf tentang Hierarki Tasawuf dalam Ilmu Ilmu Islam
PENGENALAN Ilmu kesufian atau Ilmu Tasawuf adalah ilmu yang didasari oleh Al-Qur'an dan hadis dengan tujuan utamanya amar makruf nahi munkar. Sejak zaman sahabat Nabi SAW, tanda-tanda sufi dan ilmu kesufian sudah ada. Namun nama sufi dan ilmu tersebut belum muncul, sebagaimana ilmu-ilmu lain seperti Ilmu Hadis, Ilmu Kalam, Ilmu Tafsir, Ilmu Fiqh dan lain-lain. Pada tahun 150 H bersamaan 8 M Ilmu Sufi atau Ilmu Tasawuf ini diwujudkan dan berkembang sebagai ilmu yang bersifat kerohanian. Menurut Prof Dr. Hamka, tasawuf Islam telah timbul sejak wujudnya agama Islam itu sendiri. Telah tersemai di dalam jiwa umat Islam itu sendiri iaitu Nabi Muhammad Saw. Diambil sumbernya dari Qur'an sendiri. Menurut Imam Malik :" Barangsiapa mempelajari atau mengamalkan tasawuf tanpa fiqh maka dia telah zindiq (iaitu mereka yang menyeleweng), dan barangsiapa mempelajari fiqh tanpa tasawuf dia tersesat, dan siapa yang mempelari tasawuf dan fiqh dia meraih kebenaran." Oleh yang demikian, Ilmu Tasawuf dan Ilmu Fiqh bagaikan isi dengan kuku yang tak dapat dipisahkan, dan tidak boleh diabaikan kerana ilmu ini penting untuk akal dan hati manusia. Secara sedarhana, Tasawuf adalah melawan kehendak hawa nafsu jahat yang menghalangi seseorang melakukan suruhan Allah dan melatih diri dan hawa nafsu supaya tunduk di dalam melakukan suruhan Allah dan ibadah-ibadah yang lain supaya menjadi suatu kelaziman bagi diri seseorang (riyadhah-mujahadah) untuk membersihkan hati, meninggikan martabat di sisi Allah, lantaran mampu mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah, sehingga menjadikan kehidupan seseorang mukmin itu bertujuan pengabdian kepada allah semata-mata. DEFINISI TASAWUF Tasawuf itu berasal daripada perkataan ()ﺻﻮف yang bermaksud baju bulu yang dipakai oleh ahli-ahli sufi. Pendapat lain pula mengatakan bahawa tasawuf berasal daripada perkataan (ﺻﻔﺎء) yang bermaksud bersih, hening dan suci selaras dengan aliran pengajaran ilmu tasawuf yang cenderung ke arah pembersihan diri daripada segala penyakit hati dan maksiat sama ada maksiat zahir dan batin. Ada juga yang berpendapat bahawa tasawuf itu berasal daripada perkataan suffah iaitu generasi sahabat yang pertama yang tekun dalam pelaksanaan ibadah mereka di Masjid Nabawi pada zaman Rasulullah.
Alhadharah: Jurnal Ilmu Dakwah, 2017
Family is a small community in society. Every Muslim is required to live in order to live the demands of Islamic teachings. The family is the most important unit for the development process of the ummah. a good personality is formed from a family that instills good manners. The concept of family in Islam is quite clear even Islam is very priority of individual and family coaching. Because the family is a good prerequisite for a nation and Country, especially if all families follow the guidelines submitted religion, in addition the family is also the closest environment with children, since children are born, in this family the children will have much experience to grow and developing for the future. Inside the family parents can give examples of behaviors that will be imitated by children, because in the family is the most effective place to membelajarkan value of religion to the child. The role of parents in the family as guides, caregivers, teachers, mentors, and example in the family. Parents are very big role in inculcating the values of Sufism as the foundation of his children, With the inculcation of the values of mysticism by parents, it is expected that in the next stage of development the child will be able to distinguish good bad, right wrong, so that children can apply it in everyday life.
ABSTRAK Islam merupakan agama yang memiliki dimensi internal yang disebut dengan al-ihsan. Sebagai dimensi internal Islam, para ahli memberikan respons berbeda terhadap ajaran para sufi. Sebagian ahli menerima tasawuf sebagai dimensi batin dari ajaran Islam, dan sebagian ahli mengkritik bahkan menolak ajaran tasawuf tertentu karena mereka menilai bahwa ajaran tasawuf bukan berasal dari Islam. Artikel ini mengkaji tasawuf sebagai dimensi batin ajaran Islam. Studi ini merupakan hasil kajian kepustakaan dimana data diperoleh dari kegiatan studi dokumen. Studi ini mengajukan temuan bahwa tasawuf merupakan dimensi ajaran Islam. Tasawuf merupakan disiplin ilmu yang lahir dari peradaban Islam, dan sumber ajarannya berasal dari Alquran dan hadis. Memang para orientalis cenderung menyebutkan bahwa ajaran Kristen atau agama lain menjadi pendorong kelahiran tasawuf di dunia Islam, tetapi para ahli dari kalangan Islam menolak pendapat mereka. Kata Kunci: Tasawuf, Tarekat, Sufi, Nusantara Pendahuluan Dapat dilihat bahwa studi tasawuf merupakan studi yang menarik dikaji dan penting. Studi ini memang mendapatkan perhatian dari para peneliti dari pihak Islam maupun orientalis. Berbagai karya tulisan telah mereka hasilkan mulai dari studi tokoh sampai studi tarekat. Menurut penulis, studi ini penting diketahui karena sebagaimana disebutkan Profesor Syed Muhammad Naquib al-Attas bahwa tasawuf merupakan dimensi internal ajaran Islam. Al-Attas (2011: 149) berkata "tasawuf adalah penzahiran ihsan pada diri seseorang." Dalam sebuah hadis Nabi terdapat pembahasan tentang dimensi agama Islam, yaitu iman, islam dan ihsan. Berdasar pendapat al-Attas di ataslah, penulis menyimpulkan bahwa tasawuf merupakan dimensi ihsan, satu dari tiga dimensi dari agama Islam. Oleh karena itulah, penulis menilai bahwa studi tasawuf memang sangat penting dibahas dan dikenalkan dalam kesempatan kali ini. Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan,
Tasawwuf or Sufism is often referred to as the esoteric dimension of Islam, focusing on the inner and spiritual aspects. Sufis usually lead an ascetic life and engage in various spiritual practices to get closer to God. Tariqas were originally autonomous communities usually formed around Sufi masters. This study aims to explore the dimensions of Sufism and tariqa in Islam. The research methodology used is qualitative, with literature study as the data collection method. Various literatures on Sufism and tariqa in Islam were reviewed to get a comprehensive understanding. The findings of this study indicate that Sufism and tariqa are an important part of Muslim religious practices in many parts of the world. Sufism and tariqa have also influenced the socio-religious development and dynamics in the history of Islamic civilization. This study is expected to be the first step towards further research into the esoteric dimensions of Islam.
Disusun Oleh : Nama Mahasiswa : DEWI APRILIYANTI LUBIS Nomor Induk Mahasiswa : 0705162005 PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI MEDAN 2017 BAB I PENDAHULUAN
Jurnal Ilmiah Al-Mu'ashirah, 2017
This paper raises the issue of Sufism with the title "Sufism and Plurality in the Qur'an". Pluralism is derived from pluralist Latin, from pluris namely more than one, the plural. Therefore something said to be plural always consists of many things, various types, different points of view and background. Religious pluralism holds that no one is entitled to claim that religion is the most correct, all religions in this view have their own righteousness. The problem is that these pluralists always express the legitimacy of the Sufis, but the recognition of pluralism by the great Sufis may not exist in the Sufi tradition. From there, they assume that the idea of religious pluralism has indeed existed in the intellectual tradition of Islam and certainly based on Islamic teachings. The trend of harmonizing religions can be found from the two concepts that always reap the polemic and controversy that is the concept of unity of religions or better known in the world of tasaww...
Tasawuf sebagai salah satu disiplin ilmu di dalam khazanah peradaban Islam telah berkembang selari dengan perkembangan budaya, falsafah dan sejarah agama Islam itu sendiri. Ia tidak lahir begitu sahaja tanpa adanya pengaruh pemikiran dan kepercayaan yang berlaku di tengah masyarakat ketika itu (al-Taftazani 1979). Oleh yang demikian muncul pelbagai perspektif dan kaedah pengkajian ilmu tasawuf seiring dengan perkembangan zaman. Para ulama tasawuf telah mengemukakan pelbagai pengertian atau takrif mengenai tasawuf. Malahan takrif yang ada berjumlah ratusan bahkan mencecah ribuan (al-Salihi 2000; Zakaria 2012). Perkara semacam ini berlaku antara lain kerana tingkat pengalaman rohani (ahwal) para ulama dan pengamal tasawuf (salik) yang berbeza-beza. Mereka menyatakan makna tasawuf sesuai dengan pengalaman peribadi masing-masing atau sesuai dengan peristiwa yang mereka lihat dan berlaku pada zaman mereka (al-Taftazani 1979).
Abstrak Kemajuan yang telah merambah dalam berbagai aspek kehidupan manusia, baik sosial, ekonomi, budaya dan politik, mengharuskan individu untuk beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi secara cepat dan pasti. Padahal dalam kenyataannya tidak semua individu mampu melakukannya sehingga yang terjadi justru masyarakat atau manusia yang menyimpan banyak problem. Tidak semua orang mampu untuk beradaptasi, akibatnya adalah individu-individu yang menyimpan berbagai problem psikis dan fisik, dengan demikian dibutuhkan cara efektif untuk mengatasinya. Berbicara masalah solusi, kini muncul kecenderungan masyarakat untuk mengikuti kegiatan-kegiatan spiritual (tasawuf). Tasawuf sebagai inti ajaran Islam muncul dengan memberi solusi dan terapi bagi problem manusia dengan cara mendekatkan diri kepada Allah yang Maha Pencipta. Selain itu berkembang pula kegiatan konseling yang memang bertujuan membantu seseorang menyelesaikan masalah. Karena semua masalah pasti ada penyelesaiannya serta segala penyakit pasti ada obatnya. Peluang tasawuf dalam menangani penyakit-penyakit psikologis atas segala problem manusia, semakin terbentang lebar di era modern ini. A. Pendahuluan Tulisan ini berangkat dari sebuah fenomena sosial masyarakat yang kini hidup di era modern, dengan perubahan sosial yang cepat dan komunikasi tanpa batas, dimana kehidupan cenderung berorientasi pada materirialistik, skolaristik, dan rasionalistik dengan kemajuan IPTEK di segala bidang. Kondisi ini ternyata tidak selamanya memberikan kenyamanan, tetapi justru melahirkan abad kecemasan (the age of anxienty). Kemajuan ilmu dan teknologi hasil karya cipta manusia yang memberikan segala fasilitas kemudahan, ternyata juga memberikan dampak berbagai problema psikologis bagi manusia itu sendiri. Masyarakat modern kini sangat mendewa-dewakan ilmu pengetahuan dan teknologi, sementara pemahaman keagamaan yang didasarkan pada wahyu sering di tinggalkan dan hidup dalam keadaan sekuler. Mereka cenderung mengejar kehidupan materi dan bergaya hidup hedonis dari pada memikirkan agama yang dianggap tidak memberikan peran apapun. Masyarakat demikian telah kehilangan visi ke-Ilahian yang
The manuscript of Sirr al-Lathīf was Sufi sm text at early XX century, that proven the existence and dynamic of Sufi sm thought at Kalimantan, and Nusantara in general. The analysetrhe content of the text, this use Gadamer's semiphilological hermeneutics analysis. The result of the researchs are: fi rstly, the way verses of the Fatiha are believed in the text to be located in the body organs in human being, has been part of human being, explains that the text is not an interpretation but mystical the Fatiha. Secondly, the elaboration of the prayer (sembahyang) in the Sirral-Lathīf isunique and couldnpt be found in fi qh schools. He tried to relate the sembahyang as an union of God and slave. And thirdly, elaboration of insānkāmil (the perfect man) as representation of the perfect man, not different from concepts of mainstreamsufi .The script tend to use symbolization toovercomethe limitations ofverbalwordstoreveala veryintimaterelationship.
A. Pengertian tasawuf Secara historis, pada masa nabi Muhammad SAW dan khulafaur rasyidin ra., sebutan atau istilah tasawuf tidak pernah dikenal atau belum dikenal. Sehingga banyak pengkritik sufi, atau kelompok penolak tasawuf beranggapan karena istilah tersebut tidak pernah terdengar di masa hidup Nabi Muhammad saw, atau orang sesudah beliau, atau yang hidup setelah mereka bahwa istilah ini hanya dibuat-buat saja. Istilah tasawuf baru dipakai atau digunakan pada pertengahan abad ke 2 H, dan pertama kali oleh Abu Hasyim Al-kufi (W 250 H). Dengan meletakkan ash-shufi dibelakang namanya, meskipun sebelum itu telah ada ahli yang mendahuluinya dalam zuhud, wara', tawakkal, dan mahabbah. Walaupun secara gamblang, tetap saja ada yang mengklaim bahwa asawuf adalah bagian ajaran Islam, dengan asumsi bahwa tasawuf adalah membina akhlak manusia (sebagaimana Islam juga diturunkan dalam rangka membina akhlak umat manusia) di atas bumi ini, agar tercapai kebahagaan dan kesempurnaan hidup lahir dan batin, dunia dan akhirat. Serta tasawuf memusatkan pembersihan rohani dan berujung pada akhlak mulia. 1
Bertemunya antra agama dan ilmu-ilmu sosial harus diletakkan dalam dua dimensinya, yaitu normativitas dan historisitas. Aspek normativitas ditekankan pada ajaran wahyu yang berupa teks-teks keagamaan, sedangkan sisi historisitas terletak pada pemahaman dan bagaimana orang atau kelompok orang melakukan interpretasi terhadap aturan-aturan agama dan menjadi pilihannya yang kemudian menjadi aktivitas kesehariannya. Namun, aspek normatif dan historis kerap berjalan secara timpang. Misalnya, pengajaran ilmu-ilmu agama Islam yang normatif-tekstual terlepas dari perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, ilmu-ilmu sosial, ekonomi, hukum dan humaniora pada umumnya. Akibatnya, manusia terpinggirkan dari kandungan nilai spiritualitas-moralitas dan terasing dari aspek-aspek kehidupan yang menopang kehidupannya. Akibatnya, proses dehumanisasi secara massif dalam berbagai aspek kehidupan dalam keberagamaan maupun aplikasi keilmuan terjadi. Akan tetapi, seiring perkembangan pemikiran ilmu pengetahuan yang semakin kompleks, dikotomi radikal normatifitas dan historisitas mengalami shifting paradigm keilmuan. Integrasi tasawuf dan kebudayaan dalam hubungannya akan memperlihatkan hal yang sama: Kebuadayaan adalah realitas, yang sudah diciptakan, sudah dihasikan, sudah terbentuk atau sudah dilembagakan. Ini berarti, pengelihatan ilmu sosial terhadap budaya adalah memandang sebagai produk. Jika budaya dilihat sebagai sebuah proses, maka proses itupun adalah suatu proses, sebgaimana suadah ada, sebgaimana sedang berjalan. Kebudayaan itu terbentuk oleh sebuah kelompok yang dilakukan berulang-ulang dan diakui oleh masayarakat. Dalam kenyataan seperti itu, agama tidak lain menjadi identik dengan tradisi. Atau sebuah ekspresi budaya yang keyakinan orang terhadap suatu yang suci, tentang ungkapan keimanan terhadap yang kuasa. Jika hubungan agama dan tradisi ditempatkan sebagai wujud interpretasi sejarah dan kebudayaan, maka semua domain agama adalah kreatifitas manusia yang sifatnya sangat relatif. Artinya bahwa, kebenaran agama yang diyakini setiap orang sebgai yang " benar " , pada dasarnya hal itu sebatas yang bisa ditafsirkan dan diekspresikan oleh manusia yang relatif atas " kebenaran " , tuhan yang absolut. Dengan demikian apapun bentuk yang dilakukan oleh sikap manusia untuk mempertahankan, memperbaharui atau memurnikan tradisi agama, tetap saja harus dipandang sebagai fenomena manusia atas sejarahnya, tanpa harus dilihat bahwa yang satu berhak menegasikan " kebenaran " yang diklaim oleh orang lain, sambil menyatakan bahwa " kebenaran " yang dimilikinya sebagai yang " paling benar.
2017
Aktualisasi tasawuf dalam spiritualitas kehidupan dapat dilihat dari peranan tasawuf dalam kehidupan. Dilanjutkan dengan Penerapan (aplikasi) tasawuf dalam kehidupan yang serba modern yakni dimulai dari zuhud, wara, tawakkal, ridha.
FiTUA: Jurnal Studi Islam, 2020
The journey of sufism its inception until today has experience various phases. This is indicated that sufism is not something obsolete, because it is able to adjust the development of this time without losing essential meaning. This article looks at the phases of defelopment in sufism from its inception to the present day, in addition it also dicusses the currents from sufism. This research was conducted with qualitative methods, the sources obtained from various of books, articles, and journals that accordance with the objek of research. This article found that sufism developed thrugh five phases, it is phases of formation, development, consolidation, philosophy, and purification phases. Each phases there is some character, so each character has a different style. The existence of these differences gave two streams in sufism, namely is semi-philosophy (falsafi) and Sunni sufism. Semi-philosopical sufism is characterized by syathahiyat, ehich a sufi experiences a spiritual drunkenness or ecstasy. And the sufis in sunni sufism are either conscious or not experiencing ecstasy.
Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.