Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
…
12 pages
1 file
Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan hidayah-Nya akhirnya makalah Sejarah Revolusi yang membahas mengenai Perundingan Linggarjati selesai. Kami selaku penyusun ingin mengucap banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini, baik secara langsung ataupun tidak. Serta rasa terima kasih kepada dosen mata kuliah makalah Sejarah Revolusi yang telah membimbing kami dalam penyelesaian makalah ini, karena telah menularkan banyak ilmunya kepada kami. Kami sadar makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca sekalian sangat kami harapkan guna perbaikan pada tulisan kami selanjutnya. Bandung, Desember 2010 Penyusun DAFTAR PUSTAKA 14 LAMPIRAN 15
Criksetra: Jurnal Pendidikan Sejarah, 2021
Abstrak: Perjanjian Linggarjati merupakan Perjanjian yang muncul setelah Belanda melakukan serangan pasca diumumkan kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Belanda yang tidak mengakui kemerdekaan Indonesia berusaha untuk merebut dan menegakkan wilayah kekuasaan di Indonesia. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yaitu untuk menguraikan Perjanjian Linggarjati. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk perjuangan bangsa Indonesia melalui Perjanjian Linggarjati. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah yang terdiri dari tahapan heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Hasil penelitian menunjukkan bahwaalam perjanjian Linggarjati, wilayah Indonesia yang diakui oleh Belanda meliputi Jawa, Sumatera, dan Madura. Belanda juga membentuk negara boneka untuk mempersempit ruang gerak Republik Indonesia. Kesimpulannya, yaitu: Perjanjian Linggarjati membuat wilayah kekuasaan Republik Indonesia semakin sempit yang hanya sebat...
Abstrak Perjanjian memiliki peran yang sangat penting dalam hubungan keperdataan. Sebab dengan adanya perjanjian tersebut akan menjadi jaminan hukum para pihak dan menjadi bukti bahwa telah benar-benar diadakan perjanjian. Sehingga jika di kemudian hari terdapat perselisihan akibat hubungan hokum tersebut maka maka para pihak kembali melihat perjanjian yang telah disepakati.
Apravana, 2022
Kedudukan Bahasa Indonesia dalam suatu kontrak atau perjanjian telah diwajibkan dalam UU 24/2009. Sejalan dengan Perpres 63, ketentuan dalam Pasal 31 UU 24/2009 berbunyi sebagai berikut: “Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nota kesepahaman atau perjanjian yang melibatkan lembaga negara, instansi pemerintah Republik Indonesia, lembaga swasta Indonesia atau perseorangan warga negara Indonesia.” Tidak hanya diatur dalam UU 24/2009, kewajiban menggunakan Bahasa Indonesia juga ditentukan dalam hal pembuatan akta otentik oleh seorang Notaris. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UU 02/2014). Dalam hal para pihak menghendaki akta dibuat dalam bahasa asing, maka notaris wajib menerjemahkannya ke dalam Bahasa Indonesia (Pasal 43 ayat (3) UU 02/2014). Jika membicarakan tentang perjanjian, maka kita juga tidak bisa terlepas dari ketentuan-ketentuan yang ada dalam Buku III KUHPerdata. Syarat sahnya suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu: (a) adanya kesepakatan mereka yang mengikatkan diri; (b) kecakapan para pihaknya; (c) adanya objek tertentu yang diperjanjikan; dan (d) suatu sebab yang halal. Syarat pertama dan kedua merupakan syarat subjektif, dimana pelanggaran atas dua hal ini akan menyebabkan perjanjian dapat dibatalkan. Sedangkan ketiga dan keempat merupakan syarat objektif, jika dilanggar menyebabkan perjanjian batal demi hukum. Dalam KUHPerdata memang tidak mengatur Bahasa Indonesia sebagai syarat sahnya suatu perjanjian. OIeh karena itu, suatu perjanjian yang dibuat dengan bahasa asing tetap sah sepanjang memenuhi empat syarat yang diatur dalam KUHPerdata. UU 24/2009 juga tidak mengatur adanya sanksi bagi pihak yang membuat perjanjian dalam bahasa asing. Tidak adanya aturan sanksi bagi pelanggar ketentuan Pasal 31 UU 24/2009 memang mengundang berbagai penafsiran. Dapat dikatakan sifat dari ketentuan ini bersifat fakultatif, tidak memaksa. Jika ada pihak yang melanggarnya, tidak seharusnya menimbulkan implikasi apapun bagi dirinya. Namun pada prakteknya pernah ada perjanjian yang kemudian dibatalkan oleh Pengadilan dengan alasan bertentangan dengan UU 24/2019 karena tidak menggunakan Bahasa Indonesia.[1] Perjanjian yang dibuat antara para pihak yang salah satu maupun keduanya tunduk pada hukum Indonesia, memang sepatutnya disusun dalam Bahasa Indonesia. Paling tidak jika perjanjian dibuat dalam bahasa asing, terdapat terjemahannya dalam Bahasa Indonesia. Hal ini untuk memenuhi syarat formil yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, walaupun tidak ada kausa terlarang yang muncul semata-mata akibat dari perjanjian yang dibuat dengan bahasa asing. Sepanjang materi perjanjian tidak melawan hukum, memenuhi syarat objektif maupun subjektif, maka perjanjian tetap mengikat dan berlaku. Karena pada dasarnya syarat objektif terbentuk dari isi pokok klausul perjanjian, bukan dari penggunaan bahasanya. Pembuatan perjanjian dengan dual bahasa juga perlu memperhatikan tafsir yang akan dipegang oleh para pihak. Tidak jarang para pihak bersengketa hanya karena ada perbedaan dalam menafsirkan suatu ketentuan dalam perjanjian, sehingga para pihak perlu menyepakati bersama pada saat proses awal pembuatan perjanjian terkait bahasa yang akan digunakan untuk menafsirkan perbedaan maksud yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan perjanjian. Dengan terbitnya Perpres 63, maka semakin mempertegas ketentuan penggunaan Bahasa Indonesia dalam ranah pemerintah sampai dengan perjanjian yang melibatkan perseorangan warga negara Indonesia. Dapat disimpulkan bahwa suatu perjanjian yang dibuat dengan tunduk pada hukum Indonesia, sudah selayaknya dibuat dalam versi Bahasa Indonesia. Begitu juga perjanjian yang dibuat di luar negeri tetapi salah satu pihaknya atau objeknya ada di Indonesia, terlepas adanya asas kebebasan berkontrak dan kesepakatan para pihak. Hal ini guna menghindari risiko perjanjian batal demi hukum. Baik Perpres 63 maupun UU 24/2019 patut kita apresiasi sebagai salah satu bentuk publikasi Bahasa Indonesia kepada dunia. Namun hal ini tidak mungkin dilaksanakan secara letterlijk atau persis sama dengan konteksnya. Dalam artian jika suatu perusahaan asing ingin bekerjasama dengan perusahaan lokal tidak mungkin dipaksakan hanya dengan perjanjian yang menggunakan Bahasa Indonesia, melainkan tetap ada versi bahasa asing untuk mengakomodir pihak lainnya dalam perjanjian. Kita semua memahami bahwa bahasa universal yang digunakan dalam forum-forum internasional adalah Bahasa Inggris. Penggunaan Bahasa Inggris menjadi titik tengah bagi para pihak yang memiliki latar belakang bahasa nasional yang berbeda untuk bisa berkomunikasi dengan baik dan lancar. Namun bahasa nasional yang diakui dan digunakan di negara kita adalah Bahasa Indonesia, sehingga dalam hal penyusunan perjanjian memang tidak bisa terlepas dari ketentuan ini guna memenuhi persyaratan undang-undang yang berlaku.
digilib.uns.ac.id commit to user vi KATA PENGANTAR Assalammu'alaikum Wr. Wb. Dengan mengucap segala puji bagi Allah SWT yang senantiasa memberikan kelancaran, kemudahan, karunia, nikmat, dan hidayah yang luar biasa, laporan tugas akhir ini dapat terselesaikan. Penyusunan laporan tugas akhir ini tentu tidak terlepas dari peran banyak pihak, baik dalam hal materi maupun dorongan semangat. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada:
2015
Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat yang serupa dengan ciptaan asli.
Alauddin Law Development Journal, 1970
Perjanjian merupakan salah satu bentuk persetujuan baik itu tertulis maupun tidak tertulis yang dibuat oleh kedua belah pihak atau lebih. Salah satu jenis perjanjian ialah, perjanjian gadai tanah yang merupakan hubungan antara seseorang dengan tanah milik orang lain yang telah menerima uang gadai dari padanya dan selama gadai masih berlangsung. Metode Penelitian ini adalah penelitian lapangan, dengan pendekatan penelitian adalah: Normatif dan Sosiologis. Sumber data penelitian adalah kepala Desa Jenetallasa Kecamatan Pallangga Kabupaten Gowa, Kepala dusun, Tokoh Masyarakat serta masyarakat setempat. Hasil penelitian ini adalah Gadai tanah terhadap masyarakat Desa Jene’tallasa Kecamatan Pallangga Kabupeten Gowa tidak sejalan dengan perjanjian gadai tanah pertanian yang di atur dalam Pasal 1320 KUHP Perdata serta Undang-Undang No.56 Thn 1960. Implikasi penelitian ini adalah sosialisasi dari pihak yang berwenang terkait KUHP perdata serta Undang-Undang No. 56 PP Thn 1960 perlu dilakuka...
An agreement is an event of where a promising to another of where two the mans is each promise to execute a thing. Execution of this agreement become purpose of people whe make an agreement, because of exactly with execution of the agreement, the party making it will be able to fulfill it’s the king be able to fulfill it’s requirement. Agreement is deed of real important law done by the parties in civil contractual terms before executing law deed. This thing is important is done for shake of creation of peacefulness and the parties justice. Agreement loads rights and obligations any kind of that must be done by the parties, so that if it is then day one them is default hance young referred to contents of agreement. Agreement gives protection of law the parties. Kata kunci ; Agreement, law and justice.
Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.
DE LEGA LATA: Jurnal Ilmu Hukum
Pengaruh Laba Bersih, Arus Kas Operasi, Perputaran Persediaan, Perputaran Piutang dalam Memprediksi Arus Kas Operasi Masa Depan, 2019