Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
…
11 pages
1 file
2020
Al-Quran merupakan teks suci dari Tuhan yang selalu menjadi pedoman oleh manusian di setiap tempat dan waktu (kontekstual). Melihat problem dunia dan masyarakat yang semakin kompleks, maka al-Quran setidaknya harus bisa disesuaikan dengan kondisi waktu dan zaman pada masa kini. Interpretasi al-Quran harus mampu menjawab persoalan-persoalan social, ekonomi, budaya, politik, agama, dll. Nasr Hamid Abu Zayd merupakan actor hermeneutic yang mencoba mengkontekstualisasikan al-Quran pada masa modern. Avbu Zayd menginginkan interprestasi al-Quran menggunkan paradigm baruyang didasarkan atas teori sastra modern dan membuat al-Qutran menjadi teks yang terbuka untuk diinterpretasi tanpa adanya otoritas dari golongan ulama tertentu, agar interpretasi terhadap teks al-Quran dapat menyentuh isu yang paling sensitif dikalangan umat islam.
Pendekatan yang lazim dilakukan oleh para mufassir dalam melakukan studi interpretasi teks Al-Qur'an adalah pendekatan bahasa. Dalam hal ini bukannya tanpa bukti untuk mengatakan bahwa sepanjang sejarah peradaban umat Islam telah menunjukkan bahwa para mufassir sejak masa sahabat, sampai era modern tidak ketinggalan untuk menggunakan pendekatan bahasa tersebut. Dalam realisasinya pendekatan bahasa merupakan salah satu pendekatan yang sangat memungkinkan dan cocok dalam studi ilmu tafsir Al-Qur'an, sebab Al-Qur'an representasi nilai religius teologi muslim yang bercorak bahasa.
Ulumul Qur'an: Jurnal Kajian Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir
By examining the thoughts of Nasr Hamid Abu Zaid in interpreting the Qur'an through the Hermeneutic method, this paper tries to analyze the theories and methods of interpretation. In addition to criticizing his thinking in hermeneutics, and the modern approach to the Qur'an, Abu Zaid views, there are 2 goals in his study of the Qur'an. The first is to reconnect the study of the Qur'an with literary theory and criticism. In this case, the Qur'an is a linguistic text and cannot be separated from culture and history. Therefore, cultural and historical texts must be studied using linguistic and literary approaches, including hermeneutics and semiotics. The second is to define an "objective" understanding of Islam that does not have any ideology of interest. Abu Zaid believed that by defining the "objective" nature of the text, the ideological interpretation of the Qur'an could be reduced to some extent. In this case, the text must be studied a...
mewujudkan fungsi utama Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi umat manusia di segala ruang dan waktu Maka menjelaskan dan menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an merupakan sesuatu yang sangat mendesak untuk dilakukan. Apalagi semakin jauh sebuah generasi dari masa diturunkannya Al-Qur'an tidak menutup kemungkinan salah dalam memaknai subtansi yang terkandung didalamnya. Di lain pihak, Al-Qur'an sebagai sebuah teks yang tersusun dari kata-kata yang mempunyai dimensi makna yang berbilang (multiple meaning). Keunikan Al-Qur'an yang demikian, memikat para ilmuwan untuk menyelami dan menguak berbagai makna yang terkandung didalamnya dengan berbagai macam metode dan pendekatan. Al-Qur'an yang dikemas dalam bahasa Arab, dianggap sebagai sebuah kode atau tanda yang digunakan oleh Allah SWT dalam menyampaikan ajaran-ajaran-Nya kepada umat manusia melalui bahasa ibu utusan-Nya.
ISLAMICA: Jurnal Studi Keislaman, 2014
The texts of the Qur'an may be understood as a collection of symbols, and cannot be interpreted in isolation from the context as their background. If semiotics is a science of symbols, then the texts of the Qur'an must be the fertile object for the study of semiotics. In the science of semiotics, texts are deemed to have no end in themselves, meaning that we must not acknowledge them as having ended or being finalized at some point. Some philosophers such as Jacques Derrida have underscored this, and maintained that language is a metaphor. A meaning that we assume resulted from our use of language is in fact the product of the metaphorical exchange. Hence, a meaning will change as soon as the subject of the metaphorical exchange changes. Meaning in other words is both dynamic and relational because it is based on an endless source.
Integrative and Interconnective Paradigm requests the use of several new approahces in Islamic studies, including Qur’anic studies. Semiotics is one of modern and post-modern approaches which has attracted several scholars to come in. This article aims at overviewing the principles of semiotics and how it could benefit Qur’anic studies. This approach is promising to develope one of the classical theory of Asma’ al- Qur’an which so far has been elaborated inadequately. This approach could bring Asma’ al-Qur’an to the progressive concept, namely self-identity of the Qur’an.
Mutawatir: Jurnal Keilmuan Tafsir Hadith, 2018
This article discusses the methodology of reading the Qur'an initiated by Nas} r H{ a> mid Abu> Zayd. As part of Islamic discourse, especially in the Qur'an, Nas} r H{ a> mid's approach has sparked various productive discussions in the academic world. The approach of Nas} r H{ a> mid does not only contain its own characteristics, more than that, it is possible to produce an understanding, which at a certain point, has a power of social transformation. Two important issues as an example of the results of the approach are provided with some analyses on the matter of inheritance and slavery. It then must be understood in various aspects and contexts, and thus prompted to emerge an ideal egalitarian community. In this, Nas} r H{ a> mid calls his hermeneutic approach as dialectics between ma'na> and maghza> .
Menurut Abu Zayd, beliau percaya bahwa memahami Al-Qur'an tidak dibatasi pada penjelasan atau komentar saja, tetapi hal ini melibatkan pula proses interpretasi untuk menangkap signifikansi (maghza) dari teks literal. Praduga dibutuhkan untuk penafsiran bahwa Al-Qur'an sendiri tidak memberikan kepastian dan kemutlakan literal. Praanggapan tersebut membutuhkan tafsir yang mengilustrasikan kemungkinan menerima aneka ragam tafsir Al-Qur'an di zaman dan situasi sekarang. Dengan Hermeneutika Abu Zayd, Al-Qur'an adalah Ikon Islam dan juga merupakan pencerminan dari budaya Arab, yang mana terbuka untuk ditafsirkan dan tidak harus mutlak secara harfiah. Dalam lingkaran hermeneutic Hans Georg yang merupakan rujukan inspirasi dari hermeneutika Abu Zayd menegaskan bahwa dalam mengetahui dan mengaplikasikan makna teks, subjek melakukan peran dalam teks daripada sebaliknya. Zaman sekarang sedang marak-maraknya terjadinya fundamentalisme Pada Agama Islam di Indonesia maupun Islam secara global. Artikel ini bertujuan untuk memberikan kritik literasi dalam membaca Al-Qur'an dengan metode hermenuetik dari Nasr Hamid Abu Zayd agar menghindari fundamentalisme di Islam yang diakibatkan dari penafsiran tafsir tunggal Al-Qur'an.
Al-Qur'an merupakan teks berbahasa Arab yang menjadi titik sentral peradaban Arab, sebagaimana tradisi berpikir rasional sebagai alur peradaban Barat. al-Qur'an datang secara berangsur-angsur merupakan bukti bahwa telah terjadi hubungan dialektikakomunikatif antara teks dengan realitas. al-Qur'an yang turun pada masa itu berfungsi sebagai respon terhadap realitas yang terjadi saat itu sekaligus pula membentuk sebuah peradaban baru bagi masyarakat Arab. Terbentuknya peradaban bukan berarti sematamata karena teks, melainkan adanya interaksi serta dialog antara teks dengan realitas.
Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.
Jurnal Al-Mubarak: Jurnal Kajian Al-Qur'an dan Tafsir
QOF
Journal al Irfani: Ilmu al Qur'an dan Tafsir
At-Ta'lim : Media Informasi Pendidikan Islam, 2017
`A Jamiy : Jurnal Bahasa dan Sastra Arab
Al-Bayan: Jurnal Studi Ilmu Al- Qur'an dan Tafsir
Jurnal Kajian Budaya dan Humaniora
2018
Konsep Wahyu menurut Nashr Hamid Abu Zayd, 2019
MAGHZA: Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir, 2017
Al Muhafidz: Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir